Pengemudi Ojek Online Minta Pemerintah dan Aplikator Segera Bangun Shelter

Pemerintah bakal membuat shelter pengemudi yang berada di jalan negara, sedangkan yang berada di mal menjadi tanggung jawab aplikator atau pengelola pusat perbelanjaan.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 26 Mar 2019, 17:04 WIB
Diterbitkan 26 Mar 2019, 17:04 WIB
Aturan Ojek Online Terbaru Resmi Dirilis
Pengemudi ojek online menerima penumpang di Jakarta, Selasa (19/3). Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memastikan aturan ojek online sudah ditandatangani pada 11 Maret 2019. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Presidium Gabungan Aksi Roda Dua (GARDA) selaku perwakilan pengemudi ojek online, Igun Wicaksono, meminta agar penyediaan shelter untuk pihak pengemudi bisa disegerakan.

Menurutnya, hal ini perlu dilakukan pasca pemerintah melalui Kementerian Perhubungan telah menentukan batas tarif ojek online yang terbagi ke dalam 3 zonasi pada Senin, 25 Maret 2019 kemarin.

"Kalau bisa setelah tarif ini penyediaan shelter untuk pengemudi ojek online juga bisa segera dibuat. Itu kan sesuai dengan yang tercantum di PM (Peraturan Menteri) Nomor 12," jelas dia kepada Liputan6.com, Selasa (26/3/2019).

Adapun regulasi yang Igun maksud yakni Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 12 Tahun 2019 tentang Perlindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor untuk Kepentingan Masyarakat. Pada pasal 8 aturan tersebut, ada larangan bagi pihak pengemudi untuk mangkal sembarangan di sisi jalan.

Kebijakan itu lantas mengharuskan driver ojek online agar dapat berhenti untuk menaik-turunkan penumpang di tempat yang aman serta tidak mengganggu arus lalu lintas sekitarnya.

Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi mengatakan, pemerintah juga akan membantu pihak aplikator dalam penyediaan shelter ini.

"Kemarin pihak aplikator juga mempertanyakan pasal 8 (PM 12/2019), aplikator harus membuat shelter. Tapi kenyataan bahwa sebetulnya shelter ini bentuk pelayanan kita kepada pengemudi," ungkapnya.

"Sehingga nanti tidak hanya aplikator saja, tapi juga termasuk pemerintah (membangun shelter) di simpul-simpul para pengemudi kumpulan. Misalnya mungkin di mal, stasiun atau terminal," dia menambahkan.

Dia menyatakan, pemerintah bakal membuat shelter pengemudi yang berada di jalan negara. Sedangkan yang berada di mal menjadi tanggung jawab aplikator atau pengelola pusat perbelanjaan tersebut.

"Karena ini bisnis. Saya dalam waktu dekat sekitar minggu depan, akan meresmikan shelter di Grand Indonesia. Di sana ada shelter sepeda motor dan taksi daring," tutup dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Tarif Ojek Online Naik, YLKI Minta Pengemudi Lebih Tertib Berlalu Lintas

PKL dan Ojek Online Bikin Semrawut Stasiun Palmerah
Pedagang kaki lima (PKL) dan ojek online memadati kawasan Stasiun Palmerah, Jakarta, Kamis (6/12). Keadaan ini mengganggu arus lalu lintas dan pejalan kaki. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyambut baik terbitnya regulasi mengenai ojek online beserta dengan ketentuan tarifnya.

Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi menilai keberadaan aturan ini akan membuat tarif ojek online naik.

Dia pun meminta jaminan peningkatan pelayanan dari para penyedia jasa ojek online seiring kenaikan tarif.

"Kenaikan tarif juga harus menjadi jaminan untuk turunnya perilaku yang ugal-ugalan pengemudi ojol, tidak melanggar rambu lalu lintas, tidak melawan arus, dan lainnya sehingga bisa menekan lakalantas," ujar Tulus di Jakarta, Selasa (26/3/2019).

Dia memandang, aspek keamanan dan keselamatan ini menjadi penting mengingat pada dasarnya sepeda motor adalah moda transportasi yang tingkat aspek safety dan security-nya paling rendah.

Mengomentari mengenai sistem tarif yang dibatasi dengan batas atas dan batas bawah, bagi Tulus, ini adalah satu keputusan yang adil.

"Batas atas untuk menjamin agar tidak terjadi eksploitasi tarif pada konsumen yang dilakukan oleh aplikator, dan tarif batas bawah untuk melindungi agar tidak ada banting tarif dan atau persaingan tidak sehat antar aplikator. Dalam moda transportasi umum, model tarif semacam itu adalah hal yang lazim. Walaupun, dalam hal ini status hukum ojol belum atau bukan sebagai angkutan umum," tambah dia.

Tulus menegaskan, setelah kenaikan ini, YLKI minta agar Kemenhub bersinergi dengan Kementerian Kominfo untuk melakukan pengawasan, agar tidak ada pelanggaran regulasi di lapangan, baik oleh pengemudi dan atau aplikator.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya