Pemerintah Pilih Pertahankan Harga BBM dan Listrik, Kenapa?

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengatakan, laju inflasi tahun ini dibayang-bayangi oleh tekanan harga minyak dunia

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 03 Jan 2018, 18:44 WIB
Diterbitkan 03 Jan 2018, 18:44 WIB
BI Resmi Luncurkan Gerbang Pembayaran Nasional
Menko Perekonomian Darmin Nasution memberi sambutan dalam acara launching Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) di Gedung BI, Jakarta, Senin (4/12). BI meresmikan GPN sebagai sistem pembayaran yang terintegrasi di Indonesia. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah memutuskan mempertahankan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Premium, Solar bersubsidi dan tarif tenaga listrik pada periode 1 Januari-Maret 2018 meski harga minyak dunia terus merangkak naik. Tahun politik menjadi salah satu pertimbangan harga BBM dan listrik tidak naik.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengatakan, laju inflasi tahun ini dibayang-bayangi oleh tekanan harga minyak dunia.

Mengutip Reuters, Rabu 3 Januari 2018, harga minyak mentah berjangka AS atau West Texas Intermediate (WTI) diperdagangkan 20 sen lebih rendah pada kisaran US$ 60,22 per barel. Pada awal perdagangan WTI sempat mencapai US$ 60,74 per barel, tertinggi sejak Juni 2015.

Namun, kenaikan harga minyak dunia belum mengubah keputusan pemerintah untuk menyesuaikan harga BBM dan tarif listrik di periode berikutnya.

"Kalau bicara tekanan inflasi, administer prices yang lebih besar karena harga minyak mentah sudah naik jauh. Tapi apakah pemerintah akan melakukan itu (menaikkan harga BBM dan tarif listrik), nanti dulu. Apakah pemerintah akan mengubahnya, belum tentu," kata Darmin di kantornya, Jakarta, Rabu (3/1/2018).

Pemerintah, diungkapkan Darmin, belum membuat kesepakatan untuk menaikkan harga BBM jenis Premium dan Solar bersubsidi maupun tarif tenaga listrik apabila harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) berada pada level tertentu.

"Belum ada kesepakatan soal itu," tegas mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) ini.

Saat ditanyakan alasan pemerintah belum berani mengerek harga BBM dan tarif listrik di 2018 untuk menyesuaikan ICP maupun harga minyak mentah dunia karena mempertimbangkan tahun politik, Darmin membenarkannya.

"Itu (tahun politik) termasuk dipertimbangkan, sehingga kami tidak buat peraturan yang fix. Tergantung situasinya juga," tutur dia.

Terkait beban keuangan PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero) yang semakin berat karena keputusan pemerintah tersebut, eks Dirjen Pajak ini tidak mau ambil pusing. Dia menganggap keputusan itu adalah pilihan. Namun, bukan berarti pemerintah mengorbankan dua Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu.

"Itu namanya pilihan-pilihan kebijakan, pasti ada pengaruhnya. Mana yang dipilih atau keputusan kebijakannya tidak bisa dijawab sekarang. Yang pasti tidaklah (mengorbankan Pertamina dan PLN), itu bisa saja nanti ada solusinya," kata Darmin.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

BI Waspadai Harga Minyak pada 2018

20151007-Ilustrasi Tambang Minyak
Ilustrasi Tambang Minyak (iStock)

Di lokasi yang sama, Gubernur Bank Indonesia (BI), Agus Martowardojo mengatakan, faktor harga minyak dunia merupakan komoditas yang perlu diwaspadai di 2018. Alasannya, BI menargetkan inflasi berada di kisaran 3,5 plus minus 1 persen. Sementara pemerintah mematok inflasi 3,5 persen di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018.

"Inflasi 3,5 plus minus 1 persen masih dalam kisaran yang bisa kita capai di 2018. Tapi faktor harga minyak dan harga pangan harus diwaspadai betul. Pemerintah tidak berencana mengubah subsidi BBM di 2018, sehingga risiko (inflasi tinggi) dapat terkendali," terangnya.

Agus memperkirakan, rata-rata ICP sepanjang tahun ini akan berada di kisaran US$ 52 sampai US$ 55 per barel. Dalam APBN 2018, pemerintah mematok ICP sebesar US$ 48 per barel.

"Kalau harga minyak naik secara APBN baik, karena ada penerimaan yang bersumber dari minyak. Ini membuat semua rencana spending anggaran, khususnya konsumsi pemerintah dan pemberian bantuan sosial bisa direalisasikan. Ini bagus bagi pertumbuhan ekonomi," tuturnya.

Agus meyakini, masalah kerugian Pertamina dan PLN akibat kebijakan tidak naiknya harga BBM dan tarif listrik di 2018 akan dikelola dan diawasi secara baik oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Keuangan, dan Kementerian BUMN.

"Ya (Pertamina dan PLN merugi) tapi kan ada di pengelolaan yang tidak akan dilepas pemerintah lewat Kementerian BUMN, Kemenkeu, dan ESDM. Saya yakin harga minyak yang perlu diwaspadai dengan pengelolaan prudent, maka inflasi bisa terjaga di 3,5 plus minus 1 persen," tukas mantan Menteri Keuangan itu.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya