Selain Pembangkit Listrik, Proyek Infrastruktur Juga Berpotensi Ditunda

Penundaan setiap proyek bisa dilakukan selama 6 tahun, tergantung kebutuhan Indonesia terhadap proyek tersebut.

oleh Merdeka.com diperbarui 14 Sep 2018, 15:00 WIB
Diterbitkan 14 Sep 2018, 15:00 WIB
Proyek Infrastruktur Terdampak Melemahnya Nilai Tukar Rupiah
Jajaran tiang beton proyek LRT di Jakarta, Kamis (6/9). Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berdampak terhadap proyek infrastruktur karena sebagian bahan baku serta teknologi diimpor. (Merdeka.com/Imam Buhori)

Liputan6.com, Jakarta Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta para jajarannya untuk mengevaluasi proyek infrastruktur yang banyak memakai bahan baku impor. Langkah ini demi menghemat devisa dan memperkuat Rupiah.

Menteri Kooordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, sampai saat ini baru proyek kelistrikan yang berpotensi untuk ditunda. Namun tidak menutup kemungkinan proyek lain yang tidak mendesak akan ditunda pembangunannya.

"Bisa juga yang lain, syaratnya dia masih persiapan," ujar Menko Darmin saat ditemui di Kantor Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Jakarta, Jumat (14/9/2018).

Dia mengatakan, dalam penetapan penundaan pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) pemerintah akan mengkaji secara keseluruhan perkembangannya. Untuk proyek yang telah financial closing tidak akan diganggu gugat.

"Jadi ini dipilih, makanya kalau cepat-cepat susah juga, kita satu dua sudah tau tapi nanti dulu lah, yang penting belum financial closing, kalau sudah financial closing nanti dia marah yang investasi," jelasnya.

Menko Darmin melanjutkan, penundaan setiap proyek bisa dilakukan selama 6 tahun, tergantung kebutuhan Indonesia terhadap proyek tersebut.

"Kalau perlu sampai 5 sampai 6 tahun ya 5 sampai 6 tahun, artinya tergantung kebutuhannya. Kalau di listnya ada 10 atau 12 misalnya, ini misalnya, tahun depan itu 2, tahun depannya 2, tahun depannya 3, boleh jadi 5 sampai 6 tahun," jelasnya.

Mantan Direktur Jenderal Pajak tersebut menambahkan, hingga saat ini pemerintah masih terus mematangkan rencana penundaan ini. Pengumuman penundaan akan diumumkan secara langsung dan tidak bertahap.

"Memang kita masih konsiolidasi mengenai itu karena harus dihitung ditundanya berapa lama. Setiap proyek itu kan enggak bisa rame-rame ditunda lima tahun. Nanti tahun ketiga kurang gimana? Misal listrik gitu ramai-ramai digeser 5 tahun kemudian tahun ketiga kurang dari sekarang, terus diapain? baru sibuk nyari? repot itu namanya. Jadi satu per satu dihitung," tandasnya.

Kementerian ESDM Tunda Proyek Pembangkit Listrik 15,2 Giga Watt

Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) Sambera berkapasitas 2x20 Mega Watt (MW). (Agustina Melani/Liputan6.com)
Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) Sambera berkapasitas 2x20 Mega Watt (MW). (Agustina Melani/Liputan6.com)

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memutuskan untuk menunda pembangunan pembangkit listrik dengan kapasitas 15,2 giga watt (GW). Langkah ini dalam rangka menekan impor komponen di sektor energi.

Menteri ESDM Ignasius Jonan mengatakan, proyek pembangkit listrik 15,2 GW tersebut merupakan bagian dari megaproyek 35 ribu MW. Proyek-proyek yang digeser waktu pelaksanaannya merupakan proyek yang belum mendapatkan pendanaan untuk pembangunannya.

"Proyek listrik ini dari 35 ribu MW yang belum financial close dan sudah digeser ke tahun berikutnya itu mencapai 15,2 GW. Ini memang sebelumnya 15,2 GW diharapkan selesai di 2018. Sekarang ditunda, ada yang sampai 2021, ada yang sampai 2026. Tapi bukan dibatalkan," ujar dia di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (4/9/2018).

Dia menjelaskan nilai investasi dari proyek-proyek yang ditunda tersebut mencapai USD 25 miliar. Namun demikian, dengan adanya penundaan ini diharapkan dapat menekan beban impor, khususnya ditengah pelemahan rupiah seperti sat ini.

"Dengan pergeseran ini tentu tekanan untuk pengadaan untuk barang impor berkurang. Biasanya TKDN-nya itu 20 persen-40 persen. Ada sih yang 50 persen. Investasinya USD 24 miliar-USD 25 miliar. Kapasitas pembangkit yang ditunda secara total yang COD-nya harusnya 2019 mungkin bisa kurangi beban impor kira-kira sampai USD 8 miliar-USD 10 miliar," jelas dia.

‎

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya