BI Tak Perlu Ikuti Jejak The Fed Naikan Suku Bunga Acuan di Desember

Pasar terus menanti-nanti sekaligus mengantisipasi langkah terbaik guna merespon sentimen yang diramal bakal terjadi.

oleh Bawono Yadika diperbarui 20 Nov 2018, 20:34 WIB
Diterbitkan 20 Nov 2018, 20:34 WIB
Tukar Uang Rusak di Bank Indonesia Gratis, Ini Syaratnya
Karyawan menghitung uang kertas rupiah yang rusak di tempat penukaran uang rusak di Gedung Bank Indonessia, Jakarta (4/4). Selain itu BI juga meminta masyarakat agar menukarkan uang yang sudah tidak layar edar. (Merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta Bank sentral Amerika Serikat (The Fed) diprediksi akan kembali menaikkan suku bunga acuan pada akhir Desember nanti. Ini membuat pasar terus menanti-nanti sekaligus mengantisipasi langkah terbaik guna merespon sentimen yang diramal bakal terjadi.

Ketua Komite Tetap ICT Agribisnis Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Andi Bachtiar menilai, pengusaha cukup antisipatif terkait prediksi kenaikan suku bunga acuan The Fed.

Pengusaha bahkan merespon hal baik atas keputusan Bank Indonesia (BI) yang telah menaikan suku bunga BI 7-day Reverse Repo Rate (BI 7DRR) menjadi 6 persen.

"Kebijakan BI itu ialah dalam rangka menahan laju pelemahan rupiah terhadap dolar AS. Bagi pengusaha tentu positif dan itu perlu dari aspek stabilitas nilai tukar," ucapnya saat dihubungi Liputan6.com, Selasa (20/11/2018).

Bachtiar menjelaskan, pengusaha akan terus menyesuaikan perubahan kurs nilai tukar rupiah ke depan. Ini sebagai salah satu upaya tindakan preventif dari pengusaha.

"Langkah-langkah pelaku usaha ialah penyesuaian terhadap asumsi nilai kurs, sebagaimana pemerintah dalam APBN mengubah asumsi kurs rupiah per dollar AS," ujarnya.

"Jadi saya kira pelaku usaha tentu sudah menyiapkan langkah-langkah antisipatif dan penyesuaian-penyesuaian," dia menambahkan.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Ekonom Lain

Suku Bank Bank
Ilustrasi Foto Suku Bunga (iStockphoto)

Sementara itu, Ekonom Insitute For Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira menyatakan, dari sisi pengusaha, biaya produksi akan terkena dampak jika BI kembali menaikan suku bunga acuannya dalam waktu dekat.

"Jika BI naikan suku bunga kembali mengikuti the Fed maka dampaknya bunga yang terus naik membuat cost of borrowing dari pelaku usaha semakin mahal. Imbasnya ke biaya produksi," terangnya.

Kata Bhima, efeknya, pengusaha akan membeli bahan baku dengan kredit modal kerja. Setiap ada kenaikan bunga, lanjutnya, maka akan di transfer ke biaya pokok produksi yang akhirnya dijadikan harga jual.

"Dengan ini konsumen mulai berhemat, menahan belanja, yang ujungnya pertumbuhan ekonomi yang 56 persen nya ditopang konsumsi akan terganggu," ungkapnya.

Oleh sebab itu, Bhima menilai, BI tidak perlu reaktif melihat kemungkinan the Fed untuk menaikan suku bunga acuan.

"Saya kira sudah cukup dengan naik jadi 6 persen. Jangan sampai BI terlalu agresif tapi ternyata Fed nanti kasih kejutan tidak naikan bunga. Jadi lebih baik hold dulu sampai pengumuman Fed sekitar 19 Desember nanti," tandas Bhima.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya