Liputan6.com, New York - Harga minyak menguat lebih dari satu persen. Penguatan harga minyak terjadi usai reli pasar saham global mendorong harga minyak Brent ke level terendah dalam empat bulan pada awal sesi.
Wall street menguat hampir dua persen atas permintaan China untuk berdialog dengan AS untuk menyelesaikan perang dagang.
Ditambah komentar dari ketua the Federal Reserve atau bank sentral AS Jerome Powell mendorong harapan penurunan suku bunga.
Advertisement
Baca Juga
Harga minyak Brent naik 69 sen atau 1,1 persen ke posisi USD 61,97 per barel. Harga minyak tersebut turun ke USD 60,21 pada awal sesi, dan merupakan level terendah sejak 29 Januari. Harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) naik 23 sen atau 0,4 persen menjadi USD 53,48.
Harga minyak memangkas kenaikan tajam dengan harga minyak berjangka WTI berubah negatif dalam sesi perdagangan. Hal ini terjadi usai persediaan minyak mentah AS secara tak terduga naik 3,5 juta barel pada pekan lalu menjadi 478 juta.
Diperkirakan pasokan lebih besar untuk bensin dan bahan bakar distilasi, berdasarkan data American Petroleum Institute (API).
Analis dalam jajak pendapat Reuters memperkirakan penarikan minyak mentah 800 ribu barel jelang laporan minyak mingguan dari the US Energy Information Administration (EIA).
"Tidak ada kekurangan persediaan minyak mentah. Kecuali kita melihat penurunan persediaan secara keseluruhan, harga minyak mentah dan produksi akan tetap di bawah tekanan,"ujar Presiden Lipow Oil Associates, Andrew Lipow, seperti dikutip dari laman Reuters, Rabu (5/6/2019).
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Sentimen Pengaruhi Harga Minyak
Pada Senin, harga minyak Brent ditutup di level terendah sejak 28 Januari dan WTI berada di level terendah sejak 12 Februari.
Pasar minyak telah terbebani di awal sesi oleh kekhawatiran tentang perlambatan pertumbuhan global dan komentar dari produsen minyak utama Rusia kalau akan menentang perpanjangan pemangkasan produksi bersama OPEC hingga akhir tahun.
Di sisi lain, pelaku pasar juga melakukan aksi jual saham energi seiring kekhawatiran berkembang antara prospek ekonomi dunia di tengah perang dagang antara AS dan China serta ancaman tarif AS terhadap impor Meksiko.
"Pasar minyak tampaknya lebih peduli tentang pertumbuhan ekonomi global ketimbang pasar saham," tulis Jim Ritterbush dari Ritterbusch and Associates.
Harga minyak berjangka diperdagangkan sekitar 20 persen di bawah puncak pada akhir April 2019. Kemudian pada Mei alami penurunan terbesar sejak November.
Advertisement
Sentimen Lainnya
Harga energi lainnya seperti batu bara dan gas juga terpukul keras oleh perlambatan ekonomi. Untuk mencegah kelebihan pasokan dan menopag pasar, OPEC bersama dengan sekutu termasuk Rusia telah menahan pasokan sejak awal tahun.
OPEC berencana memutuskan akhir bulan ini atau awal Juli akan melanjutkan pembatasan pasokan.
Akan tetapi, pimpinan produsen minyak Rusia Rosneft, Igor Sechin menuturkan, Rusia harus memproduksi minyak dan tanpa pembatasan. Pihaknya akan mencari kompensasi dari pemerintah jika pemotongan diperpanjang.
Sementara itu, rata-rata produksi minyak harian Rusia telah turun ke level terendah dalam tiga tahun usai minyak mentah menyumbat jalur ekspor utamanya.
Produsen khawatir perlambatan ekonomi akan mengurangi konsumsi bahan bakar. Lebih lanjut menekan harga minyak dan merusak upaya OPEC untuk mengencangkan pasar yang melonjak sehingga sebabkan lebih banyak minyak mentah diekspor.