Harga Minyak Merosot Tersengat Kekhawatiran Permintaan

Harga minyak melemah hingga sentuh level terendah sejak 4 Mei.

oleh Agustina Melani diperbarui 10 Mei 2017, 06:00 WIB
Diterbitkan 10 Mei 2017, 06:00 WIB
20151007-Ilustrasi Tambang Minyak
Ilustrasi Tambang Minyak (iStock)

Liputan6.com, New York - Harga minyak dunia melemah seiring permintaan melambat dan dolar Amerika Serikat (AS). Selain itu, produksi minyak AS meningkat sehingga mempengaruhi keyakinan investor apakah OPEC atau negara pengekspor minyak mampu seimbangkan pasar.

Harga minyak Brent melemah 61 sen atau 1,2 persen menjadi US$ 48,73 per barel. Sementara itu, harga minyak West Texas Intermediate  (WTI) tergelincir 55 sen atau 1,2 persen meniadi US$ 45,88 per barel.

Harga minyak itu turun ke level terendah sejak 4 Mei. Penguatan dolar AS mempengaruhi laju harga minyak. Dolar AS menguat 1 persen terhadap sejumlah mata uang asing lainnya. Ini menekan harga minyak.

Sentimen lainnya data produksi dan pasokan minyak AS mingguan juga membayangi pasar. Ditambah laporan bulanan permintaan dan persediaan minyak dan OPEC dan US Energy Information Administration (EIA) pada pekan ini. Diharapkan data tersebut menjelaskan lebih detil seberapa cepat pasokan minyak global turun.

Analis memperkirakan pasokan minyak AS turun pada pekan kelima yaitu sekitar 1,8 juta barel hingga 5 Mei.

"Kami membutuhkan sejumlah data untuk mengetahui seberapa besar pasokan global turun. Tidak ada tanda pertumbuhan permintaan," ujar Ole Hansen, Senior Manajer Saxo Bank, seperti dikutip dari laman Reuters, Rabu (10/5/2017).

Meski OPEC memangkas produksi, produksi minyak AS naik lebih dari 10 persen sejak pertengahan 2016 menjadi 9,3 juta barel per hari pada 2017. Diperkirakan pasokan minyak naik menjadi hampir 10 juta barel pada 2018 yang didorong sektor shale dan produksi minyak Rusia dan Arab Saudi.

"Produksi minyak AS di luar harapan, dan mencoba naik. Ini didorong dari perluasan momentum pengeboran. Kami melihat harga minyak di antara US$ 45-US$ 50 per barel secara fundamental, konsekuensinya kami menaikkan peringkat dari turun menjadi netral. Ada tambahan pasokan pada Juni kelihatannya juga akan menjadi pertanyaan," jelas Norbert Ruecker, Kepala Riset Julius Baer.

 

 

Tag Terkait

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya