Musim Hujan Jadi Pemicu Naiknya Harga Pangan di Jakarta

Bank Indonesia menjelaskan akibat beberapa kenaikan tersebut inflasi Jakarta pada Desember 2017 meningkat sesuai dengan pola musimannya.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 03 Jan 2018, 10:30 WIB
Diterbitkan 03 Jan 2018, 10:30 WIB
Inflasi
Pembeli membeli sayuran di pasar, Jakarta, Jumat (6/10). Dari data BPS inflasi pada September 2017 sebesar 0,13 persen. Angka tersebut mengalami kenaikan signifikan karena sebelumnya di Agustus 2017 deflasi 0,07 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah harga pangan di DKI Jakarta mulai naik pada Desember 2017. Sebut saja daging ayam, telur ayam dan cabai.

Bank Indonesia menjelaskan akibat beberapa kenaikan tersebut inflasi Jakarta pada Desember 2017 meningkat sesuai dengan pola musimannya. Inflasi Jakarta yang tercatat sebesar 0,65 persen (month to month atau mtm) meningkat tinggi dibanding bulan sebelumnya yang hanya mencapai 0,08 persen (mtm).

"Kenaikan musiman ini terutama berasal dari kelompok volatile food seiring dengan mulai berkurangnya pasokan bahan pangan akibat datangnya musim hujan, dan adanya kenaikan administered prices terutama transportasi seiring meningkatnya permintaan," kata Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta Doni P Joewono dalam keterangan tertulis, Rabu (3/1/2018).

Meningkatnya inflasi volatile food terutama disebabkan oleh naiknya harga daging ayam ras, telur ayam, dan cabai merah, masing-masing sebesar 4,91 persen (mtm), 9,91 persen (mtm) dan 17,34 perse (mtm).

Kenaikan harga daging ayam disebabkan oleh berkurangnya pasokan Day Old Chick (DOC), serta distribusi vaksin ayam yang belum merata. Pasokan telur ayam berkurang seiring dengan berkurangnya jumlah produksi telur saat musim hujan.

"Musim hujan juga turut berpengaruh terhadap pasokan hortikultura yang masuk ke Ibukota, karena hasil produksi di daerah produsen lebih mudah rusak karena faktor cuaca," tambah Doni.

Doni menuturkan, harga beras juga mengalami kenaikan (0,94 persen mtm), walau masih relatif terbatas, karena tanaman padi di beberapa daerah sentra masih dalam masa tanam, yang berdampak pada terbatasnya pasokan. Inflasi kelompok pengeluaran bahan makanan di Ibukota tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata tiga tahun sebelumnya.

Pada Desember 2017 kelompok bahan makanan mencatat inflasi sebesar 2,23 persen (mtm), sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata tiga tahun sebelumnya (2,09 persen mtm). Hal itu didorong oleh inflasi sub kelompok daging dan hasilnya, serta aneka bumbu.

"Namun, langkah BUMD lainnya seperti PD Dharma Jaya dalam mengelola pasokan daging sapi, serta pemanfaatan mesin controlled atmosphere storage oleh PD Pasar Jaya dalam mengendalikan harga hortikultura, menahan gejolak harga pangan lebih lanjut," tutur Doni. (Yas)

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Langkah Mendag Jamin Stok Pangan

Mendag Enggartiasto Lukita menggelar kunjungan kerja ke Cirebon, Minggu (31/12/2017). (Liputan6.com/Panji P)
Mendag Enggartiasto Lukita menggelar kunjungan kerja ke Cirebon, Minggu (31/12/2017). (Liputan6.com/Panji P)

Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita memastikan stok bahan pangan atau kebutuhan pokok menjelang Natal dan Tahun Baru dalam kondisi aman. Dengan ketersediaan pasokan yang cukup, diharapkan harga tetap stabil di pasaran.

"Kami sudah pantau satu per satu komoditas gula, minyak goreng, beras, daging. Semuanya tersedia, tidak usah khawatir, stok aman karena sudah mulai panen lagi, tidak ada paceklik," ujar dia di kantor pusat Alfamart Cikokol, Tangerang, Sabtu 18 November 2017.

Enggartiasto mengungkapkan, stok beras di Pasar Induk Cipinang, Jakarta Timur, berada di atas batas aman. Dari batas aman stok beras 30 ribu ton, kata dia, saat ini pasokannya mencapai 45 ribu ton beras.

"Jadi saya tidak takut sama sekali," ujar dia.

Upaya pengendalian harga, dia mengaku, telah menggelar operasi pasar (OP) untuk beras medium ke masyarakat. OP ini terus berlangsung sampai 2,5 bulan ke depan, dimulai sejak awal November 2017.

"Kita operasi pasar selama 2,5 bulan untuk beras medium. Berapa pun kebutuhannya kita akan gelontorin (beras)," Enggartiasto menerangkan.

Untuk stok daging, Mendag mengatakan, pemerintah sudah menggelontorkan 10 ribu ton daging asal India. Saat ditanya mengenai daging sapi atau kerbau, Enggartiasto justru menjawabnya dengan lelucon.

"Kerbau atau sapi apa bedanya? Tidak ada, begitu saya campur di masakan, tidak bisa milih mana sapi atau kerbau," ujarnya.

Dia mengatakan, daging sapi beku di toko ritel modern dijual Rp 80 ribu per kilogram (kg). "Harga daging sapi sudah Rp 80 ribu per kg di ritel modern, lebih sehat lagi," tutur Enggartiasto.

Menurutnya, pemerintah pusat telah mengumpulkan jajaran pemerintah provinsi untuk bersama memantau ketersediaan stok bahan pangan atau kebutuhan pokok menjelang Natal dan Tahun Baru.

"Untuk beberapa provinsi yang berpotensi mengalami peningkatan konsumsi tinggi, kita akan lebih besar pantauannya," jelasnya.

Sementara itu, terkait beberapa komoditas pangan yang sudah merangkak naik, seperti cabai dan daun ketumbar yang bahkan menembus harga Rp 100 ribu, Enggartiasto lagi-lagi tidak serius.

"Daun ketumbar bahan pokok bukan? Kalau cabai naik, ada cabai kering," tandasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya