Kekhawatiran Ekonomi Global Bikin Harga Minyak Merosot

Harga minyak melemah hampir dua persen seiring investor khawatir terhadap melambatnya pertumbuhan ekonomi global.

oleh Agustina Melani diperbarui 12 Jan 2019, 05:32 WIB
Diterbitkan 12 Jan 2019, 05:32 WIB
20151007-Ilustrasi Tambang Minyak
Ilustrasi Tambang Minyak (iStock)

Liputan6.com, New York - Harga minyak melemah hampir dua persen seiring investor khawatir terhadap melambatnya pertumbuhan ekonomi global.

Kekhawatiran tersebut juga menghentikan kenaikan selama sembilan hari berturut-turut yang dipicu harapan negosiasi perdagangan China-Amerika Serikat (AS).

Harga minyak mentah berjangka Brent turun USD 1,2 menjadi USD 60,48 per barel. Harga minyak tersebut merosot 1,95 persen. Harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) susut USD 1 atau 1,9 persen menjadi USD 51,59 per barel.

Akan tetapi, pada pekan ini, harga minyak Brent naik sekitar enam persen. Sedangkan harga minyak WTI menguat sekitar 7,6 persen. Harga minyak acuan Brent membukuan reli sembilan hari berturut-turut sejak September 2017. WTI juga mencapai kenaikan selama sembilan hari berturut-turut untuk kalahkan rekor 2010.

Meningkatnya harapan negosiasi perdagangan AS-China mendukung pasar pada awal pekan ini. Tiga hari perundingan antara kedua negara adikuasa ekonomi itu berakhir pada Rabu tanpa pengumuman konkret. Namun, diskusi tingkat tinggi dapat diselenggarakan pada akhir Januari 2019.

"Setelah beberapa hari lebih tinggi, pasar hanya mengambil nafas sebentar (harga minyak melemah-red)," ujar Tony Headrick, Analis CHS Hedging LLC, seperti dikutip dari laman Reuters, Sabtu (12/1/2019).

 

Pelaku Pasar Berhati-hati

Ilustrasi tambang migas
Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)

Pelaku pasar pun tetap berhati-hati seiring rangkaian data ekonomi baru-baru ini yang menimbulkan kekhawatiran mengenai perlambatan ekonomi global.

China juga akan menetapkan target pertumbuhan ekonomi lebih rendah 6-6,5 persen pada 2019 dibandingkan target tahun lalu sekitar 6,5 persen. Berdasarkan sumber Reuters, pemerintahan China bersiap untuk atasi kenaikan tariff suku bunga bank sentral AS dan melemahnya permintaan domestik.

"Jika kita alami perlambatan ekonomi, minyak mentah akan berkinerja buruk karena korelasinya terhadap pertumbuhan,” ujar Hue Frame, Manajer Portfolio Frame Fund.

Di sisi pasokan, pasar minyak telah menerima dukungan dari pengurangan pasokan oleh Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan non-OPEC termasuk Rusia. Kesepakatan ini bertujuan untuk menyusutkan pasokan yang muncul pada semester II 2018.

Rusia pun telah kurangi rata-rata produksi minyak menjadi 11,38 juta barel per hari pada 1-10 Januari dari rekor tertinggi 11,45 juta barel per hari pada bulan lalu.

Ekspor minyak mentah lebih rendah dari Iran sejak November, ketika AS kembali mulai memberikan  sanksi terhadap produsen minyak tersebut juga mendukung pasar minyak mentah.

Yang memainkan peran penting dalam pasokan yang muncul adalah AS. Produksi minyak mentah melonjak hingga rekor 11,7 juta barel per hari.

Konsultan JBC Energy memperkirakan, produksi minyak mentah AS mencapai di atas 12 juta barel per hari pada Januari. Pada pekan ini, perusahan energi AS juga memangkas empat rig,dan penurunan dalam dua minggu ini

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya