Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memastikan bahwa defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 tetap aman terkendali meskipun digoyang pelemahan rupiah.
Pemerintah mematok defisit fiskal senilai Rp 325,9 triliun atau setara 2,19 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Advertisement
Baca Juga
Sri Mulyani mengatakan, pemerintah akan memantau pos-pos penerimaan dan belanja di APBN yang berpotensi terdampak pelemahan rupiah, kenaikan suku bunga, dan harga minyak dunia.
"Sampai hari ini dengan adanya sensitivitas kurs rupiah, suku bunga, harga minyak, defisit APBN di 2018 masih akan tetap terjaga di 2,19 persen sesuai UU APBN," kata dia di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (26/4/2018).
Sri Mulyani bahkan memperkirakan defisit fiskal tahun ini bisa lebih rendah dengan melihat potensi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berasal dari minyak. Penerimaan itu bisa mengompensasi pelemahan pendapatan dari sisi pajak.
"Dengan fondasi fiskal kita yang kuat, defisit terjaga, kebijakan moneter yang terus dijaga fleksibilitasnya, akan bisa menjaga kepercayaan masyarakat," kata dia.
Kemenkeu, Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang merupakan anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) akan saling berkoordinasi dengan perubahan dinamika di perekonomian global dan mengantisipasinya secara bersama.
"Kita akan antisipasi dalam konteks pergerakan kebijakan (AS) ini terhadap mata uang dolar AS dan suku bunga mereka. Kita akan lihat kebijakan makro di Indonesia," ucap Sri Mulyani.
Peluang Genjot Ekspor
Sri Mulyani mengungkapkan, pelemahan rupiah terhadap dolar AS dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki daya saing dan mendorong kinerja ekspor Indonesia. Pemerintah akan mengevaluasi komoditas atau produk manufaktur yang bisa ditingkatkan daya saing ekspornya.
"Kita perlu mengambil manfaat, karena ekspor kita harus dipacu lebih bagus. Kesempatannya adalah hari ini, mumpung pertumbuhan ekonomi global masih positif, permintaan dari negara lain pun masih ada," paparnya.
Memacu ekspor diharapkan dapat mempersempit defisit transaksi berjalan karena ekspor akan meningkat, sementara impor menjadi lebih mahal.
"Kompetitif ekspor produk manufaktur harus dipacu karena komoditas bahan mentah memiliki elastisitas yang tidak terlalu tinggi," pungkas Sri Mulyani.
Advertisement