Liputan6.com, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menginisiasi pembentukan Badan Usaha Khusus (BUK) Minyak dan Gas (Migas). Hal tersebut tertuang dalam revisi Undang-Undang (UU) Migas Nomor 22 Tahun 2001.
Anggota Komisi VII DPR RI, Kurtubi mengatakan, BUK nantinya menjadi wadah integrasi yang di dalamnya terdapat PT PGN (Persero) Tbk, PT Pertamina (Persero), SKK Migas dan BPH Migas.
Advertisement
Baca Juga
"Rencana tersebut sudah dituangkan dalam draf revisi UU Migas dan sudah diserahkan kepada Badan Legislasi (Baleg) untuk diselesaikan," ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (14/2/2018).
Oleh sebab itu, lebih baik rencana Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk membentuk holding (perusahaan induk) migas menunggu revisi UU Migas tersebut rampung.
“Akan jauh lebih baik bagi kepentingan negara apabila pembentukan holding menunggu selesainya Revisi UU Migas," kata dia.
Holding Tak Perlu Dipaksakan
Kurtubi melanjutkan, sebenarnya holding migas juga tidak perlu dipaksakan untuk dibentuk dalam waktu dekat. Hal ini mengingat masih belum adanya payung hukum yang menaungi holding tersebut.
“Ya harus tunggu Revisi UU migas yang saat ini sudah berada di Baleg DPR. Kalau holding migas dipaksakan sekarang, tidak ada payung hukumnya,” ungkap dia.
Namun demikian, Kurtubi menilai langkah pembentukan perusahaan induk (holding) perusahaan migas pelat merah ini sebagai langkah efisiensi bisnis. Sebab, nantinya pengerjaan infrastruktur tak akan lagi saling tumpang tindih.
“Mestinya akan lebih efisien karena ada pekerjaan atau kegiatan infrastruktur yang tidak lagi tumpang tindih,” tandas dia.
Advertisement
Legalitas Holding BUMN Migas
Sebelumnya, sspek legalitas holding badan usaha milik negara (BUMN) migas tidak lama lagi akan terpenuhi. Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) holding migas sejauh ini sudah ditandatangani oleh para menteri terkait dan hanya tinggal menunggu Presiden Joko Widodo membubuhkan persetujuan.
"(RPP) Sudah dapat paraf semua menteri terkait dan diajukan ke Presiden lewat Setneg (sekretariat Negara). Setelah ditandatangani Presiden, jadi PP," kata Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media, Harry Fajar Sampurno pada 2 Februari 2018.
Nantinya, setelah PP terbit, aspek legal pembentukan holding hanya tinggal dilanjutkan dengan penandatanganan akta inbreng saham.
"Tapi dari aspek korporasi setelah PP nanti harus dibuat Keputusan Menkeu mengenai nilai pengalihan," ucap Harry.