Salip AS, Ekonomi China akan Jadi yang Terbesar di 2032

Negara-negara di Asia akan terus mendominasi perekonomian global dalam lima belas tahun mendatang.

oleh Vina A Muliana diperbarui 29 Des 2017, 00:11 WIB
Diterbitkan 29 Des 2017, 00:11 WIB
Ekonomi China
Foto: npr.org

Liputan6.com, Jakarta Laporan terbaru The Centre for Economics and Business Research (CEBR) mengungkap jika China diprediksi mampu menggeser Amerika Serikat sebagai negara dengan perekonomian teresar di dunia pada 2032.

Dalam riset tahunan tersebut menyebutkan pula, India akan bisa mengalahkan perekonomian Inggris dan Prancis di akhir tahun depan.

Laporan berjudul World Economic League Table itu menempatkan perekonomian India di urutan kelima pada 2018. Ini lebih tinggi dari Prancis yang berada di urutan keenam dan Inggris di urutan ketujuh.

Sebelumnya, CEBR memprediksi China akan menjadi perekonomian terbesar dunia pada 2031. Namun dengan kondisi pemerintahan Donald Trump yang dinilai tidak terlalu parah seperti yang prediksi sebelumnya, CEBR menurunkan prediksinya selama setahun.

"Karena dampak Presiden Trump terhadap perdagangan tidak terlalu parah seperti perkiraan, AS akan mempertahankan mahkota globalnya setahun lebih lama dari yang kami perkirakan dalam laporan terakhir," kata CEBR dalam laporannya seperti dikutip dari Dailymail, Kamis (28/12/2017).

Selain China, di tahun 2032 nanti India juga dinilai mampu menjadi negara dengan perekonomian terbesar ketiga di dunia. Diikuti dengan Jepang di peringkat empat dan Jerman di peringkat lima.

Negara-negara di Asia akan terus mendominasi perekonomian global dalam lima belas tahun mendatang.

Ekonom senior yang juga penulis laporan Oliver Kolodseike mengatakan, pada tahun 2032 tren menarik akan muncul yakni lima dari sepuluh ekonomi terbesar akan berada di Asia. Sementara ekonomi Eropa turun dari peringkat dan AS kehilangan posisi teratas.

"Teknologi dan urbanisasi akan menjadi faktor penting yang mengubah ekonomi dunia selama 15 tahun ke depan," tukas dia.

Jajak pendapat Reuters terhadap para ekonom pada akhir Oktober menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2018 tampaknya akan sedikit meningkat menjadi 3,6 persen. Lebih tinggi dari pertumbuhan tahun ini yang berada di angka 3,5 persen.

Sri Mulyani Beberkan Tantangan Ekonomi Global di 2018

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, meski ekonomi global disebut akan lebih di tahun depan, namun ada sejumlah hal yang harus menjadi perhatian.

"Perekonomian global, walaupun selama ini sudah disampaikan outlook 2018 akan lebih baik, namun masih terbayang beberapa resiko yang perlu diwaspadai. Juga perubahan-perubahan yang cukup fundamental," ujar dia di Jakarta, Senin (18/12/2017).

Hal pertama yang harus diwaspadai, lanjut Sri Mulyani, yaitu pemulihan ekonomi yang masih dibayangi oleh ketidakpastian. Kedua, restrukturisasi ekonomi di China yang berpotensi mempengaruhi perekonomian global.

"Pertama, pemulihan ekonomi itu sendiri yang selama ini masih dibayangi ketidakpastian. Kedua, restrukturisasi perekonomian di China yang sekarang terus menghadapi trade off antara stabilitas dan kontinuitas atau sustainability dengan kemampuan mereka adjust di dalam komposisi pertumbuhan ekonomi. Balancing yang dilakukan China akan memengaruhi seluruh dunia," jelas dia.

Ketiga, kebijakan ekonomi di Amerika Serikat (AS), terkait dengan pengumuman pengganti Janet Yellen dan arah kebijakan Federal Reserve ke depan.

"Meski selama ini komunikasi sudah cukup baik, namun dengan kepemimpinan yang baru tentu akan membawa juga beberapa perubahan pada cara komunikasi dan arahnya sendiri," kata dia.

Selain itu, lanjut Sri Mulyani, saat ini Amerika Serikat (AS) juga akan mengeluarkan kebijakan pajak baru. Hal ini dinilai cukup signifikan mengubah tarif pajak maupun insentif bagi pengusaha di Negeri Paman Sam.

"Secara internasional, perlu melihat arah kebijakan perpajakan di AS. Di Eropa walaupun sudah menunjukkan tanda pemulihan, namun secara politik jauh dari stabil. Kalau lihat di Jerman yang diasumsikan sebagai daerah paling stabil, belum mampu membentuk pemerintahan baru setelah pemilu. Proses Brexit yang sudah terjadi. Amerika, Eropa, dan China yang harus diperhatikan," tandas dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya