Liputan6.com, Jakarta PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) menegaskan, harga gas yang disalurkan perusahaan masih sangat kompetitif di kawasan Asia. Ini bila dibandingkan dengan harga gas di Malaysia karena mendapatkan subsidi dari pemerintah negara itu.
Berdasarkan data sejumlah lembaga energi terkemuka seperti Woodmack (2018) dan Morgan Stanley 2016, harga gas bumi bagi sektor industri di Indonesia jauh lebih rendah dibandingkan harga di Singapura dan Cina.
Baca Juga
Di Singapura, industri konsumen membeli gas berkisar USD 12,5 sampai USD 14,5 per MMBtu. Sementara industri di Cina harus membayar lebih mahal lagi yaitu mencapai USD 15 per MMBtu.
Advertisement
"PGN menjual gas kepada pelanggan akhir berkisar antara USD 8 - USD 10 per MMBtu. Harga itu terbentuk dari berbagai sumber baik gas sumur maupun LNG yang harganya jauh lebih tinggi," kata Rachmat Hutama, Corporate Secretary PGN di Jakarta, Kamis (26/9/2019).
Rachmat mengungkapkan, sejak 2013 PGN tidak pernah menaikkan harga gas kepada konsumen industri. Sementara biaya pengadaan gas, biaya operasional dan kurs Dolar AS terus meningkat.
Secara akumulasi, sejak 2013 hingga saat ini kurs Dolar Amerika Serikat (AS) telah naik hingga 50 persen. Biaya pengadaan gas selama ini menggunakan patokan Dolar AS.
"Dengan beban biaya yang terus meningkat tentunya ruang bagi PGN untuk mengembangkan infrastruktur gas bumi menjadi makin terbatas. Sementara banyak sentra-sentra industri baru, seperti di Jawa Tengah dan Jawa Timur yang belum terjamah gas bumi," tutur Rachmat.
Menurut Rachmat, semakin panjang jaringan pipa yang dikelola oleh suatu badan usaha, maka biaya pengelolaan dan perawatannya menjadi besar, setiap tahun biaya dua komponen itu juga terus naik.
Hingga saat ini, sebagai subholding gas bumi, PGN telah membangun jaringan gas hingga lebih dari 10 ribu kilometer (km).
Panjang pipa gas PGN ini hampir dua kali lipat dibandingkan jaringan gas milik Malaysia dan Thailand, serta 4 kali lipat lebih panjang daripada jaringan gas di Singapura. Sedangkan di Cina jaringan pipa yang terbangun mencapai lebih dari 40 ribu kilometer.
Dari fakta dan data di atas, biaya pengelolaan kegiatan hilir Indonesia masih bersaing dibanding negara-negara di Asia Tenggara. Rentang biaya distribusi dan niaga di Indonesia berkisar USD 2,8 -USD 4 per MMBTU.
Bandingkan dengan negara Malaysia, Singapura, Thailand dengan rentang biaya hilir sebesar USD 2,8 – USD 3 per MMBTU dengan panjang pipa setengah dari yang dimiliki Indonesia dengan segala tantangan wilayah geografis yang didominasi kepulauan.
Atas dasar tersebut, rencana penyesuaian harga gas yang akan dilakukan oleh PGN, lanjutnya, juga sudah dikaji secara matang dengan memperhitungkan banyak aspek. Termasuk dari sisi kemampuan konsumen industri sendiri.
Sebagai pionir pemanfaatan gas dan pembangunan infrastruktur gas bumi, PGN selama ini juga telah mengambil banyak risiko. Baik risiko pasokan maupun pasar yang cenderung fluktuatif dan tidak pasti.
Sebagai agregator, untuk memastikan ketersediaan gas, PGN juga telah membangun terminal LNG di beberapa lokasi untuk meregasifikasi LNG yang berasal dari berbagai sumber.
"Perluasan pemanfaatan gas bumi merupakan tanggungjawab bersama. Apalagi kita punya tanggungjawab bersama untuk menjaga ketahanan energi nasional dan melayani kebutuhan gas bumi secara berkeadilan," tandasnya.