Kenaikan Cukai Sebabkan PHK 70 Ribu Pekerja Industri Rokok

Kenaikan cukai harus dipertimbangkan dengan bijak dan memperhatikan keadaan industri.

oleh Septian Deny diperbarui 05 Jun 2017, 15:27 WIB
Diterbitkan 05 Jun 2017, 15:27 WIB
Penerapan Cukai Tembakau
Penerapan Cukai Tembakau

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah diminta tak lagi menjadikan produk industri hasil tembakau (IHT) sebagai kontributor utama pemasukan bagi negara melalui penarikan cukai.

Kenaikan cukai yang terjadi setiap tahun dinilai bukan hanya berdampak pada peningkatan penerimaan negara, melainkan menghambat kinerja industri rokok. Pada akhirnya, menyebabkan pemutusan hubungan kerja (PHK).

Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan dan Minuman (FSP RTMM) Sudarto mengatakan, kenaikan cukai yang berlebihan dapat menjadi bumerang bagi pemerintah.

Pada kuartal I-2017, realisasi penerimaan bea dan cukai hanya Rp 29,4 triliun, lebih rendah dibanding periode yang sama tahun lalu.

Dia menjelaskan, dari data Kementerian Perindustrian, pada 2005 terdapat sekitar 7.000-an produsen rokok. Namun saat ini, hanya tinggal 724 pabrik. "Itupun tidak jelas apakah masih berproduksi atau hanya fiktif," ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (5/6/2017).

‎Selain itu, lanjut Sudarto, kenaikan cukai rokok dalam beberapa tahun terakhir juga memangkas tenaga kerja dalam jumlah besar. Sebanyak 32.727 anggota FSP RTMM kehilangan pekerjaan dari 2012 hingga 2016. Sedangkan jika dihitung dengan pekerja yang tidak tergabung dalam federasinya bisa mencapai 70 ribu orang.

“Pekerja jadi korban. Jumlahnya pekerja rokok merosot tajam. Rata-rata pekerjanya berpendidikan rendah, sehingga kalaupun ada lapangan pekerjaan, mereka tidak akan bisa tersalurkan,” kata dia.

Sementara itu, Anggota Komisi XI Donny Priambodo mengatakan, selama ini tembakau menyumbang sekitar 95 persen, atau yang terbesar bagi cukai negara. Sayangnya dalam 4 tahun terakhir, industri rokok stagnan bahkan mengalami penurunan 2 persen tahun lalu.

“Tentunya ini mempengaruhi penerimaan negara, dan mengancam kelangsungan industri. Dengan kata lain, penyerapan tenaga kerja,” ungkap dia.

Oleh sebab itu, lanjut dia, kenaikan cukai harus dipertimbangkan dengan bijak dan memperhatikan keadaan industri. Sehingga penerimaan negara tetap terjaga, dan industri tidak gulung tikar.

Donny juga meminta pemerintah memperhatikan kondisi ekonomi dan industri, sehingga tidak ada kenaikan berlebihan. Pemangku kebijakan harus memberi peta jalan (roadmap) kepada industri.

Jika alasannya untuk menambah penerimaan negara, Donny menyarankan seharusnya pemerintah menambah barang kena cukai lain. Sebab objek cukai Indonesia masih sedikit jika dibandingkan negara lain.

“Selain menambah barang kena cukai, pemerintah sudah bisa melakukan simplifikasi atau penyederhanaan struktur cukai. Dengan adanya penyederhanaan struktur cukai, optimalisasi penerimaan cukai bisa dimaksimalkan,” tandas dia.

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya