Liputan6.com, Jakarta Perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China nampaknya makin memanas. Kedua negara mulai saling menerapkan tarif-tarif tambahan terhadap komoditas yang sudah berlaku efektif sejak awal September 2019 lalu.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Piter Abdullah menilai gesekan kedua negara tersebut tentu berdampak negatif terhadap perekonomian global, tak terkecuali Indonesia. Bahkan, perlambatan ekonomi global saat ini terjadi pun disebabkan perang dagang antara AS dan China.
Baca Juga
"Secara makro perang dagang berdampak negatif," kata Piter saat dihubungi Merdeka.com, Minggu (6/10/2019).
Advertisement
Dia mengatakan dampak dari perlambatan ekonomi global kemudian menyebabkan harga dan permintaan komoditas yang menjadi andalan ekspor Indonesia semakin tersungkur. Sehingga menurut dia sulit untuk Indonesia untuk memanfaatkan apalagi keluar dari jeratan tersebut.
"Tidak ada peluang. Kalau ada satu dua perusahaan yang mendapat manfaat dari perang dagang itu juga hanya akan berlangsung jangka pendek. Kalau perang dagang terus terjadi maka dalam jangka panjang tidak akan ada yang mendapatkan manfaat," jelas dia.
Oleh karena itu, salah satu strategi untuk menghadapi kondisi perang dagang dan perlambatan ekonomi global dia menyarankan agar pemerintah fokus untuk mengelola permintaan dalam negeri. Dengan begitu, akan meminimalisir dampak dari pengaruh eksternal.
Seperti diketahui, Pemerintah Trump mulai menerapkan tarif 15 persen terhadap impor barang dari China senilai lebih dari USD 125 miliar (sekitar Rp 1,7 kuadriliun), termasuk pada pengeras suara canggih, pengeras suara praktis Bluetooth dan banyak jenis alas kaki.
Sebagai balasan, Beijing mengenakan tarif 5 persen atas minyak mentah AS mulai 1 September. Inilah pertama kalinya minyak AS dikenai tarif sejak kedua negara perekonomian terbesar dunia itu mulai melancarkan perang dagang lebih dari satu tahun lalu.
Presiden AS Donald Trump bulan lalu mengatakan ia akan meningkatkan tarif 5 persen senilai USD 550 miliar atas impor barang-barang dari China setelah Beijing mengumumkan tarif pembalasannya terhadap barang-barang AS.
Tarif 15 persen oleh AS atas telepon seluler, komputer jinjing, mainan dan pakaian akan mulai berlaku pada 15 Desember.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
* Dapatkan pulsa gratis senilai Rp 5 juta dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com di tautan ini.
Jurus Mendag agar Indonesia Kuat Melawan Krisis Keuangan
Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita mengatakan krisis keuangan global sedang menghantui perekonomian dunia akibat perang dagang. Krisis tersebut sudah diprediksi Bank Dunia dan akan datang antara tahun 2020 dan 2021.
"Perang dagang ini memberikan dampak yang sangat besar. World Bank menyampaikan prediksinya dalam satu tahun sampai satu setengah tahun ke depan yang disebut world financial crisis akan melanda dunia. Indonesia akan bisa survive kalau investasi dan ekspor masuk," ujar dia di Jakarta, Minggu (6/10/2019).
Dia pun mengapresiasi kehadiran gerakan local to global yang merupakan kerja sama antara pemerintah dan Kadin. Gerakan ini membantu UMKM untuk makin eksis dengan bantuan e-commerce.
Penguatan produk dalam negeri adalah agar Indonesia tak selalu dibanjiri produk luar negeri dan menjadi konsumen saja.
"Saya sungguh berbahagia atas komitmen yang dibuat ini, bahkan ada suatu upaya untuk mendorong from local to global. Itu suatu yang positif," ujar Enggar.
Langkah lain yang akan dilakukan Enggar adalah berupaya melakukan proteksionisme. Enggar menyebut itu perlu mengingat negara-negara lain juga cenderung menjadi proteksionis.
"Saya pun terpaksa harus melakukan hal serupa. Hanya sekarang bagaimana cari celahnya agar itu tak melanggar WTO," ujar Enggar.
Ia berkata tidak terlalu peduli jika diadukan ke WTO, sebab industri Indonesia harus tetap eksis. Enggar juga menyebut tak mau ditekan-tekan pihak luar negeri.
Dia pun akan menindaklanjuti permintaan Presiden Jokowi agar memudahkan investasi. Aturan-aturan yang menyulitkan pun sedang ia benahi.
Â
Advertisement