Menko Darmin Minta Pelaku Usaha Genjot Ekspor

Menko Darmin Nasution menuturkan, Kemenko Perekonomian dan Kemenperin kaji sektor industri yang perlu dikembangkan agar dongkrak ekspor.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 02 Jan 2018, 16:20 WIB
Diterbitkan 02 Jan 2018, 16:20 WIB
BI Resmi Luncurkan Gerbang Pembayaran Nasional
Menko Perekonomian Darmin Nasution memberi sambutan dalam acara launching Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) di Gedung BI, Jakarta, Senin (4/12). BI meresmikan GPN sebagai sistem pembayaran yang terintegrasi di Indonesia. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mendesak pelaku industri untuk genjot ekspor. Dia menilai, perekonomian negara saat ini belum banyak terbantu oleh kinerja ekspor di sektor industri yang dinilainya masih stagnan.

Darmin coba membuat perbandingan dengan negara-negara tetangga yaitu Malaysia dan Singapura, yang secara perekonomian maju akibat gencarnya aktivitas ekspor.

"Beberapa negara seperti Malaysia dan Singapura, yang secara pertumbuhan ekonomi rendah pada 2017, mulai meningkat karena sektor industrinya berorientasi pada ekspor," ujar dia di Gedung Bursa Efek Indonesia, Selasa (2/1/2018).

"Sementara kita, ekspor masih didominasi oleh hasil sumber daya alam. Itu belum bisa disandingkan dengan negara yang mengandalkan kegiatan ekspor dari sektor industri," tambah Darmin.

Darmin mengatakan, pemerintah di era Joko Widodo-Jusuf Kalla sudah mendorong adanya pertumbuhan di sektor industri. Namun begitu, langkah tersebut sempat terhambat karena perekonomian dunia yang tumbuh melambat pada tahun lalu.

"Kemenko Perekonomian bersama Kementerian Perindustrian (Kemenperin) kini sedang menyelidiki, sektor industri apa saja yang harus dikembangkan. Aktivitas ekspor untuk mendukung hal tersebut juga perlu ditingkatkan, bukan hanya menjadikannya sebagai kebutuhan dalam negeri," ujar dia.

Darmin Nasution menekankan berkali-kali, pentingnya peningkatan kinerja ekspor agar perekonomian Indonesia bisa tumbuh mengatasi ketertinggalan. "Kalau kita masih memakai produksi dari sektor industri untuk kebutuhan dalam negeri, perkembangannya tidak akan meningkat. Kita harus bisa mengekspor," ujar dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Tantangan RI Genjot Ekspor

Capai USD 15,09 Miliar, Ekspor Oktober Meningkat
Aktivitas bongkar muat di Jakarta International Contener Terminal (JICT),Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (16/11). Sejak tahun 2015, baru dua kali nilai ekspor Indonesia melampaui US$ 15 miliar per bulan. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Pemerintah berupaya mendorong pertumbuhan ekspor pada 2018. Peningkatan ekspor ini diharapkan menjadi salah satu penopang pertumbuhan ekonomi selain konsumsi dalam negeri dan investasi.

Pengamat Ekonomi Rofikoh Rokhim mengatakan, di tengah upaya pemerintah mendorong ekspor, ada sejumlah tantangan yang harus segera diselesaikan agar ini bisa berkontribusi lebih besar terhadap pertumbuhan ekonomi.

Tantangan pertama adalah tingginya biaya logistik di Indonesia. Saat ini, biaya logistik nasional masih besar 17 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Negara tetangga, seperti Malaysia hanya sekitar 8 persen, Singapura 6 persen, dan Filipina sebesar 7 persen.

"Bahkan Filipina yang macetnya minta ampun, biaya logistiknya lebih murah dari kita. Ini sama-sama negara kepulauan," ujar dia dalam Media Coaching Indonesia Eximbank di Batam, Kepulauan Riau, Kamis 7 Desember 2017.

Tantangan kedua, struktur dan prosedur birokrasi yang masing sering menimbulkan biaya tambahan. Dia menuturkan, saat ini pengurusan dokumen ekspor impor barang dari negara asal hingga negara tujuan masih menjadi tantangan bagi para pelaku usaha.

"Pelaku usaha mengalami kendala baik waktu, biaya hingga proses administrasi dalam mengurus berbagai dokumen ekspor impor barang menuju suatu negara," kata dia.

Tantangan ketiga, yaitu masih rendahnya produktivitas dan kualitas tenaga kerja Indonesia dibandingkan negara-negara tetangga. Hal ini membuat investor yang berorientasi ekspor memilih negara lain sebagai tempat untuk membangun pabriknya.

"Di Indonesia masih banyak demo-demo. Kemudian di negara lain seperti Vietnam juga upah tenaga kerjanya lebih murah," ujar dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya