Ini Alasan Kemenkeu Batasi Jasa Titip Barang Impor

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan meminta kepada para pelaku jasa titip (Jastip) khsusus barang-barang impor menaati peraturan

oleh Liputan6.com diperbarui 26 Apr 2019, 19:36 WIB
Diterbitkan 26 Apr 2019, 19:36 WIB
Ilustrasi Belanja
Ilustrasi belanja (dok. Pixabay.com/StockSnap/Putu Elmira)

Liputan6.com, Jakarta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) meminta kepada para pelaku jasa titip (Jastip) khsusus barang-barang impor menaati peraturan yang ada. Di mana, DJBC sendiri mengatur maksimal kouta barang bawaan hanya senilai USD 500 atau setara dengan Rp 7 juta (kurs Rp 14.000)

Kepala Subdit Impor Direktorat Teknis Kepabeanan Djanurindo Wibowo mengatakan, para pelaku Jastip tetap harus bertanggungjawab atas baraang bawaannya.

Apabila nilai barang tersebut melebihi itu, maka tetap harus dikenakan bea masuk 10 persen dan pajak penghasilan nilai (PPN) atas kegiatan impor 10 persen.

"Jadi kami liat adil kok. Artinya sharing kargo, tetapi tetap memberikan perhatian yang tinggi terhadap kewajiban perpajakan. Jangan sampai bisnis (Jastip) itu berkembang karena penghindaran pajak," katanya saat ditemui di Kantornya, Jumat (26/4/2019)

"Tidak bisa kemudian dia bilang 'waduh ini titipan temen'. 'Ini kedapatan kamu yang bawa kok' itu yang harus diperhatikan," tambahnya.

Saksikan video terkait di bawah ini

Kerjasama dengan bandara

Ilustrasi Belanja
Ilustrasi belanja (dok. Pixabay.com/gonghuimin468/Putu Elmira)

Sejauh ini pihak DJBC sendiri terus melakukan koordinasi dengan sejumlah bandara yang ada di Indonesia. Tak sampai di situ, sharing data juga turut dilakukan dengan sejumlah otoritas kepabeanan negara-negara lain. Hal ini dilakukan untuk memperketat terjadinya penghindaran pajak dari para pelaku Jastip.

"Kalau dia tidak bayar pajak kan ada petugas kita yang menganalisa (misalkan berapa nilai barang bawaanya) tetapi perilaku seperti ini sudah mulai ke baca yak," katanya.

Meski demikian, hingga saat ini potensi kerugian atas pelaku Jastip yang bandel atau menghindari pajak belum terlihat signifikan. Sebab, tren pertumbuhan bisnis ini pun secara perkembangan juga dinilai masih baru.

"Kalau potensi kerugian secara ini kita belum, tetapi ini kan baru mulai," pungkasnya.

 

Reporter :Dwi Aditya Putra

Sumber : Merdeka.com

Reformasi Kebijakan Kemenkeu Diminta hingga ke Bea dan Cukai

Bea Cukai akan memberlakukan secara penuh penggunaan sistem aplikasi Pemasukan dan Pengeluaran barang ke dan dari Pusat Logistik Berikat dalam rangka Ekspor dan/atau Transhipment (P3BET) pada 1 Januari 2019. Dok Bea dan Cukai.
Bea Cukai akan memberlakukan secara penuh penggunaan sistem aplikasi Pemasukan dan Pengeluaran barang ke dan dari Pusat Logistik Berikat dalam rangka Ekspor dan/atau Transhipment (P3BET) pada 1 Januari 2019. Dok Bea dan Cukai.

Langkah reformasi kebijakan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) diharapkan tidak hanya menyasar sektor perpajakan, tetapi juga berlanjut ke bea dan cukai. 

Seperti diketahui, penerimaan bea dan cukai pada kuartal I tahun ini mencapai Rp 30,97 triliun, atau 14,83 persen dari target dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (ABPN) 2019. Adapun khusus penerimaan cukai mencapai Rp 21,35 triliun, atau 12,9 persen dari total target penerimaan cukai.

Langkah reformasi kebijakan sektor perpajakan yang dilakukan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani, salah satunya melalui kebijakan amnesti pajak (tax amnesty). Kebijakan yang meluncur pada 2016 tersebut bertujuan meningkatkan kepatuhan pajak (tax compliance).

“Kita lihat reformasi perpajakan walaupun ada beberapa kekurangan, tapi pasca-amnesti pajak ada perbaikan dari sisi rasio pajak, walaupun sekarang masih 11,5 persen,” kata Ekonom Institute For Development of Economic and Finance (Indef) Bhima Yudhistira.

Rasio pajak Indonesia saat ini masih berada di kisaran 11,5 persen. Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan berencana meningkatkan rasio pajak menjadi 16 persen dalam jangka menengah, yakni kurun waktu 4-5 tahun ke depan.

Melihat dari sektor perpajakan inilah, Bhima berharap reformasi kebijakan juga menyasar hingga ke bea dan cukai. Salah satunya cukai, pada Industri Hasil Tembakau (IHT).

Bhima menyarankan pemerintah untuk melanjutkan rencana penggabungan batasan produksi Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Putih Mesin (SPM) menjadi tiga miliar batang.

Pabrikan yang telah mencapai batasan produksi SKM dan SPM harus membayar tarif cukai tertinggi di masing-masing segmen.

Penggabungan batasan produksi dapat menghindari pabrikan besar asing yang masih membayar tarif cukai murah.

“Kalau dia (Sri Mulyani) lakukan reformasi di pajak, begitu juga seharusnya pada cukai. Jadi, potensi adanya kebocoran dari cukai rokok bisa dihambat atau dikurangi,” ujarnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya