Kebijakan Donald Trump Bakal Berpengaruh pada Industri Makanan RI

Kebijakan protektif Donald Trump dikhawatirkan akan berdampak pada industri makanan dan minuman dalam negeri.

oleh Septian Deny diperbarui 07 Feb 2017, 16:30 WIB
Diterbitkan 07 Feb 2017, 16:30 WIB
Presiden Donald Trump ketika menyambangi markas besar CIA
Presiden Donald Trump ketika menyambangi markas besar CIA (Associated Press)

Liputan6.com, Jakarta Kebijakan protektif Donald Trump dikhawatirkan akan berdampak pada industri makanan dan minuman dalam negeri. Pasalnya, selama ini banyak bahan baku dan produk setengah jadi dari sektor makanan dan minuman Indonesia yang diekspor ke Tiongkok. Negeri itu kemudian mengekspor produk makanan jadi ke AS.

Ekonom Aviliani mengatakan, karena kondisi tersebut, produksi makanan jadi Tiongkok akan turun seiring dengan turunnya permintaan dari AS. Karena produksi turun, permintaan untuk bahan makanan setengah jadi pun akan turun.

‎"Perdagangan ekspor impor Tiongkok dan Indonesia cukup besar. Termasuk impor bahan baku Indonesia ke ke sana khusunya barang mentah. Ketika dia kena proteksi pasti kan dia enggak bisa ekspor ke AS dan tentu akan mengurangi produksi juga," ujar dia di Kantor Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Jakarta, Selasa (7/6/2017).

Menurut Aviliani, sebenarnya dampak langsung dari kebijakan Trump terhadap Indonesia ‎hampir tidak ada. Namun, yang dikhawatirkan dampak tidak langsung jika berkaitan dengan negara lain, seperti Tiongkok.

"Nah itu kita perlu perhatikan seberapa jauh dampaknya dengan tujuh negara itu dampaknya ke Indonesia. Bukan dampak langsung. Kalau dampak langsung kita ke AS enggak ada masalah," kata dia.

Sebagai antisipasi terhadap dampak tersebut, Indonesia harus menjajaki perdagangan dengan lebih banyak‎ negara tradisional maupun negara nontradisional. Dengan demikian, diharapkan negara tersebut nontradisional tersebut bisa menjadi pasar baru bagi Indonesia.

"Berarti pasar-pasar tadisional masih menjadi pasar bagus bagi Indonesia masih perlu dijajaki. Negara dengan pasar nontradisional itu adalah negara dengan pertumbuhan ekonomi yang masih bagus dan penduduknya di atas 25 juta jiwa. Misalnya Timur Tengah, Brasil, Bangladesh. Itu yang perlu dijajaki oleh Indonesia," tandas dia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya