Liputan6.com, Jakarta - Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Budi Setiyadi mengaku tidak mempersoalkan ada promo tarif atau diskon yang diberikan oleh aplikator ojek online (ojol).
Hanya saja dia menekankan, agar pihak aplikator tidak memberikan diskon di bawah batas tarif minimum yang telah diatur.
"Kita tidak melarang dua aplikator itu untuk lakukan diskon. Diskon tarif tidak dilarang, silakan dilakukan hanya ada syaratnya, aplikator tidak menetapkan diskon di bawah tarif batas bawah," kata dia saat konferensi pers di Kantornya, Jakarta, Jumat (5/7/2019).Â
Advertisement
Baca Juga
Di sisi lain, Budi juga mengimbau agar penerapan diskon tarif ojek online tidak berlangsung lama. Artinya diskon tetap bisa diberlakukan namun ada batasan waktu tertentu.
Apabila salah satu aplikator terbukti melanggar, pihaknya bersama dengan Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) akan melakukan tindakan. KPPU akan berperan untuk mengawasi dua aplikator dalam menerapkan diskon.
"Kita sudah kerja sama dengan KPPU untuk lakukan pengawasan terhadap diskon tarif ojol ini. Kalau kami temukan indikasi pelabggaran persaingan usaha dalam penerapan diskon, kami akan surati KPPU dan mereka yang akan menindak," ujar dia.
Â
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Perang Tarif Bikin Grab dan Gojek Tumbang
Sebelumnya, iklim persaingan antara dua aplikator transportasi di tanah air yaitu Grab dan Gojek dinilai sudah memasuki kondisi yang tidak sehat. Perang tarif antar keduanya tidak dapat dihindari lagi.
Ekonom dari Universitas Indonesia (UI) Harryadin Mahardika menjelaskan, strategi pelaku usaha dalam menjual produk dengan harga sangat rendah atau predatory pricing diduga telah terjadi di industri transportasi online.
"Caranya, mereka menggunakan predatory promotion dan deep discounting untuk menarik perhatian masyarakat," kata dia dalam sebuah acara diskusi, di Jakarta, Jumat, 21 Juni 2019.
Dia melanjutkan, predatory promotion sangat berbahaya bagi kelangsungan industri transportasi online. Sebab hal tersebut dapat menumbangkan salah satu perusahaan.
“Predatory promotion di industri transportasi online ini bisa jadi sangat berbahaya karena ditujukan agar mematikan pesaing dan mengarah ke persaingan tidak sehat," ujarnya.
Dia menjelaskan, terdapat perbedaan dengan perusahan konvensional yang melakukan promosi dengan menyisihkan profit untuk menjaga loyalitas konsumen. Sedangkan, promosi oleh perusahan transportasi online seperti Grab dan Gojek cenderung membakar modal untuk penguasaan pangsa pasar.
Menurutnya, ada beberapa indikasi dan modus praktek predatory pricing yang dilakukan perusahaan transportasi online, antara lain promosi berupa diskon hingga mencapai harga yang tidak wajar, promosi dilakukan dalam jangka waktu lama yang melebihi kelaziman dan terindikasi mematikan pelaku usaha lainnya.
Â
Advertisement
Pemerintah Diminta Segera Rancang UU Transportasi Online
Sebelumnya, Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) meminta pemerintah untuk segera menyusun undang-undang (uu) sebagai dasar hukum menata angkutan dalam jaringan (online).
Sekretaris Jenderal MTI, Harya S Dillon (Koko) mengungkapkan studi telah menunjukkan bahwa angkutan online roda-dua kini difungsikan sebagai feeder moda raya seperti Kereta Rel Listrik (KRL) Commuter Line, BRT Trans Jakarta dan MRT.
Namun, dalam pelaksanaannya transportasi ini belum dapat terintegrasi secara sistematis karena belum diatur UU.
"Saat ini, meskipun belum masuk dalam UU, sudah ada preseden dari Permenhub No.118 tahun 2018 yang mengatur angkutan online roda empat. Peraturan ini kami nilai cukup baik karena telah mencakup standar pelayanan, kewenangan penetapan tarif, pedoman pemberian promosi, dan sanksi administrasi yang tegas. Langkah tersebut sudah tepat dalam menjaga agar kompetisi sehat sehingga bernilai tambah bagi konsumen dan pengemudi," kata dia, di Jakarta, Jumat, 21 Juni 2019.
Undang-undang juga diperlukan sebagai dasar hukum kehadiran negara dalam mewujudkan persaingan sehat demi kesejahteraan konsumen dan pengemudi transportasi online.
Namun, dia meminta pemerintah harus tetap memprioritaskan moda raya seperti MRT, LRT, dan Busway sebagai tulang punggung transportasi perkotaan.
Dia menjelaskan, penataan angkutan online terkait dengan integrasi moda transportasi publik harus dilakukan melalui regulasi. Ini meski masih banyak kekurangan dalam angkutan roda dua.
"Kita sering lupa bahwa sebeluma ada aplikasi, angkutan roda-dua sudah beroperasi di luar regulasi. Teknologi telah membuka peluang untuk meregulasi secara efektif. Sangatlah tepat apabila aplikasi online digunakan sebagi pintu masuk regulasi dan pengawasan. Hal ini perlu dipertimbangkan dalam penyusunan Undang-undang nantinya," ujar dia.
Â