Pengusaha Tolak Usulan 90 Persen Ukuran Gambar Seram di Bungkus Rokok

Usulan 90 persen ukuran gambar seram ini dinilai mengancam keberlangsungan industri rokok.

oleh Liputan6.com diperbarui 06 Nov 2019, 15:58 WIB
Diterbitkan 06 Nov 2019, 15:58 WIB
Bungkus Baru Rokok Menyeramkan
Seorang perokok tampak menunjukan bungkus rokok yang telah berganti peringatan bergambar di minimarket, Jakarta, Selasa (24/6/14). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Para pelaku industri rokok menolak usulan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) terkait rancangan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan (PP 109/2012). 

Sebagian besar usulan Kemenkes ini dinilai mengancam keberlangsungan Industri Industri Hasil (IHT) atau rokok dan mata pencaharian bagi jutaan orang yang terlibat di dalamnya.

"Mengejutkan dengan ada revisi PP 109 2012. Kami menolak revisi ini karena masih relevan untuk dijalankan," ujar Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) Henry Najoan di kawasan Cikini, Jakarta, Rabu (6/11/2019).

Sementara itu, Ketua Umum Gaprindo Muhaimin Moeftie menyatakan, Kemenkes sebagai pemrakarsa revisi PP 109/2012 berencana untuk memperluas ukuran gambar peringatan kesehatan dari 40 persen menjadi 90 persen dan melarang total promosi dan iklan di berbagai media termasuk tempat penjualan, dengan dalih adanya peningkatan prevalensi perokok anak.

Namun ironisnya, hingga saat ini tidak ada upaya yang kongkrit dari Kemenkes untuk mengedukasi masyarakat akan bahaya rokok dan mencegah akses penjualan, khususnya bagi anak-anak, sebagaimana sudah dimandatkan dalam PP 109/2012 pasal 6. 

“Kami sepakat dan mendukung regulasi untuk mencegah anak-anak mengonsumsi produk tembakausebagaimana tercantum dalam PP109/2012, mereka bukan target konsumen kami. Bahkan, pelaku industri secara sukarela telah menjalankan program sosialisasi kepada para mitra ritel untuk tidak menjual produk tembakau kepada anak-anak," ungkap dia.

"Kami menilai bahwa Pemerintah, khususnya Kemenkes bahkan belum melakukan upaya kongkrit dalam mencegah perokok anak. Ini seolah-olah kami dihukum akibat kelalaian mereka dalam menjalankan tugasnya,” kata dia.

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Gambar Seram Tak Pengaruhi Penjualan Rokok

Bungkus Baru Rokok Menyeramkan
Selasa (24/6/14), semua produk rokok wajib mencantumkan peringatan Bahaya Merokok Bagi kesehatan dengan gambar yang menyeramkan pada rokok, Jakarta. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Masyarakat pastinya sudah familiar dengan gambar seram di atas bungkusan rokok. Berdasarkan PP 109/2012, pemerintah memang mewajibkan produsen rokok untuk menampilkan peringatan kesehatan bergambar seram sebesar 40 persen dari total kemasan.

Namun, pencantuman gambar seram tersebut tidak serta merta membuat penjualan produk tembakau batangan menjadi lesu.

Ketua Gabungan Persatuan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) Henry Najoan mengatakan, penjualan rokok dalam beberapa tahun terakhir memang tertahan lantaran daya beli konsumennya yang melemah.

"Penjualan dalam berapa tahun terakhir tidak meningkat. Bukan dikarenakan gambar, tapi lebih disebabkan daya beli," ujar dia di Jakarta, seperti dikutip Kamis (3/10/2019).

Dia juga mencibir usulan Kementerian Kesehatan yang mau menaikan komposisi gambar seram menjadi 90 persen dari kemasan tanpa alasan kajian yang jelas.

"Kepentingan pengendalian melalui peringatan kesehatan 40 persen kemasan sudah kami terima dengan berbesar hati. Jangan sampai diperluas jadi 90 persen, bahkan merencanakan kemasan polos tanpa bukti-bukti yang dapat dipertanggungjawabkan," tegasnya.

Menurutnya, adanya bungkusan rokok yang didominasi 90 persen gambar seram justru berpotensi meningkatkan peredaran rokok palsu. Hak konsumen untuk memilih produk juga menjadi terbatas.

"Imbasnya kalau itu, khususnya kalau gambar peringatan jadi 90 persen, potensi rokok palsu akan tinggi. Hak konsumen untuk mencari unit produk akan dikesampingkan," kata Henry.

Guna memprotes usulan tersebut, ia menyatakan GAPPRI telah melayangkan surat kepada beberapa instansi pemerintahan, namun belum ditanggapi.

"Sudah (diajukan), ke Kemenperin, Kemendag, Kemenkeu. Sudah kami sampaikan. (Apa tanggapannya?) Belum ada," tukas dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya