Liputan6.com, Jakarta - Pemerintahan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) memiliki program untuk mengembangkan industri kreatif demi meningkatkan pertumbuhan ekonomi dalam negeri.
Hanya saja, hal itu belum bisa diimbangi dengan regulasi dari pemerintah itu sendiri. Saat ini, aturan mengenai pengembangan industri kreatif tersebut masih tersebar di beberapa Kementerian/Lembaga.
"Setelah kita telusuri, aturan pemerintah atau nomenklatur soal ekonomi kreatif itu ada di 27 kelembagaan. Jadi masih banyak yang tumpang tindih," kata Wakil Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Ricky Joseph Pesik dalam diskusi 'Indonesia Creative Economy 2017' di Setiabudi 2, Jakarta, Rabu (8/3/2017).
Advertisement
Baca Juga
Tak hanya itu, Bekraf memandang saat ini juga masih ada tumpang tindih mengenai pemahaman ekonomi kreatif. Untuk itu menjadi tugas Bekraf dalam mensosialisasikan hal ini untuk kemudian bisa memberikan nilai tambah industri kreatif terhadap ekonomi negara.
Ricky menuturkan, saat ini sumbangsih industri kreatif dalam ekspor Indonesia masih sekitar 10 persen. Jumlah ini ditargetkan meningkat menjadi 13 persen pada 2019. Tak hanya itu, jumlah pembukaan lapangan kerja di industri kreatif ini diharapkan juga semakin pesat.
Selain Ricky, Mantan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Mari Elka Pangestu menambahkan Indonesia memang menjadi pasar ekonomi kreatif yang sangat potensial, terutama dalam hal startup.
Dia memaparkan kemajuan startup di beberapa negara selalu memiliki peran pemerintah. "Seperti Twitter di San Francisco, karena sewa tempatnya terlalu mahal akhirnya dia ingin pindah, saat itu pemerintah memberikan space dengan gratis selama 2 tahun, akhirnya tidak jadi pindah dan sekarang berkembang pesat," ujar dia.
Untuk itu selain penyederhanaan regulasi, berbagai insentif Mari Elka menilai perlu diberikan oleh pemerintah kepada para pelaku industri startup. (Yas)