Liputan6.com, Jakarta - PT Dirgantara Indonesia mendorong ekspor hingga 2018. Rencananya perseroan akan menyasar negara-negara di Afrika lantaran ada potensi tinggi.
"Kalau kita melihat pangsa pasar kita tidak bisa ketergantungan pada APBN. Pada pembelian dari pemerintah. Nah, kita targetkan 2018 akan meningkatkan ekspor," ujar Budi, seperti dilansir dari laman Antara, Rabu (16/11/2016).
Budi menuturkan, PT DI akan menyasar negara-negara di Afrika untuk pasar ekspor. Hal itu karena potensi kebutuhan yang tinggi. Selain itu, ekspor PT DI ke beberapa negara antara lain Thailand, Filipina, Nepal, Senegal, dan Uni Emirat Arab.
Budi menambahkan, skema pembiayaan dari LPEI dapat menunjang ekspor pesawat ke negara Afrika yang notabene membutuhkan pendanaan dalam pembeliannya.
Baca Juga
"Dengan adanya NIA ini, kenapa tidak di push ekspor untuk pendapatan negara. Jadi, bisa dimanfaatkan untuk pendanaan maupun kami sebagai produsen untuk working capital," kata dia.
Beberapa negara yang telah menggunakan pesawat buatan PT DI antara lain Vietnam, Filipina, dan Thailand untuk jenis pesawat NC 212.
Sedangkan Uni Emirat Arab dan Korea Selatan menggunakan pesawat CN235.
Sementara itu, Kementerian Perindustrian mendukung ekspor yang dilakukan PT Dirgantara Indonesia (DI) ke beberapa negara menggunakan pembiayaan buyer's credit dengan skema National Interest (NIA) oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Indonesia Eximbank.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kementerian Perindustrian Haris Munandar menyampaikan hal itu usai mendampingi Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto saat bertemu direksi PT DI.
"Ini masalah pembiayaan. Nah ini nanti dukungan dari pemerintah untuk tahap pertama ini adalah buyer's credit untuk beberapa negara yang memang memerlukan pembiayaan dari kita. Jadi kita memberikan kredit kepada asing yang mau membeli pesawat," ujar Haris.
Haris menuturkan, nilai dari pembiayaan itu mencapai Rp 400 miliar untuk ekspor pesawat PT DI ke beberapa negara antara lain Thailand, Filipina, Nepal, Senegal, dan Uni Emirat Arab.
"Tapi, tidak semuanya memanfaatkan pembiayaan itu, karena hanya beberapa negara yang membutuhkan seperti Nepal dan Senegal. Kalau negara kaya ya tidak perlu," kata Haris.
Meski demikian, pembiayaan yang diajukan juga dapat digunakan sebagai modal kerja PT DI untuk meningkatkan daya saing produknya yang akan diekspor.
"Kalau Thailand dan Uni Emirat Arab tidaK perlu. Maka, buyer's credit yang diajukan akan menjadi modal kerja sehingga pesawat tersebut akan kompetitif jika dijual ke luar negeri," kata dia.
Advertisement