Kendalikan Defisit Perdagangan, KEIN Dorong Pemerintah Genjot Ekspor

Wakil Ketua KEIN Arif Budimanta menuturkan, kejar target pertumbuhan ekonomi RI harus ada solusi untuk mengendalikan defisit neraca dagang.

oleh Liputan6.com diperbarui 17 Mei 2019, 19:25 WIB
Diterbitkan 17 Mei 2019, 19:25 WIB
(Foto: Merdeka.com/Dwi Aditya Putra)
Wakil Ketua Komite Ekonomi Industri Nasional (KEIN), Arif Budimanta (Foto:Merdeka.com/Dwi Aditya Putra)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Komite Ekonomi Industri Nasional (KEIN), Arif Budimanta menyoroti, defisit neraca perdagangan Indonesia yang terjadi pada April 2019.

Dia menuturkan, defisit sebesar USD 2,50 miliar tersebut harus menjadi perhatian khusus bagi pemerintah, lantaran menjadi terbesar dibandingkan tahun-tahun lalu.

"Apa yang sebabkan defisit di April capai USD 2,50 miliar ini merupakan defisit terdalam dalam jangka waktu 6 tahun terakhir," kata Arif dalam acara press briefing, di Jakarta, Jumat (17/5/2019).

Arif mengatakan, dengan memburuknya posisi neraca perdagangan Indonesia otomatis akan berimbas pada terkoreksinya pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Dalam asumsi makro Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2019 pertumbuhan ekonomi Indonesia ditargetkan mencapai sebesar 5,3 persen.

"Di tahun 2019 kita akan tumbuh 5,3 persen dari asumsi makro APBN 2019. Maka target nilai ekspor kita harus minimal capai Rp 3.408 triliun," kata dia.

Oleh karena itu, kata dia, untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi RI harus ada tindak lanjut dalam upaya pengendalian terhadap defisit neraca perdagangan. Paling tidak pemerintah dapat melakukan refleksi dari arah kebijakan moneter, fiskal hingga kepada sektor riil.

Dia menambahkan, dalam upaya pengendalian defisit neraca perdagangan dapat dilakukan juga dengan mendorong ekspor dan menahan laju impor.

Untuk mendorong ekspor, kata dia, bisa dilakukan dengan meningkatkan volume perdagangan atau mengubah harga relatif komoditas ekspor.

Arif menyebut, salah satu yang bisa dilakukan untuk mendorong volume perdagangan dapat dilakukan dengan mendiversifikasi ekspor selain komoditas utama. Sebab selama ini, Indonesia masih bergantung dan mengandalkan CPO beserta produk turunannya untuk ekspor.

"Kalau kita bergantung kepada CPO saja maka harga komoditinya akan turun. Secara agregat harga komoditas migas itu April 2018 ke April 2019 turun 21 persen secara agregrat, secara keseluruhan. Volume meningkat, tapi harga turun," kata dia.

 

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Strategi Pemerintah Tingkatkan Neraca Perdagangan

Menteri Koordinator Perekonomian, Darmin Nasution
Menteri Koordinator Perekonomian, Darmin Nasution saat menjadi pembicara dalam acara Bincang Ekonomi di Liputan6.com di SCTV Tower, Jakarta, Kamis (2/3). (Liputan6.com/Fatkhur Rozaq)

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, pemerintah akan menerapkan sistem industrialisasi substitusi impor untuk meningkatkan neraca perdagangan. 

Pemerintah mengganti barang impor dengan barang produksi dalam negeri. Dia menjelaskan, pelaku industri harus lebih cermat mengenai identifikasi barang apa yang bakal diekspor. Mengingat, Indonesia tidak bisa lagi mengekspor barang ke luar negeri tanpa perhitungan yang cermat.

"Kalau mau ekspor kelihatannya kita harus lebih cermat, apa barangnya. Itu sudah harus diidentifikasi dengan baik. kalau hanya dicoba-coba dalam situasi seperti ini, itu tidak benar," kata Darmin di Jakarta.

Neraca Dagang April Defisit USD 2,5 Miliar

Aktivitas di JICT
Aktivitas di JICT, Jumat (15/3). Menko Perekonomian Darmin Nasution, mengisyaratkan kekhawatirannya terhadap kinerja impor yang kendur pada Februari 2019, meskipun hal ini membuat neraca perdagangan RI surplus. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia pada April 2019 sebesar USD 2,50 miliar. Defisit dipicu defisit sektor migas dan non migas masing masing sebesar USD 1,49 miliar dan USD 1,01 miliar.

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, defisit pada April tersebut merupakan terbesar sejak Juli 2013. Defisit yang hampir sama pernah terjadi pada Juli 2013 sebesar USD 2,33 miliar.

"Menurut data kami, yang sekarang ada, itu terbesar di Juli 2013 sekitar USD 2,33 miliar. Lalu April ini, sebesar USD 2,50 miliar," ujar Suhariyanto di Kantornya, Jakarta, Rabu, 15 Mei 2019.

Adapun pada April ekspor Indonesia naik sebesar 10,8 persen menjadi USD 12,6 miliar sedangkan impor naik lebih tajam sekitar 12,25 persen menjadi USD 15,1 miliar jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya.

Penyebab defisit neraca perdagangan tersebut utamanya, disebabkan oleh defisit migas sebesar 2,76 miliar. Sedangkan non migas mengalami surplus sebesar USD 0,2 miliar.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya