Berkat Meretas, Dua Hacker Muda Jadi Miliarder

Tidak semua peretas itu penjahat. Terkadang, mereka sengaja meretas untuk menunjukkan di mana letak kelemahan perusahaan tersebut.

oleh Tira Santia diperbarui 29 Nov 2019, 21:01 WIB
Diterbitkan 29 Nov 2019, 21:01 WIB
Hacker
Ilustrasi (Sumber : beliefnet.com

Liputan6.com, Jakarta - Kita berpikir hacker adalah orang jahat, yang merusak keamanan. Karena penggambaran yang saat menonton film dan televisi. Namun perlu diketahui, tidak semua hacker itu penjahat. Terkadang, mereka sengaja meretas untuk menunjukkan di mana letak kelemahan sistem keamanan perusahaan tersebut.

Seperti dua hacker muda ini, yang justru sukses dari hobinya meretas. Pemuda pertama Santiago Lopez. Remaja berusia 19 tahun ini mampu menjadi miliarder karena keahliannya dalam meretas.

Ia dikenal dengan julukan "Topi Putih" yang berarti mampu menghasilkan jutaan "bug bounties", yang sengaja dilakukan saat meretas satu perusahaan. Langkah ini bertujuan agar perusahaan itu membayar peretas untuk mengembalikan keamanan perusahaannya.

Menurut platform bug bounty HackerOne, Lopez secara resmi menjadi miliuner bug bounty pertama.

Seperti dilansir dari Business Insider, Lopez mengaku telah melakukan peretasan pada usia 15 tahun. Dia pun mendapatkan hadiah bug pertamanya pada usia 16 tahun. Ia menghasilkan USD 50 atau Rp 704 ribu ( USD 1= Rp 14,098).

Dari sinilah, dia memutuskan untuk berkarier di HackerOne. “Saya menyadari betapa banyak uang yang dapat saya hasilkan melalui peretasan namun dengan cara etis. Platform ini membuka saya kepada organisasi-organisasi terkemuka yang membayar sangat baik untuk menunjukkan kerentanan dalam sistemnya. Jadi saya memiliki peluang untuk menghasilkan banyak uang dan benar-benar membuat karier dari berburu hadiah," kata Lopez.

Lopez mengaku menghabiskan sekitar enam atau tujuh jam sehari untuk meretas. "Ketika Anda menemukan bug, itu adalah perasaan terbaik di dunia." ungkap dia.

Dari hasil meretas tersebut, kini ia memiliki tabungan yang cukup untuk membeli dua mobil jenis Peugeot RCZ dan Mini Cooper, serta sebuah rumah di pantai.

Dia juga sangat menikmati profesinya sebagai hacker, karena merasa tertantang.

Namun, dirinya juga berkeinginan untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Usai lulus, dia ingin mendirikan perusahaan sendiri yang masih berhubungan dengan keamanan perangkat. "Peretasan akan selalu menjadi bagian besar dalam hidup saya," tambahnya.

 

Hacker kedua, bernama Nathaniel Wakelam atau biasa akrab dipanggil "Naffy". Pemuda ini lahir 24 tahun lalu di Australia. Namun, kini ia tinggal di Thailand.

Sama halnya seperti Lopez, Wakelam mulai meretas saat remaja. Dia lebih suka menghabiskan waktunya untuk meretas video game, meskipun tidak menguntungkan baginya.

"Saya menemukan kerentanan dalam game yang memungkinkan saya untuk menjadi tidak terlihat menduplikasi emas dalam game, dan pindah ke area peta terbatas / tidak diinginkan," kata Wakelam kepada Business Insider.

Game yang ia retas merupakan game Massively Multiplayer Online (MMO) besar. MMO adalah dunia game online besar, tempat pemain dapat berinteraksi, seperti "World of Warcraft."

Ia sadar dengan apa yang dilakukannya adalah merusak sistem keamanan. Dia pun berpikir untuk menghasilkan uang dari aksinya. Apalagi saat kuliah ia kekurangan uang.

“Selama semester pertama saya di universitas, saya kesulitan membayar uang sewa. Saya juga bekerja lima jam sehari, lima hari seminggu di sebuah pusat panggilan sambil mempertahankan studi penuh waktu,” jelas dia.

Setelah meretas sebulan, ia tidak melanjutkan aktivitasnya. Namun, saat Yahoo mengumumkan sebuah program untuk mengamankan keamanan perusahaannya, Wakelam dengan sigap mengambil pekerjaan itu dan mendapatkan USD 6000 atau Rp 84 juta.

Saat ini Wakelam bekerja dengan Riot Games, studio game yang belakangan ini sangat populer "League of Legends", dan Verizon.

Wakelam memiliki jadwal meretas yang bervariasi. "Ketika saya tidak menemukan banyak bug saya bisa menghabiskan waktu hanya 5 jam per minggu, tetapi ketika saya melakukan dengan baik itu bisa sebanyak 30 hingga 40 jam per minggu," katanya.

Sebelumnya, ia tidak pernah membayangkan masa depannya jika tidak meretas. Kini, ia menjadi konsultan keamanan komputer.

Banyak perusahaan yang rela membayar mahal hacker, untuk menjaga keamanan perusahaan mereka. Seperti yang dilakukan oleh Apple, yang mengadakan sayembara kepada siapa saja yang bisa membobol iPhone, akan dihadiahi uang sebesar USD 1 juta atau Rp 14 miliar.

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya