Kenaikan Cukai Produk Tembakau Alternatif Harus Proporsional

Saat ini, produk tembakau alternatif dikenakan tarif cukai tertinggi sesuai dengan Undang-Undang Cukai yaitu sebesar 57 persen.

oleh Septian Deny diperbarui 14 Des 2019, 11:00 WIB
Diterbitkan 14 Des 2019, 11:00 WIB
(Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)
Petani Tembakau (Foto:Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah diminta untuk menetapkan kenaikan cukai produk tembakau alternatif secara proporsional. Hal ini agar kenaikan cukai tersebut tidak memberatkan para pelaku usaha terkait.

Mantan Direktur Riset Kebijakan dan Kerja Sama Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Tikki Pangestu menjelaskan, produk tembakau alternatif di Indonesia diperlakukan tidak tepat karena pengaturan cukainya relatif lebih tinggi dari rokok.

Saat ini, produk tembakau alternatif dikenakan tarif cukai tertinggi sesuai dengan Undang-Undang Cukai yaitu sebesar 57 persen. Dia mengatakan, ketetapan cukai sebaiknya proporsional dengan risiko produk.

“Mengingat adanya pengurangan risiko sebesar 95 persen pada produk tembakau alternatif, seharusnya produk ini diatur sedemikian rupa agar mudah diakses oleh perokok dewasa yang sebagian besar berasal dari kelompok berpenghasilan rendah. Harga tentunya memiliki peranan yang sangat penting,” ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta (14/12/2019).

 

Ketentuan harga jual produk tembakau alternatif diatur dalam peraturan tarif cukai hasil tembakau yang dikeluarkan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Dalam aturan tersebut produk tembakau alternatif digolongkan dalam Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL).

Jenis-jenis HPTL yang beredar di pasaran antara lain, rokok elektrik (vape), produk tembakau yang dipanaskan (heated tobacco product), snus, nikotin tempel dan lainnya.

Menurut Tikki, beberapa negara memanfaatkan HPTL sebagai salah satu solusi bagi perlindungan kesehatan. Hal ini dipicu oleh profil risiko produk ini yang lebih rendah dibandingkan rokok.

Sebagai contoh, Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (US FDA) telah melakukan kajian selama dua tahun terhadap produk tembakau yang dipanaskan yang termasuk dalam kategori HPTL. Hasilnya, produk ini diizinkan untuk dipasarkan karena sejalan dengan upaya perlindungan kesehatan publik.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Asosiasi Minta Dukungan Pemerintah

Rokok Elektrik
Ilustrasi Rokok Elektrik atau Vape (iStockphoto)

Pengamat Hukum sekaligus Ketua Koalisi Indonesia Bebas TAR (KABAR) Ariyo Bimmo mengatakan, produk tembakau alternatif yang lebih rendah risiko seharusnya mendapatkan dukungan dari pemerintah melalui regulasi khusus yang berbeda dari rokok.

“(peraturan) yang ada sekarang ini belum cukup kuat mengatur produk tembakau alternatif. Produk ini perlu diperkuat dengan regulasi lainnya sehingga kehadiran produk ini semakin memberikan manfaat,” ujar Ariyo.

Terkait rencana kenaikan Harga Jual Eceran (HJE) untuk HPTL, Ariyo berharap pemerintah mempertimbangkan kemampuan perokok dewasa untuk menjangkau produk tembakau alternatif dan potensi ekonomi melalui pertumbuhan UMKM dari kehadiran industri ini.

“Kami berharap pemerintah tidak menaikkan beban cukai HPTL sehingga perokok dewasa dapat menjangkau produk yang lebih rendah risiko kesehatannya. Selain itu, sebagai produk inovasi, industri baru ini harus terus didukung, agar semakin banyak pelaku usaha yang belum mendaftarkan produknya akan mendaftarkan diri, sehingga tindakan penyalahgunaan dapat ditekan," ungkap dia.

"Dengan kondisi yang belum mapan, pelaku usaha ini malah akan menghindari membayar cukai. Kami berharap pemerintah membatalkan rencana kenaikan HJE HPTL karena dapat berdampak negatif bagi perokok dewasa, pelaku usaha, dan penerimaan negara," tutup Ariyo.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya