Di Depan 6.184 CPNS, Wapres JK Ingatkan Semangat Melayani

JK mengatakan para CPNS yang ikut dalam presidential lecture merupakan orang-orang terpilih, sebab hanya sekitar 3 persen dari seluruh total pendaftar seleksi CPNS 2018.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 24 Jul 2019, 11:30 WIB
Diterbitkan 24 Jul 2019, 11:30 WIB
JK
Wapres Jusuf Kalla saat memberikan sambutan dalam acara High-Level Dialogue on Indo-Pacific Cooperation (HLD-IPC) di Hotel Fairmont, Jakarta. (Merdeka.com/Yunita Umbar Prihatin)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) menyelenggarakan program presidential lecture kepada para Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) angkatan 2018 di Istora Senayan, Jakarta. Ini adalah keduakalinya Kementerian PANRB mengadakan presidential lecture.

Sebanyak 6.184 CPNS Tahun Anggaran 2018 hadir dalam acara yang mulai dibuka pada pukul 09.00 WIB ini.

Presidential lecture kali ini diisi oleh Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla (JK), yang menggantikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang berhalangan hadir lantaran harus menyambut kehadiran rombongan Kerajaan Uni Emirat Arab (UEA) di Istana Bogor.

"Kalian adalah generasi muda yang akan meneruskan tugas-tugas Aparatur Sipil Negara (ASN) atau PNS yang telah menjalankan tugas selama berpuluh tahun dan harus pensiun. Jadi kalian harus meneruskan cita-cita mereka," kata JK dalam dalam pidato di Istora Senayan, Jakarta, Rabu (24/7/2019).

Selain JK, tokoh lainnya yang ikut hadir dalam kesempatan ini antara lain Menteri PANRB Syafruddin, Menteri PPN/Bappenas Bambang Brodjonegoro, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono, Menteri Kesehatan (Menkes) Nila Moloek, dan beberapa duta besar negara sahabat.

JK mengatakan para calon PNS tersebut merupakan orang-orang terpilih, sebab hanya sekitar 3 persen dari seluruh total pendaftar seleksi CPNS 2018 yang berhasil lolos hingga ke tahap akhir.

Dia pun mengingatkan agar para calon abdi negara tersebut terus memegang prinsip untuk mau melayani masyarakat secara maksimal tergantung masing-masing tugas.

"Seorang guru yang diangkat, mengajar dan mendidik generasi muda dengan ikhlas dengan kemampuan yang baik. Seorang pegawai kementerian kesehatan, merawat, mendorong kesehatan jadi lebih baik. Itu melayani," bebernya.

"Semuanya mempunyai tugas-tugas yang beragam untuk kemajuan bangsa ini," tukas dia

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

991 PNS Pelanggar Netralitas Terancam Sanksi Disiplin

20160711-PNS-DKI-Jakarta-YR
Ilustrasi Foto PNS. (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN Pasal 49, Badan Kepegawaian Negara (BKN) terus melakukan pengawasan implementasi manajemen Aparatur Sipul Negara (ASN) atau Pegawai Negeri Sipil (PNS), khususnya dalam hal penegakan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang melekat pada PNS.

Salah satunya, ketentuan yang menyebutkan bahwa PNS harus menjalankan tugas dan fungsinya tanpa intervensi politik (Pasal 12 UU ASN). Namun kasus keterlibatan PNS dalam aktivitas politik seperti keberpihakan terhadap calon pasangan tertentu masih ditemukan dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Tahun 2018 sampai Pemilihan Umum (Pemilu) Tahun 2019.

Kepala Biro Humas BKN Mohammad Ridwan menjelaskan, data Kedeputian BKN Bidang Pengawasan dan Pengendalian Kepegawaian (Wasdalpeg) menetapkan sebanyak 991 PNS yang terlibat dalam pelanggaran netralitas (data per Januari 2018 s/d Juni 2019). 

Dari total tersebut, 299 PNS sudah diproses sampai tahap pemberian sanksi yang terdiri dari 179 PNS dikenakan sanksi disiplin dan 120 PNS dikenakan sanksi kode etik.

"Adapun 692 sisanya yang belum ditetapkan sanksi masih dalam tahap pemeriksaan dan klarifikasi lebih lanjut dengan pihak instansi masing-masing," jelas dia dalam keterangan tertulis, Selasa (23/7/2019).

Sebelumnya BKN sudah melakukan sinkronisasi data pelanggaran netralitas dengan instansi pemerintah daerah (Provinsi/Kota/Kabupaten) pada tanggal 4–10 Juli 2019. Mengingat dari total 991 ASN yang terlibat pelanggaran netralitas, 99.5% berstatus pegawai instansi pemerintah daerah.

Ketentuan jenis pelanggaran dan sanksi disiplin untuk PNS yang terbukti melanggar netralitas diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS.

Pelanggaran Pertama

Hari Pertama Masuk, PNS DKI Jakarta Langsung Aktif Bekerja
Sejumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pemprov DKI Jakarta melakukan tugas dinasnya di Balaikota, Jakarta, Senin (10/6/2019). PNS kembali berdinas di masing-masing instansinya pada hari pertama kerja usai libur nasional dan cuti bersama Hari Raya Idul Fitri 1440 H. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Terdapat dua jenis pelanggaran dan hukuman yang dikenakan bagi ASN yang melanggar netralitas. Pertama, jenis pelanggaran netralitas berkategori sanksi hukuman disiplin sedang meliputi:

- Ikut serta sebagai pelaksana kampanye;

- Menjadi peserta kampanye;

- Mengadakan kegiatan yang mengarah keberpihakan terhadap pasangan calon;

- Memberi dukungan kepada calon anggota Dewan Perwakilan Daerah atau calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah;

- Terlibat kampanye untuk mendukung calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah;

- Mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, imbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat.

Terhadap pelanggaran itu, sanksi yang diterapkan dapat berupa:

- Penundaan kenaikan gaji berkala selama satu tahun;

- Penundaan kenaikan pangkat selama satu tahun; dan

- Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama satu tahun.

Pelanggaran Kedua

Larangan - Larangan Peserta Kampanye yang Penting Diketahui, Laporkan Bila Terjadi!
Jika terlibat dalam tim dan kegiatan kampanye, PNS hingga Pejabat Publik terancam kurungan pidana dan denda jutaan rupiah.

Kedua, jenis pelanggaran netralitas yang berkategori hukuman disiplin berat meliputi:

- Sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas negara;

- Membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye;

- Menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan kampanye; dan

- Menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.

Terhadap pelanggaran itu, sanksi yang diterapkan dapat berupa :

- Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama tiga tahun;

- Pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah;

- Pembebasan dari jabatan; hingga Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya