Aturan Pembatasan Peredaran Rokok Elektrik Rilis Pekan Depan

Sebelum cairan rokok elektrik beredar harus ‎mendapat rekomendasi dari Kementerian Kesehatan.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 04 Nov 2017, 18:36 WIB
Diterbitkan 04 Nov 2017, 18:36 WIB
Rokok Elektrik
Ilustrasi Rokok Elektrik atau Vape (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perdagangan telah menyelesaikan penyusunan peraturan aturan pembatasan peredaran cairan rokok elektrik. Pada pekan depan, payung hukum tersebut akan dirilis.

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita ‎mengatakan, Kementerian Perdagangan telah menyelesaikan koordinasi dengan Kementerian Kesehatan. Koordinasi tersebut untuk menetapkan ketentuan dalam peraturan pembatasan perdaran rokok elektrik. 

"Saya sudah dapat surat dari Bu Menkes (Nila Djuwita Farid Moeloek). Semua sudah jadi, ‎hanya tinggal dikeluarkan saja," kata Enggartiasto, di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta, Sabtu (4/11/2017).

Saat ini peraturan tersebut sedang dalam finalisasi di Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), dia pun yakin Senin pekan depan aturan tersebut sudah keluar.

"Pokoknya Senin keluar. Tinggal proses di Kemenkumham saja," tutur Enggartiasto.

Menurut Enggartiasto, jika peraturan tersebut telah terbit, maka sebelum cairan rokok elektrik beredar harus ‎mendapat rekomendasi dari Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Selain itu, cairan rokok elektrik tersebut juga harus memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI).

"Sebelum beredar harus minta izin ke BPOM, diperiksa dulu isinya, setelah itu rekomendasi dari Bu Menkes," papar Enggar.

Enggartiasto mengungkapkan, rokok elektrik tidak memberikan manfaat bagi negara. Pasalnya, tidak ada kandungan tembakau dan cengkeh. Selain itu juga tidak memberikan manfaat bagi kesehatan.

"Mana lagi benefit-nya buat kita? Tembakau tidak, ‎cengkeh tidak, segala macam tidak. Tidak ada manfaatnya, tidak sehat. Siapa bilang lebih sehat, lebih tidak sehat," tutup dia. 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Kena cukai

Sebelumnya, pemerintah akan mengenakan cukai terhadap produk hasil pengolahan tembakau (HPTL) atau yang disebut rokok elektrik, seperti e-cigarette, vape, tobacco molasses, snuffing tobacco, dan chewing tobacco. Tarif cukai rokok elektrik sebesar 57 persen dan berlaku per 1 Juli 2018.

Kebijakan pungutan cukai rokok elektrik ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor PMK-146/PMK.010/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.

"Rokok elektrik kita pungut 57 persen dari harga jual eceran (HJE) per 1 Juli 2018. Ini pertama kalinya, vape, e-cigarette dikenakan cukai," tegas Direktur Jenderal (Dirjen) Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi.

Dalam Undang-Undang (UU) Cukai menyebut bahwa semua hasil tembakau merupakan objek cukai. Begitupula dengan vape yang merupakan cairan dari hasil tembakau sehingga konsumsinya harus dibatasi dengan pengenaan cukai.

"Yang kena cukai cairan atau esensnya vape dan e-cigarette. Jadi yang impor kena bea masuk dan cukai, plus kalau ada perizinannya, dia harus memenuhi dulu. Kalau ada lokal yang mau produksi, maka kena cukai 57 persen dari HJE saja," terang Heru.

Ditjen Bea dan Cukai akan berkoordinasi dengan Menteri Perdagangan (Mendag) mengenai penegakan hukum dari aturan cukai rokok elektrik. "Kalau sekarang masuknya lewat ditenteng, kita atur lebih lanjut. Kalau mereka sudah penuhi izin, tentunya mereka boleh impor," tutur dia.

Pungutan cukai rokok elektrik, diakui Heru, berlaku mulai 1 Juli 2018. Dia mengatakan, belum menghitung potensi penerimaan cukai dari kebijakan tersebut.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya