Liputan6.com, Jakarta Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah berupaya menekan beban bunga utang pada tahun ini. Hingga saat ini, beban bunga utang yang harus dibayarkan pemerintah dinilai kecil,yang ditunjukkan dengan besaran imbal hasil obligasi 10 tahun yang saat ini sebesar 7,42 persen.
Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu Askolani menjelaskan, turunnya beban bunga utang yang harus dibayarkan pemerintah tersebut imbas langkah efisiensi. Di sisi lain juga karena peningkatan rating surat utang pemerintah yang sudah mencapai level investment grade dari Standard and Poors (S&P).
"Tetapi paling tidak kita bisa menunjukkan bahwa kenaikan daripada beban bunga ini malah kita upayakan semakin menurun di 2019 ini kalau kita lihat sudah hanya tinggal 7 persen. Ini menjadi salah satu hasil dari pada langkah pemerintah untuk efisiensi daripada beban bunga," kata Askolani di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (27/6/2019).
Advertisement
Askolani menyebut dengan meningkatnya standar surat utang pemerintah secara otomatis akan membuat investor menjadi yakin dengan pengelolaan utang di Indonesia. Jika pengelolaan utang kian membaik, ke depan di harapkan beban bunga utang yang harus dibayarkan pemerintah juga terus terjaga rendah.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menunjukkan hingga Mei 2019 pemerintah telah merealisasikan pembayaran bunga utang sebesar 47,14 persen terhadap APBN atau sebesar Rp 127,07 triliun dari target Rp 275,89 triliun.
Untuk menurunkan beban bunga tersebut, salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah dengan memperluas pasar surat utang pemerintah. "Jadi pedalaman market menjadi sangat penting supaya surat utang ini lebih mudah diperjualbelikan seperti misalnya pasar modal dan pasar keuangan yang lainnya," pungkas Askolani.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Lapindo Nego Utang ke Pemerintah, Ini Kata Kemenkeu
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan akan melakukan pengecekan mengenai kabar Perusahaan Lapindo Brantas, Inc. dan PT Minarak Lapindo Jaya yang memiliki utang kepada pemerintah sebesar Rp1,9 triliun. Piutang ini berasal dari cost recovery sebagai biaya yang dapat diganti (cost recoverable).
"Mereka mengklaim punya hak cost recovery, dari operasi mereka, kami sudah diskusikan ini. Kalau soal cost recovery itu kan bukan urusan kami, makanya kami mesti cek dulu," kata Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu, Isa Rachmatarwata saat ditemui di DPR RI, Jakarta, Selasa (25/6/2019).
Baca Juga
Isa mengatakan pihaknya akan mendalami mengenai persoalan piutang tersebut kepada Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). Selain itu, dirinya juga ingin memastikan mengenai surat dari SKK Migas yang menyatakan adanya biaya yang dapat diganti, sesuai dengan surat SKK Migas No SRT-0761/SKKMA0000/2018/S4 tanggal 10 September 2018.
Di sisi lain, Kemenkeu juga ingin mengecek terkait besaran utang Lapindo yang disebut mencapai Rp773,38 miliar. Utang ini merupakan pinjaman yang diberikan oleh pemerintah yang berupa Dana Antisipasi untuk melunasi pembelian tanah dan bangunan warga terdampak lumpur Sidoarjo.
Adapun utang Lapindo terhadap pemerintah hanya sebatas pokok hutang. Namun Lapindo belum memasukkan biaya bunga dari adanya pinjaman tersebut dari pemerintah. Sementara bunga dari utang Lapindo itu diperkirakan sekitar 4 persen dari pokok hutang.
"Kalau kami lihat lagi perjanjianya sebetulnya di situ disebut bahwa ada bunga yang harus mereka bayar juga, nah kami kan harus hitung juga bunganya berapa, tapi nanti kami akan undang mereka," kata Isa.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Advertisement