Kemenhub Tegaskan Tak Larang Diskon Tarif Ojek Online

Kemenhub menekankan agar pihak aplikator tidak memberikan diskon di bawah batas tarif minimum yang telah diatur.

oleh Liputan6.com diperbarui 05 Jul 2019, 13:00 WIB
Diterbitkan 05 Jul 2019, 13:00 WIB
PKL dan Ojek Online Bikin Semrawut Stasiun Palmerah
Pedagang kaki lima (PKL) dan ojek online memadati kawasan Stasiun Palmerah, Jakarta, Kamis (6/12). Keadaan ini mengganggu arus lalu lintas dan pejalan kaki. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Budi Setiyadi mengaku tidak mempersoalkan ada promo tarif atau diskon yang diberikan oleh aplikator ojek online (ojol).

Hanya saja dia menekankan, agar pihak aplikator tidak memberikan diskon di bawah batas tarif minimum yang telah diatur.

"Kita tidak melarang dua aplikator itu untuk lakukan diskon. Diskon tarif tidak dilarang, silakan dilakukan hanya ada syaratnya, aplikator tidak menetapkan diskon di bawah tarif batas bawah," kata dia saat konferensi pers di Kantornya, Jakarta, Jumat (5/7/2019). 

Di sisi lain, Budi juga mengimbau agar penerapan diskon tarif ojek online tidak berlangsung lama. Artinya diskon tetap bisa diberlakukan namun ada batasan waktu tertentu.

Apabila salah satu aplikator terbukti melanggar, pihaknya bersama dengan Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) akan melakukan tindakan. KPPU akan berperan untuk mengawasi dua aplikator dalam menerapkan diskon.

"Kita sudah kerja sama dengan KPPU untuk lakukan pengawasan terhadap diskon tarif ojol ini. Kalau kami temukan indikasi pelabggaran persaingan usaha dalam penerapan diskon, kami akan surati KPPU dan mereka yang akan menindak," ujar dia.

 

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini


Perang Tarif Bikin Grab dan Gojek Tumbang

PKL dan Ojek Online Bikin Semrawut Stasiun Palmerah
Pedagang kaki lima (PKL) dan ojek online memadati kawasan Stasiun Palmerah, Jakarta, Kamis (6/12). Kurangnya pengawasan petugas menyebabkan trotoar dan bahu jalan dipenuhi oleh PKL dan ojek online. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Sebelumnya, iklim persaingan antara dua aplikator transportasi di tanah air yaitu Grab dan Gojek dinilai sudah memasuki kondisi yang tidak sehat. Perang tarif antar keduanya tidak dapat dihindari lagi.

Ekonom dari Universitas Indonesia (UI) Harryadin Mahardika menjelaskan, strategi pelaku usaha dalam menjual produk dengan harga sangat rendah atau predatory pricing diduga telah terjadi di industri transportasi online.

"Caranya, mereka menggunakan predatory promotion dan deep discounting untuk menarik perhatian masyarakat," kata dia dalam sebuah acara diskusi, di Jakarta, Jumat, 21 Juni 2019.

Dia melanjutkan, predatory promotion sangat berbahaya bagi kelangsungan industri transportasi online. Sebab hal tersebut dapat menumbangkan salah satu perusahaan.

“Predatory promotion di industri transportasi online ini bisa jadi sangat berbahaya karena ditujukan agar mematikan pesaing dan mengarah ke persaingan tidak sehat," ujarnya.

Dia menjelaskan, terdapat perbedaan dengan perusahan konvensional yang melakukan promosi dengan menyisihkan profit untuk menjaga loyalitas konsumen. Sedangkan, promosi oleh perusahan transportasi online seperti Grab dan Gojek cenderung membakar modal untuk penguasaan pangsa pasar.

Menurutnya, ada beberapa indikasi dan modus praktek predatory pricing yang dilakukan perusahaan transportasi online, antara lain promosi berupa diskon hingga mencapai harga yang tidak wajar, promosi dilakukan dalam jangka waktu lama yang melebihi kelaziman dan terindikasi mematikan pelaku usaha lainnya.

 


Pemerintah Diminta Segera Rancang UU Transportasi Online

20161003-Demo Ojek Online, Gojek-Jakarta
ojek online

Sebelumnya, Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) meminta pemerintah untuk segera menyusun undang-undang (uu) sebagai dasar hukum menata angkutan dalam jaringan (online).

Sekretaris Jenderal MTI, Harya S Dillon (Koko) mengungkapkan studi telah menunjukkan bahwa angkutan online roda-dua  kini difungsikan sebagai feeder moda raya seperti Kereta Rel Listrik (KRL) Commuter Line, BRT Trans Jakarta dan MRT.

Namun, dalam pelaksanaannya transportasi ini belum dapat terintegrasi secara sistematis karena belum diatur UU.

"Saat ini, meskipun belum masuk dalam UU, sudah ada preseden dari Permenhub No.118 tahun 2018 yang mengatur angkutan online roda empat. Peraturan ini kami nilai cukup baik karena telah mencakup standar pelayanan, kewenangan penetapan tarif, pedoman pemberian promosi, dan sanksi administrasi yang tegas. Langkah tersebut sudah tepat dalam menjaga agar kompetisi sehat sehingga bernilai tambah bagi konsumen dan pengemudi," kata dia, di Jakarta, Jumat, 21 Juni 2019.

Undang-undang juga diperlukan sebagai dasar hukum kehadiran negara dalam mewujudkan persaingan sehat demi kesejahteraan konsumen dan pengemudi transportasi online.

Namun, dia meminta pemerintah harus tetap memprioritaskan moda raya seperti MRT, LRT, dan Busway sebagai tulang punggung transportasi perkotaan.

Dia menjelaskan, penataan angkutan online terkait dengan integrasi moda transportasi publik harus dilakukan melalui regulasi.  Ini meski masih banyak kekurangan dalam angkutan roda dua.

"Kita sering lupa bahwa sebeluma ada aplikasi, angkutan roda-dua sudah beroperasi di luar regulasi. Teknologi telah membuka peluang untuk meregulasi secara efektif. Sangatlah tepat apabila aplikasi online digunakan sebagi pintu masuk regulasi dan pengawasan. Hal ini perlu dipertimbangkan dalam penyusunan Undang-undang nantinya," ujar dia.

 

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya