BI Antisipasi Kenaikan Suku Bunga Global

Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menaikkan Bank Indonesia (BI) 7-day Reverse Repo Rate jadi 6 persen.

oleh Merdeka.com diperbarui 15 Nov 2018, 16:55 WIB
Diterbitkan 15 Nov 2018, 16:55 WIB
Tukar Uang Rusak di Bank Indonesia Gratis, Ini Syaratnya
Karyawan menghitung uang kertas rupiah yang rusak di tempat penukaran uang rusak di Gedung Bank Indonessia, Jakarta (4/4). Selain itu BI juga meminta masyarakat agar menukarkan uang yang sudah tidak layar edar. (Merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta - Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menaikkan Bank Indonesia (BI) 7-day Reverse Repo Rate atau suku bunga acuan sebesar 25 basis point (bps) menjadi 6,00 persen pada November 2018.

BI juga menaikkan suku bunga deposit facility sebesar 25 bps menjadi 5,25 persen dan lending facility menjadi 6,75 persen.

Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo menyebutkan, keputusan menaikkan suku bunga acuan tersebut sebagai langkah lanjutan Bank Indonesia untuk memperkuat  upaya menurunkan defisit transaksi berjalan atau current account defisit (CAD) ke dalam batas yang aman.

Selain itu, keputusan menaikkan suku bunga tersebut juga sebagai langkah antisipasi adanya perang suku bunga antar negara dengan suku bunga secara global diprediksi naik.

"Kenaikan suku bunga kebijakan tersebut juga untuk memperkuat daya tarik aset keuangan domestik dengan mengantisipasi kenaikan suku bunga global dalam beberapa bulan ke depan," kata Perry di kantornya, Kamis (15/11/2018).

Perry juga menjelaskan, untuk meningkatkan fleksibilitas dan distribusi likuiditas di perbankan, Bank Indonesia menaikkan porsi pemenuhan GWM Rupiah Rerata (konvensional dan syariah) dari 2 persen menjadi 3 persen serta meningkatkan rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial/PLM (konvensional dan syariah) yang dapat direpokan ke Bank Indonesia dari 2 persen menjadi 4 persen, masing-masing dari Dana Pihak Ketiga (DPK).

Di bidang kebijakan makroprudensial, Bank Indonesia juga mempertahankan rasio Countercyclical Capital Buffer (CCB) sebesar 0 persen dan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) pada target kisaran 80-92 persen.

"Ke depan, Bank Indonesia akan mengoptimalkan bauran kebijakan guna memastikan tetap terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Bank Indonesia juga akan memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait untuk menjaga stabilitas ekonomi dan memperkuat ketahanan eksternal," tutur dia.

"Termasuk untuk mengendalikan defisit transaksi berjalan sehingga menurun menuju kisaran 2,5 persen PDB pada 2019. Bauran kebijakan Bank Indonesia dan Pemerintah diyakini akan dapat mengelola dampak perubahan ekonomi global sehingga perekonomian tetap berdaya tahan di tengah ketidakpastian global," tambah dia.

 

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com

Suku Bunga Cenderung Naik pada 2019

Suku Bunga
Ilustrasi Foto Suku Bunga (iStockphoto)

Sebelumnya,  2019 diprediksi menjadi tahun dengan tren suku bunga naik imbas dari AS yang agresif melakukan kenaikan suku bunga di negaranya.

Beberapa negara di kawasan regional diperkirakan berlomba menaikkan suku bunga acuannya guna menarik dana untuk menjaga likuiditas.

Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Dody Budi Waluyo menyebutkan pihaknya belum dapat menentukan apakah Indonesia akan mengikuti tren suku bunga naik atau tetap.

"Jadi tentunya kami belum bisa bilang suku bunga akan naik atau turun atau tetap, tapi tergantung pada assessment ke depan. Sebentar lagi akan ada Rapat Dewan Gubernur, kelihatan nanti di hasil rapat," kata Dody di Hotel Pullman, Jakarta, Selasa 6 November 2018.

Dia menyatakan, BI akan melihat semua faktor dan perkembangan yang terjadi, baik global maupum domestik.

"Yang lebih penting forward looking-nya bagaimana kami melihat risiko, proyeksi ke depan untuk kebijakan makro. Jadi stance kebijakan sendiri apakah kami akan mengubah posisi dari suku bunga? Sangat data dependent," ujarnya.

Selain itu, kondisi ekonomi global terutama adanya perang dagang diduga akan sangat berpengaruh. Kondisi tersebut akan sangat ditentukan oleh hasil pertemuan  pertemuan Presiden AS Donald Trump dengan Presiden China Xi Jinping.

"Kami lihat dulu outlook globalnya seperti apa, apakah tekanan trade itu akan semakin tinggi atau hasil dari pertemuan itu konteksnya lebih positif, jadi itu nanti akan pengaruhi negara-negara lain dalam mengambil posisi. Jadi ini sangat dinamis dari waktu ke waktu," ujar dia.

 

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya