Hilirisasi Batu Bara, Holding Tambang akan Gandeng Perusahaan Amerika

Proyek hilirasi batu bara merupakan upaya Indonesia untuk menekan impor di komoditas ini.

oleh Bawono Yadika diperbarui 28 Okt 2018, 18:29 WIB
Diterbitkan 28 Okt 2018, 18:29 WIB
Penambang Batu Bara di Bengkulu Tunggak Royalti Ratusan Miliar
Tak tanggung-tanggung, nilai tunggakan pembayaran tersebut mencapai Rp 100 miliar.

Liputan6.com, Bontang - PT Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Pertamina (Persero) dan Perusahaan Gas Industri Amerika Serikat (AS) Air Products and Chemical Inc akan menandatangani kerja sama hilirasasi proyek di sektor batubara di New York, Amerika Serikat (AS).

Ini diungkapkan Direktur Utama PT Inalum selaku induk dari holding BUMN tambang, Budi Gunadi Sadikin.

Namun dia belum memaparkan secara detail waktu realisasi dan nilai investasi yang diperoleh Indonesia dalam proyek kerja sama hilirisasi batu bara tersebut kedepan. Nantinya, hilirisasi batubara itu diharapkan dapat mengubah batu bara menjadi synthetis gas (syngas).

"Bulan depan tanda tangan di New York antara PTBA, Pertamina, dan Air Products. Itu untuk hilirisasi batu bara jadi syngas dan Dymethyl Ether (DME)," tutur dia di Bontang, Kalimantan Timur, Minggu (28/10/2018).

Budi menjelaskan, proses perubahan batu bara menjadi DME penting mengingat komoditas tambang ini dapat dioptimalkan menjadi pupuk, urea, serta bahan baku plastik dari polypropylene.

Selain itu, proyek hilirasi batu bara merupakan upaya Indonesia untuk menekan impor di komoditas ini, sekaligus dalam rangka memenuhi kebutuhan batu bara dalam negeri terlebih dahulu.

"Jadi selain syngas, batu bara juga bisa dijadikan untuk listrik, pupuk urea, polyprophiline dan DME mirip sama LPG, jadi ini menarik," jelasnya.

Sebagai informasi, proyek hilirisasi batu bara ini merupakan bagian dari serangkaian proyek-proyek besar hilirisasi pertambangan Inalum yang senilai USD 10 miliar atau Rp 150 triliun (Kurs 1 USD=Rp 15.000).

Inalum Garap Proyek Hilirisasi Tambang Senilai Rp 150 Triliun

Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin. Foto: Liputan6.com/Bawono Yadika
Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin. Foto: Liputan6.com/Bawono Yadika

Holding Industri Pertambangan (HIP) PT Inalum (Persero) terus mendorong terwujudnya hilirisasi produk sektor pertambangan dalam negeri. Hal itu sebagai salah satu upaya mengurangi ketergantungan dengan pihak asing.

Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin mengatakan, perseroan akan bekerjasama dengan berbagai pihak untuk merealisasikan proyek-proyek besar bernilai lebih dari USD 10 miliar atau Rp 150 triliun (kurs 1 USD=Rp 15.000).

“Beberapa proyek besar ini langkah nyata kami mendukung terjadinya nilai tambah produk di sektor tambang dan upaya mendukung penghematan devisa negara,” tutur dia di Bontang, Minggu (28/10/2018).

Kata Budi, beberapa kerjasama dengan BUMN dan pihak swasta pun telah ditandatangani dan siap berjalan. Adapun sejumlah proyek hilirisasi yang sudah bergulir antara lain di segmen aluminium, bauksit dan batubara.

Budi melanjutkan, proses hilirisasi di sektor tambang membawa dampak besar bagi Indonesia, terutama dalam mengurangi defisit transaksi berjalan (CAD) yang menimpa Indonesia.

"Jadi hilirisasi bakal bisa berperan meningkatkan balance payment kita dan memperkuat rupiah," jelasnya.

Selain itu, Inalum saat ini tengah dalam proses mengembangkan sayap ke Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara, untuk mendirikan pabrik alumunium primer dengan kapasitas 500 kilo ton pertahun, beserta pembangkit listrik tenaga air dengan memanfaatkan sungai Kayan.

"Dengan nilai proyek sebesar USD 6 miliar, ekspansi ke provinsi ini diharapkan dapat dimulai pada tahun depan," ujarnya.

Budi menjelaskan, Inalim bersama anggota HIP PT ANTAM Tbk dan produsen alumina terbesar kedua di dunia Aluminum Corporation of China Ltd (CHALCO) akan bekerja sama membangun pabrik pemurnian untuk memproses bauksit menjadi alumina, yang merupakan bahan baku utama untuk membuat aluminium ingot.

Adapun Inalum merupakan produsen aluminium ingot satu-satunya di Indonesia.

Sebagai informasi, konstruksi proyek yang berlokasi di Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat, ini dilakukan dalam 2 tahap dengan total kapasitas produksi 2 juta metrik ton alumina. Investasi untuk membangun pabrik tahap 1 tersebut diperkirakan sekitar USD 850 juta dan di targetkan mulai produksi pada 2021.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya