Liputan6.com, Jakarta Pemerintah dinilai sudah saatnya mewajibkan industri otomotif untuk memproduksi mobil hybrid. Termasuk di antaranya, yang mempergunakan bahan bakar bakar minyak (BBM) dan gas.
Demikian disampaikan mantan Ketua Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Bambang Trisulo. “Pangsa pasar untuk mobil hybrid listrik dan BBM sangat besar di Indonesia. Apalagi kalau menggunakan BBG, pasti penjualannya bisa meningkat pesat," ujar dia di Jakarta, Senin (17/4/2017).
Advertisement
Baca Juga
Bambang menjelaskan, mobil hybrid menghasilkan emisi yang rendah sehingga lebih ramah lingkungan. Sebab, kendaraan hybrid didesain dengan teknologi yang mampu mengurangi substansi racun pada emisi buang.
“Untuk itu, pemerintah sebaiknya mempertimbangkan dampak-dampak positif yang dilahirkan teknologi hybrid. Karena hingga saat ini, belum ada alternatif teknologi lain yang siap pakai dan hemat bahan bakar seperti hybrid," tutur dia.
Menurut Bambang, mobil jenis ini memang memiliki banyak kelebihan. Dibandingkan mobil konvensional, misalnya, mobil hybrid tidak menimbulkan suara mesin berisik seperti mobil konvensional.
Hal ini, karena penggunaan motor elektrik yang memiliki akselerasi halus dan bertenaga, sehingga mampu menghadirkan respon yang instan dan kuat sejak kali pertama dinyalakan.
"Tak kalah penting, mobil tipe ini juga lebih ekonomis bahan bakar. Cocok untuk kondisi di Indonesia," ujar Bambang.
Namu dia mengakui semua tergantung pada pemerintah. Karena selain mengeluarkan kebijakan mandatory, pemerintah juga harus menyiapkan infrastruktur untuk kehadiran mobil hybrid BBG dan BBM. "Tanpa infrastruktur itu, mandatory akan sia-sia,” dia menambahkan.
Terkait kesiapan infrastruktur, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan sebelumnya mengatakan penyediaan BBG pada setiap SPBU merupakan upaya untuk mendorong program konversi Bahan Bakar Minyak (BBM) ke BBG pada sektor transportasi.
Oleh karena itu semua badan usaha yang berbisnis BBM di Indonesia akan diwajibkan membangun pompa penyaluran (dispanser) BBG di SPBU miliknya. "Semua, semua (perusahaan, termasuk asing)," kata Jonan, di Jakarta, Kamis (13/4/2017).
Jonan menuturkan, kawajiban penyediaan BBG pada setiap SPBU akan dilakukan secara bertahap, disesuaikan dengan ketersediaan infrastruktur penyaluran gas yang ada di masing-masing wilayah.
"Ini gradualing. Misalnya DKI Jakarta dalam waktu 6 bulan, nanti misalnya," tutur Jonan.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Minyak dan Gas bumi Kementerian ESDM I Gusti Nyoman Wiratmaja mengatakan, peraturan Menteri ESDM mendorong konversi BBM ke BBG sudah ditandatangani Menteri ESDM Ignasius Jonan.
Dalam peraturan tersebut mewajibkan penyediaan BBG bagi setiap Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) dan penggunaan BBG bagi kendaraan dinas Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sektor energi dan kendaraan umum.
"Ada roadmap. Di setiap SPBU itu ada dispenser, buat kendaraan umum, kendaraan dinas di BUMN energi diwajibkan menggunakan gas," ucap Wiratmaja.
Wiratmaja mengatakan, sebelum memberlakukan kewajiban tersebut instansinya telah melakukan koordinasi dengan PT Pertamina (Persero), PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk, Himpunan Wiraswasta Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas) dan Gabungan Industri Kendaraan Indonesia (Gaikindo).