Cara Kementerian BUMN Genjot Produksi Gula Nasional

Dalam kurun 2016-2019 investasi pabrik gula BUMN mencapai Rp 4,7 Triliun.

oleh Nurmayanti diperbarui 29 Nov 2018, 10:52 WIB
Diterbitkan 29 Nov 2018, 10:52 WIB
Pabrik gula milik PTPN. Dok Kementerian BUMN
Pabrik gula milik PTPN. Dok Kementerian BUMN

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mendorong percepatan program revitalisasi pabrik-pabrik gula yang dikelola PT Perkebunan Nusantara Grup dan PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero). Percepatan ini dinilai perlu dilakukan demi meningkatkan produksi dan memenuhi kebutuhan gula dalam negeri.

Deputi Bidang Usaha Industri Agro dan Farmasi Kementerian BUMN, Wahyu Kuncoro mengatakan, revitalisasi yang dilakukan meliputi peningkatan efisiensi, kapasitas giling, perbaikan kualitas gula, hingga hilirisasi produk.

Hal tersebut dinilai penting dilakukan untuk mendukung program ketahanan pangan dan swasembada gula nasional yang dicanangkan oleh Pemerintah.

"Langkah tersebut akan memangkas biaya produksi gula BUMN sehingga gula dapat dijual dengan harga yang lebih terjangkau bagi masyarakat. Namun tanpa mengesampingkan upaya peningkatan kesejahteraan petani, mitra, karyawan, maupun keuntungan perusahaan negara," kata Wahyu.

Dia menerangkan, produksi gula BUMN hingga saat ini tercatat sekitar 1,16 juta ton, terdiri dari produksi gula PTPN Group sebanyak 856 ribu ton, PT RNI 271 ribu ton dan PT Gendhis Multi Manis (GMM) sebesar 35,5 ribu ton.

Gula tersebut masing-masing dihasilkan dari area tebu yang tertebang seluas 224 ribu hektar, terdiri dari 172 ribu hektar area tebu PTPN Group, 46,2 ribu hektar area RNI dan 5,5 ribu hektar lahan GMM.

"Produksi gula BUMN tahun ini diproyeksikan sebanyak 1,19 juta ton atau meningkat dibanding tahun lalu yang hanya 1,16 juta ton. Dalam 5 tahun ke depan, sesuai dengan roadmap gula BUMN, produksi gula BUMN diproyeksikan dapat meningkat menjadi 3,2 juta ton," terang dia.

Beberapa pabrik gula PTPN Grup pun tengah ditransformasikan proses produksinya dari sulfitasi menjadi Defikasi Remelt Karbonatasi.

Kemudian kapasitas lima pabrik juga telah ditingkatkan dari semula 20 ribu ton tebu per hari (TCD) menjadi 32 ribu TCD. Terdapat peningkatan kapasitas sebesar 12 ribu ton.

Selain itu, dalam rangka memperbaiki permodalan dan memaksimalkan potensi bisnis, PTPN Grup tengah mengembangkan hilirisasi produk tebu menjadi Bio-ethanol.

Di mana PTPN X mulai 2019 akan mengkonversi fuel grade Bio-ethanol menjadi extra neutral alcohol (ENA) atau industrial grade Bio-ethanol berkapasitas 100 Kiloliter Per Day (KLPD) dan fermentasi ampas tebu atau fermented bagasse pellet yang dapat digunakan sebagai bahan bakar, sebesar 3 juta ton per hari.

Begitu pun dengan PTPN XI, akan merevitalisasi pabrik etanol teknis dengan kapasitas 15 KLPD menjadi industrial grade Bio-ethanol dengan kapasitas 100 Kiloliter per hari.

“Inovasi produk turunan tebu tersebut dalam rangka meningkatkan nilai tambah produk, meningkatkan daya saing di kawasan ASEAN, meningkatkan kinerja keuangan hingga kontribusi pada pendapatan negara,” ujar Wahyu.

Tidak hanya itu, sebagai BUMN, PTPN juga memiliki peranan dalam menjalin kemitraan dengan petani tebu, sebagai upaya meningkatkan kualitas hidup para petani. Hingga saat ini, pabrik gula BUMN menjadi pionir dalam membangun kemitraan yang ideal dengan petani tebu. Sekitar 90 persen pabrik gula BUMN di Jawa menggiling tebu petani dengan mekanisme bagi hasil.

 

Investasi

Pabrik gula milik PTPN. Dok Kementerian BUMN
Pabrik gula milik PTPN. Dok Kementerian BUMN

Executive Vice President Holding PTPN Aris Toharisman menambahkan bahwa pola-pola perbaikan hubungan kemitraan pun terus dilakukan oleh perseroan, baik dalam penyediaan sarana produksi dan panen serta dukungan pendanaan lewat program kemitraan dan bina lingkungan (PKBL).

“Bahkan, PTPN Grup dan RNI juga telah bersinergi dengan Perum Bulog, dimana pada musim giling 2018 telah menyalurkan penjualan gula tani ke Bulog dengan harga Rp 9.700 per kg,” ujar Aris.

Ia menerangkan, dalam kurun 2016-2019 investasi pabrik gula BUMN mencapai Rp 4,7 Triliun. Beberapa pabrik bisa menghasilkan gula kualitas premium yang memenuhi standar industri makanan dan minuman.

Sementara pabrik-pabrik yang berkapasitas kecil, berada di perkotaan dan pemukiman padat, serta kesulitan pasokan tebu, dialihfungsikan untuk sentra komersial lainnya seperti agrowisata dan properti.

Pabrik gula BUMN senantiasa menempati ranking rendemen (kandungan gula) tertinggi. Pada tahun 2017, 7 dari 10 pabrik dengan rendemen tertinggi adalah yang dikelola oleh BUMN (rekap data 2018 belum selesai karena masih ada PG yang giling). Rendemen sendiri merefleksikan perpaduan kinerja sektor tanaman dan pabrik.

“Semakin tebu berkualitas dan semakin tinggi efisiensi pabrik, maka rendemen pun semakin besar. Gambaran ini menunjukkan bahwa kinerja pabrik gula BUMN relatif baik, bahkan dibandingkan dengan pabrik gula lain yang relatif masih baru,” tutup Aris.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya