Ada Perang Dagang, Strategi Indonesia Jaga Pasar Ekspor

Perdagangan dunia, dikatakan tengah mengalami penurunan kinerja.

oleh Liputan6.com diperbarui 12 Jun 2019, 14:00 WIB
Diterbitkan 12 Jun 2019, 14:00 WIB
Kinerja Ekspor dan Impor RI
Tumpukan peti barang ekspor impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin (17/7). Ekspor dan impor masing-masing anjlok 18,82 persen dan ‎27,26 persen pada momen puasa dan Lebaran pada bulan keenam ini dibanding Mei 2017. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Perang dagang Amerika Serikat (AS)-China kian memanas. Hal ini mendorong negara-negara di dunia mencari cara agar ekonomi negara terkena dampak minimal dari perang dagang. Selain itu, tentu mencari serta memanfaatkan peluang dari pelanggan tersebut.

Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita mengatakan Indonesia memiliki sejumlah upaya. Dua diantaranya berusaha menjaga pasar yang sudah ada, serentak mencari pasar-pasar baru.

"Dengan ketidakpastian seperti ini tentu tidak mudah, maka kita jaga langganan kita, jaga market yang ada dan kita percepat seluruh perjanjian kalau tidak di tahun depan kita akan sangat tertinggal," kata dia, di Kementerian Perdagangan, Jakarta, Rabu (12/6/2019).

"Kita saksikan negara tetangga seperti Vietnam, Malaysia, sangat agresif, dan kita harus ikuti itu," lanjut Enggar.

Perdagangan dunia, dikatakan tengah mengalami penurunan kinerja. Hal tersebut tampak dari pemangkasan proyeksi pertumbuhan perdagangan dunia tahun 2019 oleh WTO.

"Tidak ada satupun negara yang bisa katakan (perdagangan) saya meningkat. WTO sendiri proyeksi pertumbuhanya 2017, 4 persen kemudian 2018, 3,6 persen tahun ini 2,6 persen," urai dia.

Reporter: Wilfridus Setu Umbu

Sumber: Merdeka.com

 

Capaian Ekspor - Impor 2018 Masih Tergolong Sehat
Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (25/5). Kenaikan impor dari 14,46 miliar dolar AS pada Maret 2018 menjadi 16,09 miliar dolar AS (month-to-month). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Penurunan proyeksi pertumbuhan perdagangan dunia, memberi sinyal adanya penurunan daya beli negara-negara.

"Satu sama lain akan saling kena, contoh yang baru terjadi Huawei terkena dia, tapi industri komponen yang ada chips-nya yang diproduksi di AS dan Eropa itu tutup," jelas dia.

"Huawei juga turun, di sini juga turun, dan semua akan menurun dikenakan tarif tambahan meningkat harganya. Kalau harga naik memicu inflasi, dan kalau kita mau belanja dengan harga naik daya beli masyarakat akan terganggu dan pasti ekspor juga akan terganggu," imbuhnya.

Atas dasar itu, Enggar menegaskan pemerintah, khususnya Kementerian Perdagangan akan terus berupaya menjalankan tugas, baik dalam menjaga pasar yang sudah ada serta membuka pasar baru.

"Maka akhir-akhir ini kita terus memberikan prioritas dalam tugas kita dalam membuka pasar baru dan mempercepat seuruh perjanjiam ke Amerika Latin, yang selama ini belum tersentuh," tandasnya.

Sri Mulyani Harap Perang Dagang Tak Pengaruhi Industri Perbankan

Menteri Keuangan, Sri Mulyani berharap tingginya eskalasi perang dagang antara Amerika Serikat (AS)-China tidak berdampak dalam pada industri perbankan Indonesia. 

Seperti diketahui, pertumbuhan ekspor global tercatat turun imbas ketidakpastian perang dagang antara dua negara besar tersebut. 

Dia pun mengungkapkan, ketidakpastian perang dagang antara AS-China juga telah menciptakan fluktuasi pada harga komoditas dalam negeri.

"Kalau kita lihat kredit perbankan seperti yang disampaikan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), masih sangat positif terutama untuk kredit investasi, modal kerja," terangnya di Ruang Rapat Banggar DPR RI, Selasa (11/6/2019).

Sri Mulyani melanjutkan, momentum positif dari industri perbankan ini diharapkan dapat berjalan serupa hingga semester II 2019 ini. 

"Tentu pertumbuhan ekonomi keseluruhan harus tetap terjaga supaya optimisme pelaku usaha tetap positif. Itu supaya mereka juga bisa meningkatkan pendapatan usahanya," ujarnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya