Wamen ESDM Klaim Impor Migas Sudah Turun

Kementerian ESDM mengklaim impor migas untuk periode Januari-Mei 2019 sudah turun.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 13 Jul 2019, 10:02 WIB
Diterbitkan 13 Jul 2019, 10:02 WIB
Kilang minyak
Di tengah kebutuhan energi nasional yang terus meningkat, menemukan minyak dan gas bumi (migas) menjadi semakin sulit

 

Liputan6.com, Jakarta Kementerian ESDM mengklaim kegiatan impor minyak dan gas (migas) pada Januari-Mei 2019 lebih baik jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Wakil Menteri (Wamen) ESDM Arcandra Tahar menyebutkan, nominal defisit pada Januari-Mei 2019 masih lebih kecil dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, yakni sebesar USD 2,86 miliar.

"Semester ini, sektor non migas itu defisitnya berkurang dari USD 2,86 miliar menjadi USD 2,14 miliar. Berarti semester I 2019 lebih baik daripada 2018," ujar dia di Gedung Kementerian ESDM," seperti dikutip Sabtu (13/7/2019).

Arcandra melanjutkan, pemerintah juga telah melakukan berbagai upaya untuk menekan defisit neraca migas. Salah satunya lewat pengembangan dan penggunaan Biodiesel 20 persen (B20) yang diklaim dapat mengurangi impor solar.

"Faktor yang mempengaruhi adalah B20, karena B20 tahun ini full steam, PSO (Public Service Obligation) dan non PSO. Itu penyumbang utama bahwa impor kita berkurang," seru dia.

Sebagai catatan, realisasi penyerapan B20 hingga semester awal 2019 mencapai 2,9 juta Kilo Liter (KL), masih lebih rendah dibanding periode serupa tahun lalu yang sebesar 3,1 juta KL.

 

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Inovasi Pertamina

Mengintip Kilang Minyak Sei Pakning Milik Pertamina
Manager Production RU II Pertamina Sei Pakning Nirwansyah dan Health, Security & Safety Environment (HSSE) Officer Azhari meninjau area kilang RU II Sei Pakning, Bengkalis, Riau, Selasa (17/10). (Liputan6.com/Yulia)

Lebih lanjut, Arcandra juga mengutip upaya PT Pertamina (Persero) dalam mengubah pencatatan status minyak mentah yang didapat dari sumur yang dikelola di luar negeri, dari sebelumnya berkategori impor menjadi devisa masuk.

"Penyumbang kedua adalah dari entitlement Pemerintah, entitlement kontraktor asing. Dari sekitar 200 ribu entitlement tersebut, 135 ribu itu sudah dibeli oleh Pertamina. Sisanya belum. Itu juga penyumbang untuk mengurangi defisit," tuturnya.

Dia pun mengingatkan, bahwa masih ada satu pencapaian positif di sektor ESDM, yakni surplus USD 10 miliar untuk subsektor mineral dan batu bara (minerba).

"Sektor ESDM bukan hanya migas, tapi juga mineral, minerba. Kita itu positif, USD 10 miliar dalam satu semester. jadi sektor ini masih menyumbang positif surplus untuk sektor ESDM," tandas dia.

 

 

Data BPS

(Foto: Liputan6.com/Abelda Gunawan)
Kilang minyak Pertamina di Balikpapan

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, neraca perdagangan Indonesia sepanjang Januari-Mei 2019 tercatat mengalami defisit sebesar USD 2,14 miliar. Beberapa pihak menuding, defisit neraca perdagangan secara kumulatif ini dipicu oleh kegiatan impor minyak dan gas (migas) yang masih tinggi.

Adapun total nilai ekspor migas selama periode tersebut menyentuh angka USD 5,34 miliar, dengan jumlah impor migas lebih tinggi sebesar USD 9,08 miliar. Sehingga secara kumulatif, neraca perdagangan di sektor migas masih defisit USD 3,74 miliar.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya