Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat pertumbuhan industri manufaktur nasional yang lesu menjadi salah satu penghambat pertumbuhan ekonomi Indonesia. Akibatnya, angka pertumbuhan ekonomi selalu tertahan di level kisaran 5 persen setiap tahunnya. Di tahun ini target pertumbuhan ekonomi ditargetkan mencapai angka 5,2 persen.
Deputi Gubernur BI, Dody Budi Waluyo menyebutkan pertumbuhan sektor manufaktur nasional di kuartal II-2019 hanya tumbuh di kisaran 3,62 persen. Angka tersebut dinilai terlalu kecil, bahkan hanya separuh dari pertumbuhan normal sektor manufaktur yang seharusnya 6 persen-7 persen.
Advertisement
Baca Juga
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat realisasi pertumbuhan di kuartal II-2019 itu melambat dibandingkan kuartal II-2018 yang tumbuh 4,36 persen. Pada periode yang sama pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat sebesar 5,05 persen, melambat dari kuartal II-2018 yang sebesar 5,27 persen yoy.
"Tidak salah kalau ekonomi kita akan tumbuh diskisaran hanya sekitar 5 persen untuk di tahun 2019 ini. Jadi ini tantangan yang besar bagaimana kita bisa dorong sektor manufaktur untuk terus tumbuh," kata dia, dalam acara seminar nasional terkait pengembangan industri dalam negeri di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (4/9).
Dia menegaskan perlu usaha ekstra untuk mendorong sektor manufaktur sehingga lebih memacu laju pertumbuhan ekonomi. Namun semua itu tentu tidak lepas dari berbagai tantangan.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
2 Tantangan
Dia mengungkapkan, setidaknya ada dua tantangan dalam mendorong industri manufaktur tersebut. Pertama soal meningkatkan value chain dalam negeri. Menurutnya, banyak industri unggulan Indonesia yang belum saling terhubung dengan industri lainnya. Terutama yang produk pendukungnya ada di Tanah Air.
"Seperti industri otomotif, yang produksinya cenderung dimanfaatkan untuk ekspor ke luar negeri, dibandingkan untuk dukung sektor industri dalam negeri," ujarnya.
Selanjutnya, produk unggulan manufaktur harus didorong untuk bersaing di pasar global. Menurutnya, ditengah persaingan global yang semakin ketat, Indonesia perlu menentukan prioritas produk, tak bisa keseluruhan secara bersamaan. BI melihat potensi itu ada pada produk tekstil, otomotif, dan alas kaki.
"Itu berdasarkan kriteria yang kami lihat memiliki daya saing paling kuat dalam kompetisi pasar global. Serta dilihat dari sisi bagaimana produk itu mendorong adanya devisa yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi," tutupnya.
Reporter: Yayu Agustini Rahayu
Sumber: Merdeka.com
Advertisement