Liputan6.com, New York - Harga minyak mentah dunia jatuh terpicu meningkatnya kembali pasokan dari Libya seiring beroperasinya salah satu lapangan minyak di negara itu.
Di sisi lain, permintaan energi dari Asia diprediksi akan meningkat terkait optimisme data ekonomi dari wilayah tersebut.
Melansir laman Reuters, Senin (4/4/2017), patokan harga minyak berjangka Brent untuk pengiriman Juni turun 41 sen atau 0,8 persen menjadi US$ 53,12 per barel.
Advertisement
Ini naik 29 sen dari penutupan Jumat pekan lalu yang merupakan penutupan kontrak tertinggi dalam hampir empat minggu.
Sementara patokan minyak AS, West Texas Intermediate (WTI) turun 36 sen, atau 0,7 persen ke posisi US$ 50,24 per barel.
Baca Juga
Penurunan harga minyak kali ini dipengaruhi kembali beroperasinya ladang minyak Sharara Libya pada hari Minggu, setelah terkena gangguan selama sepekan.
Ladang ini memproduksi sekitar 120 ribu barel minyak per hari (bph) pada Senin dan sekitar 220 ribu barel per hari sebelum terkena penghentian operasi pada 27 Maret.
"Perkembangan utama selama akhir pekan adalah kembali beroperasinya Sharara," kata Managing Director Petromatrix Olivier Jakob.
Menurut dia, ketidakpastian output dari Libya menambahkan volatilitas harga minyak.
Perusahaan jasa energi Baker Hughes mengungkapkan jika kondisi serupa yang juga menekan harga minyak, adalah saat terjadi kenaikan jumlah rig AS pada pekan lalu.
Di sisi lain, data ekonomi dari negara-negara di Asia menunjukkan bahwa permintaan energi akan menguat ke depannya.
Ini terlihat dari data manufaktur yang menunjukkan sebagian besar pabrik di Asia membukukan pertumbuhan yang solid pada Maret. Data indeks pembelian (PMI) dari China menunjukkan adanya kenaikan untuk bulan kesembilan.
"Ekonomi global masih di jalur untuk melanjutkan pertumbuhan pada tahun 2017, dukungan untuk permintaan pasar minyak bumi," jelas Tim Evans, Spesialis Energi Berjangka Citi Futures.
Pekan lalu, harga minyak menguat selama tiga hari seiring berkurangnya output dari Libya dan harapan bahwa Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan produsen non-OPEC akan memperpanjang pemotongan produksi pada Juni.