Saat Nasional Cetak Inflasi, Sumatera Barat Justru Alami Deflasi

Sumatera Barat mengalami deflasi 0,09 persen yang didorong stabilnya harga kebutuhan pokok.

oleh Erinaldi diperbarui 04 Jun 2017, 18:36 WIB
Diterbitkan 04 Jun 2017, 18:36 WIB
Sumatera Barat mengalami deflasi 0,09 persen yang didorong stabilnya harga kebutuhan pokok.
Sumatera Barat mengalami deflasi 0,09 persen yang didorong stabilnya harga kebutuhan pokok.

Liputan6.com, Padang - Memasuki bulan Ramadan, Sumatera Barat mengalami deflasi sebesar 0,09 persen. Angka pencapaian dari Sumatera Barat ini berkebalikan dengan kondisi nasional yang mengalami inflasi 0,39 persen.

Kepala Bank Indonesia (BI) Perwakilan Sumatera Barat Puji Atmoko mengatakan, di bulan Mei kemarin, Sumatera Barat mengalami deflasi 0,09 persen yang didorong stabilnya harga kebutuhan pokok yang selama ini cenderung berfluktuasi.

“Deflasi ini tabungan bagi laju inflasi Sumbar tahun ini. Meski tidak sedalam bulan lalu yang deflasi 0,30 persen, tetapi sudah cukup stabil,” katanya, Minggu (4/6/2017).

Secara tahunan, laju inflasi Sumatera Barat tercatat 4,85 persen atau sudah melaju di atas rata-rata inflasi nasional yang hanya 4,33 persen.

Per Mei 2017, deflasi bulanan Sumbar tercatat sebagai yang tertinggi ke 5 dari 7 provinsi yang mengalami deflasi.

Menurutnya, deflasi Sumbar disumbang turunnya harga pada kelompok bahan pangan bergejolak (volatile food) dan kelompok inti.

Beberapa komoditas yang menunjukkan penurunan stabilitas harga selama awal Ramadan ini adalah bawang merah, cabai merah, beras, dan daging ayam ras.

Apalagi, Sumatera Barat juga mengalami kelimpahan stok untuk komoditas bawang merah, beras, dan cabai merah karena sudah memasuki musim panen. Begitu juga dengan aksi operasi pasar yang dilakukan Bulog bersama pemerintah daerah.

Sementara itu, dua kota yang menjadi barometer ekonomi Sumatera Barat yaitu Padang dan Bukittinggi masing-masing mengalami deflasi 0,04 persen dan 0,44 persen.

Puji mengharapkan inflasi Sumbar sepanjang tahun ini kian terjaga dengan memaksimalkan peran tim pengendalian inflasi daerah (TPID) di seluruh kabupaten dan kota.

Sekaligus memastikan ketersediaan pasokan barang dan kelancaran distribusi, terutama saat permintaan naik seperti momen Ramadan dan Lebaran.

Untuk diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan inflasi Nasional pada Mei 2017 tercatat 0,39 persen. Adapun inflasi tahun kalender sebesar 1,67 persen dan tahun ke tahun mencapai 4,33 persen.

"Dibanding Mei 2016 yang 0,24 persen, ini lebih tinggi. Tapi dibandingkan Mei 2015 yang 0,50 persen, inflasi ini lebih rendah. Mei ini sudah Ramadan. 2016, Ramadan di Juni. ‎Harga-harga barang naik karena terjadi kenaikan permintaan. Sedangkan saat Ramadan tahun lalu di Juni, inflasinya 0,66 persen," ujar Kepala BPS Suhariyanto, di kantornya, Jakarta, Jumat (2/6/2017).

Dia menyebutkan dari 82 kota IHK, sebanyak 70 kota mencatat inflasi dan 12 kota deflasi. Inflasi tertinggi di Tual 0,96 persen, terendah di Sampit dan Bulukumba masing-masing 0,02 persen. Sementara deflasi tertinggi di Manado 1,13 persen dan terendah di Pematang Siantar.

Dia mengatakan, inflasi sebesar 0,39 persen terjadi karena kenaikan harga di seluruh kelompok pengeluaran. Inflasi pada bahan makanan 0,86 persen dengan andil terhadap inflasi 0,17 persen.

Bahan makanan tersebut seperti bawang putih yang berkontribusi ke inflasi 0,08 persen, telur ayam ras 0,05 persen, daging ayam ras 0,04 persen.

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya