Liputan6.com, Jakarta - Industri kulit dan alas kaki merupakan industri strategis dan prioritas untuk dikembangkan sesuai dengan Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) 2015-2035. Namun sayangnya pengembangan industri masih menemui beragam kendala.
Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil dan Aneka Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Achmad Sigit Dwiwahjono mengatakan, pada kuartal I 2017 industri tersebut mampu tumbuh 7,41 persen. Angka ini lebih tinggi dibandingkan total pertumbuhan industri pengolahan nonmigas pada periode yang sama sebesar 4,71 persen.
“Nilai ekspor kulit dan barang jadi kulit sampai dengan kuartal I 2017 mencapai US$ 162 juta dan menyerap 192 ribu orang,” ujar dia di Jakarta, Kamis (18/5/2017).
Advertisement
Industri penyamakan kulit nasional merupakan industri yang sangat potensial untuk dikembangkan. Hal ini karena kualitas kulit nasional telah diakui dunia sebagai bahan baku barang jadi kulit dan alas kaki berkualitas tinggi.
Baca Juga
“Potensi pengembangan kulit juga sangat baik karena ekspor alas kaki yang cenderung meningkat setiap tahunnya," lanjut dia.
Namun sayangnya industri kulit dan alas kaki tersebut masih menghadapi beragam kendala, seperti kontinuitas pasokan bahan baku berupa kulit hewan baik dari dalam negeri maupun impor. Hal ini disebabkan oleh permasalahan pada tata niaga impor, permasalahan limbah, keterbatasan SDM yang terampil, prosedur karantina serta kebijakan bea keluar ekspor kulit.
Untuk mengatasi hambatan tersebut, lanjut Sigit diperlukan beberapa insentif atau kebijakan yang dinilai mampu mendongkrak pertumbuhan dan mengatasi permasalahan pada industri kulit dan barang jadi kulit. Misalnya, dengan menghilangkan prosedur karantina untuk kulit jadi dan pengaturan ekspor kulit mentah sebagai bahan baku industri kulit yang berpihak kepada industri dalam negeri.
"Juga menghapus regulasi impor dari semua negara tanpa mengurangi pencegahan masuknya Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) dan fasilitasi pengelolaan limbah industri kulit oleh pemerintah daerah dan pusat serta meningkatkan kemampuan SDM industri melalui pendidikan vokasi," kata di.
Sigit mengakui, masalah insentif dan kebijakan ini tidak dapat diselesaikan sendiri oleh Kemenperin. Oleh sebab itu diperlukan kerjasama dan koordinasi lintas sektor khususnya dari Kementerian Pertanian (Kementan), Kementerian Perdaganagan (Kemendag), asosiasi dan seluruh pelaku usaha industri kulit dan barang jadi kulit serta industri terkait lainnya.
"Dengan demikian, semoga dapat tersusun road map serta langkah pengembangan industri yang komprehensif agar industri ini menjadi tuan rumah di negeri sendiri dan menjadi negara eksportir kelas dunia," tandas dia. (Dny/Gdn)