Liputan6.com, New York - Jane Lauder masuk dalam daftar 500 miliarder versi Bloomberg berkat melesatnya penjualan kosmetik Estee Lauder asal Amerika Serikat (AS). Tak tanggung-tanggung, kekayaan Lauder meroket USD 1,5 miliar tahun ini atau setara Rp 21,3 triliun (USD 1 = Rp 14.244).
Penjualan kosmetik di dunia sedang meledak pada setahun terakhir, terutama di Asia. Bloomberg mencatat kekayaan Lauder pun tercatat sebesar USD 4,3, miliar (Rp 61,2 triliun).
Advertisement
Baca Juga
Penjualan kosmetik Estee Lauder tercatat naik 25 persen dan dipimpin oleh China, Hong Kong, dan pasar-pasar di Asia Tenggara.
Lauder tak sendirian, pemilik perusahaan kosmetik pun ketiban untung. Wanita terkaya di dunia juga berasal dari sektor kosmetik, yakni Francoise Bettencourt Meyers dari L'Oreal.
Tahun ini saja kekayaan Francoise Bettencourt Meyers bertambah USD 6,6 miliar (Rp 93 triliun) menjadi USD 52,6 miliar (Rp 749 triliun). Kekayaan wanita itu pun lebih besar ketimbang orang terkaya di Benua Asia.
Francoise Bettencourt Meyers dan Jane Lauder bukanlah pendiri perusahaan, melainkan keturunan dari pendirinya, yakni kakek dan nenek mereka.
Kakek Fracnoise adalah Eugène Schueller, seorang pengusaha sekaligus ahli kimia, yang mendirikan L'Oreal pada 1909. Sementara, nenek Jane Lauder adalah Estee Lauder yang mendirikan usaha kosmetik Estee Lauder bersama sang suami.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Polisi Tangkap Penyelundup Kosmetik Ilegal Senilai Ratusan Miliar dari Tiongkok
 Subdit I Indag Ditreskrimsus Polda Metro Jaya menggagalkan penyelundupan barang bernilai ratusan miliar. Barang yang berasal dari Tiongkok ini berupa kosmetik, obat-obatan, bahan pangan dan elektronik ilegal.
"Barang-barang kosmetik kan datang dari luar, belum mendapat izin dari BPOM atau izin edar lainnya. Jadi kita nggak tau isinya, bisa menimbulkan kerugian," kata Kapolda Metro Jaya Irjen Gatot Eddy Pramono di Polda Metro Jaya, Rabu, 14 Agustus 2019.Â
Dalam kasus ini, polisi menangkap 4 orang tersangka yakni PI (63), H (30), EK (44) dan satu warga negara Tiongkok AH (40). Kelompok ini sudah menjalankan bisnis gelap tersebut selama 8 tahun.
Sebelum dikirim ke Indonesia, barang-barang ilegal ini lebih dulu masuk ke wilayah Malaysia melalui pelabuhan Pasir Gudang, Johor. Kemudian barang-barang tersebut dikirim ke pelabuhan Kuching Serawak.
Selanjutnya, barang tersebut dibawa menggunakan truk ke perbatasan wilayah Indonesia untuk diselundupkan melalui jalan darat ke wilayah Jagoi Babang, Kalimantan Barat.
Setelah itu, barang tersebut diangkut menggunakan truk besar dari Pontianak melalui pelabuhan Dwikora. Lalu dikirim menggunakan kapal angkut dan masuk ke pelabuhan Tegar Marunda Center Kabupaten Bekasi.
Saat kapal bersandar di pelabuhan, petugas mengamankan 10 truk pembawa barang ilegal tersebut.
Gatot menyebut, kelompok ini bisa menyelundupkan barang sebanyak 4 kali dalam sebulan. Sekali pengiriman, pelaku meraup keuntungan senilai Rp 67,1 miliar.
"Jika ini dikalikan setahun, barang ini bisa senilai Rp 3 triliun lebih. Setahun negara kita bisa rugi hampir Rp 800 miliar, ini baru satu kelompok," sebutnya.
Dengan dampak kerugian kepada negara yang begitu besar, polisi saat ini masih melakukan pengembangan kasus untuk mencari kelompok lain yang melakukan kejahatan serupa.
"Beredarnya barang-barang ilegal ini tentu merugikan masyarakat, karena barang yang diedarkan tidak melalui uji laboratorium BPOM. Sehingga tidak bisa dipastikan kandungan di dalamnya," ujarnya.
Advertisement
Diedarkan di Beberapa Daerah
Sejauh ini barang-barang ilegal tersebut sudah diedarkan di sejumlah daerah di seluruh Indonesia. "Pasarnya di Jakarta, Jawa Barat, Sulawesi, Jawa Tengah. Kalau di Jakarta dipasarkan di Asemka," ucapnya.
Para tersangka dijerat dengan pasal berlapis. Yakni Pasal 197 UU Nomor 36 tahun 2014 tentang Kesehatan, dengan pidana penjara 15 tahun, dan denda maksimal Rp 1,5 miliar. Pasal 140 UU Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan, dengan pidana penjara 2 tahun, denda maksimal Rp 4 miliar.
Pasal 104 UU Nomor 7 tahun 2014 tentang Perdagangan, dengan pidana penjara 5 tahun, denda maksimal Rp 5 miliar. Dan Pasal 62 UU Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dengan pidana penjara 2 tahun, denda maksimal Rp 500 juta.