Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) diperkirakan menguat ke depan. Bahkan PT Bahana Sekuritas prediksi rupiah menguat ke 13.770 per dolar AS dari perkiraan sebelumnya 14.600 per dolar AS.
Dalam laporan bulanan PT Bahana Sekuritas pada 20 Juni 2019 menyebutkan, tekanan terhadap rupiah telah berlalu.
Periode April-Juni selalu menjadi tantangan bagi Bank Indonesia (BI) karena rupiah biasanya di bawah tekanan pada periode tersebut.
Advertisement
Baca Juga
Hal ini seiring tingginya permintaan valuta asing untuk impor, repatriasi dividen dan pembayaran utang.
Oleh karena itu membuat cadangan devisa Indonesia susut USD 4,2 miliar dalam dua bulan terakhir karena bank sentral menstabilkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Nilai tukar rupiahpun sempat melemah terhadap dolar AS ke level terendah dalam lima bulan di kisaran 14.525 per dolar AS pada Mei 2019.
"Kecuali ada perkembangan tak terduga dalam ekonomi global, rupiah dapat kembali tertekan tetapi lebih rendah. Bahkan jika ketegangan perselisihan perdagangan antara AS dan China meningkat, tekanan terhadap rupiah terbatas," seperti dikutip dari laporan itu, Jumat (21/6/2019).
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Sentimen Global dan Internal Bayangi Rupiah
Nilai tukar rupiah pun diprediksi 13.770 per dolar AS dari perkiraan sebelumnya 14.600 per dolar AS. Rupiah tersebut dinilai realistis dengan pertimbangkan faktor global dan domestik.
"Perkiraan kami menyiratkan apresiasi 2,2 persen dari dolar AS saat ini 14.182. Ini masih di bawah dari apresiasi sebelumnya 8,5 persen dalam empat bulan dari 15.223 per dolar AS pada Oktober 2018 menjadi 13.920 pada Februari 2019," seperti dikutip dari laporan tersebut.
Selain itu, pergerakan rupiah sangat sensitif terhadap sentimen global. Namun, kalau sentimen global positif seiring penurunan ketegangan perang dagang Amerika Serikat dan China serta pelonggaran moneter dari bank sentral global dapat jadi angin segar untuk rupiah.
Dari dalam negeri, kombinasi reformasi pertumbuhan dan memudarnya risiko defisit transaksi berjalan juga dapat menarik lebih banyak aliran dana investor asing masuk ke portofolio dan investasi langsung dapat mendukung prospek neraca pembayaran Indonesia.
Selain itu, rupiah juga akan mendapatkan dukungan dari harga minyak yang melemah. Ini karena produksi minyak menyumbang 15 persen dari total impor Indonesia.
"Kami memperkirakan patokan harga minyak Brent melemah ke USD 52 per barel karena permintaan global yang lemah dan stok minyak yang cukup," seperti dikutip dari laporan itu.
Pada saat yang sama, akan ada ruang terbatas bagi OPEC dan sekutunya untuk mengencangkan produksi minyak lebih lanjut setelah memangkas produksi minyaknya dengan tajam sejak tahun lalu.
Adapun penguatan rupiah akan mendorong reli terhadap imbal hasil obligasi bertenor 10 tahun. Diperkirakan imbal hasil obligasi itu mencapai 6,8 persen.
Berdasarkan data Bloomberg pada Jumat pagi ini, rupiah bergerak menguat ke 14.095 per dolar AS. Pada pembukaan, rupiah menguat 52 poin atau 0,36 persen ke posisi 14.130 per dolar AS dari posisi penutupan perdagangan kemarin di kisaran 14.182 per dolar AS.
Advertisement
Rupiah Melemah 0,18 Persen Sepanjang Mei 2019
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) mencatat Nilai Tukar Rupiah (NTR) bergerak stabil secara keseluruhan selama Mei 2019 dan hanya melemah sebesar 0,18 persen secara point to point dibandingkan akhir April 2019.
Hal tersebut disampaikan oleh Gubernur BI, Perry Warjiyo dalam acara paparan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG), di kantornya, Kamis, 20 Juni 2019.
"Perkembangan ini tidak terlepas dari pengaruh eskalasi ketegangan hubungan dagang yang memicu sentimen risk off di pasar keuangan global," kata dia.
Dia melanjutkan, pada Juni 2019, nilai tukar Rupiah kembali menguat, yakni 0,04 persen sampai 19 Juni 2019 secara point to point dibandingkan dengan level akhir Mei 2019, dan 0,69 persen secara rerata dibandingkan level Mei 2019.
"Perkembangan positif pada Juni 2019 didorong persepsi terhadap prospek ekonomi Indonesia yang tetap baik, termasuk peningkatan sovereign rating Indonesia oleh Standard and Poor’s (S&P), di samping prakiraan arah kebijakan moneter global yang melonggar," ujarnya.
Dia menjelaskan, kondisi tersebut pada gilirannya mendorong kembali aliran masuk modal asing dan memperkuat Rupiah
"Ke depan, Bank Indonesia memandang nilai tukar Rupiah akan bergerak stabil sesuai dengan mekanisme pasar yang tetap terjaga. Untuk mendukung efektivitas kebijakan nilai tukar dan memperkuat pembiayaan domestik, Bank Indonesia terus mengakselerasi pendalaman pasar keuangan, baik di pasar uang maupun valas," ujar dia.
Â