Liputan6.com, Jakarta - Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), mengungkapkan occupancy rate untuk sektor hotel pada 1-14 Maret 2020 secara nasional telah dibawah 50 persen. Hal ini menunjukan sektor hotel telah mengalami kesulitan cash flow dan kerugian akibat virus corona.
Untuk itu, PHRI menyebutkan saat ini menajemen hotel mulai membicarakan kemungkinan terburuk kepada karyawan untuk mengurangi biaya tenaga kerja yaitu dengan mengatur giliran kerja atau merumahkan sebagian karyawan, mengurangi jam kerja, menghentikan pekerja harian serta kemungkinan pembayaran THR yang tidak utuh.
Wakil Ketua Umum Organisasi Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Maulana Yusran mengatakan bahwa sudah ada perusahaan yang mulai mengurangi karyawannya. Namun terkait jumlah persisnya, Yusran belum mengantongi datanya.
Advertisement
“Kami belum mendatanya secara langsung, tapi infonya sudah ada,” ujarnya kepada Liputan6.com, Selasa (17/3/2020).
Selanjutnya, Yusran menyambung, umumnya yang melakukan pengurangan karyawan adalah dari sektor hotel. Karena yang banyak jumlah tenaga kerjanya adalah hotel dibandingkan rengan restoran.
Sebelumnya, Menurut data PHRI, terjadi penurunan occupancy rate yang tajam sejak dikeluarkannya Nota Dinas dari beberapa Kementerian dan Lembaga yang memberikan instruksi untuk tidak mengadakan rapat atau acara yang mengumpulkan orang banyak. Segmen pasar pemerintah bagi sektor hotel sangat dominan di seluruh wilayah Indonesia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Sepi Pengunjung, Pengusaha Hotel Wacanakan Rumahkan Pegawai
Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) mencatat tingkat keterisian hotel selama 1-14 Maret 2020 secara nasional telah dibawah 50 persen. Hal ini menunjukan sektor hotel telah mengalami kesulitan cash flow dan kerugian.
Menurut Ekspektasi Pasar, kinerja hotel akan mengalami penurunan untuk periode H1 2020 vs H1 2019 akibat dampak COVID-19. Dengan Occupancy menurun 25–50 persen, average room rate menurun 10–25 persen. Sehingga total pendapatan diperkirakan mengalami penurunan 25–50 persen selama COVID-19.
“Kemudian juga yang jadi poin utamanya juga hotel itu juga jadi tempat orang itu berkumpul untuk meeting. Namun kan dengan situasi seperti ini kan nggak mungkin orang-orang lakukan hal reguler seperti yang mereka biasanya lakukan,” ujar Wakil Ketua Umum Organisasi Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Maulana Yusran kepada reporter Liputan6.com pada Selasa (17/03/2020).
Terjadi penurunan occupancy rate yang tajam sejak dikeluarkannya Nota Dinas dari beberapa Kementerian dan Lembaga yang memberikan instruksi untuk tidak mengadakan rapat atau acara yang mengumpulkan orang banyak. Segmen pasar pemerintah bagi sektor hotel sangat dominan di seluruh wilayah Indonesia.
Advertisement
Wacanakan Bayar THR Tak Utuh
Kondisi cash flow sektor hotel semakin menyusut sehingga kemampuan untuk membayar kewajiban kepada perbankan, pajak (pajak pemerintah pusat, pajak & retribusi daerah), iuran BPJS Ketenagakerjaan, iuran BPJS Kesehatan dan biaya operasional (gaji karyawan, supplier bahan baku, listrik, air, telepon dan lain-lain) menjadi melemah dengan kemungkinan gagal bayar bila pemerintah tidak melakukan kebijakan untuk mengantisipasinya.
"Seharusnya (insentif) diberikan kepada pelaku usaha dong (bukan hanya kepada pemda). Karena kan pelaku usaha yang memiliki bisnis usahanya kan, dan dia punya karyawan, dia punya kewajiban ini itu segala macam," terang Yusran.
Pada saat ini menajemen hotel mulai membicarakan kemungkinan terburuk kepada karyawan untuk mengurangi biaya tenaga kerja yaitu dengan mengatur giliran kerja/merumahkan sebagian karyawan, mengurangi jam kerja, menghentikan pekerja harian serta kemungkinan pembayaran THR yang tidak utuh.