Bantuan Langsung Tunai di Tengah Pandemi Corona Harus Tepat Sasaran

Bantuan Langsung Tunai kepada masyarakat berusia 20-40 tahun yang mencari nafkah, dengan jumlah nominal Rp 4 juta.

oleh Tira Santia diperbarui 23 Mar 2020, 16:30 WIB
Diterbitkan 23 Mar 2020, 16:30 WIB
Kartu-Keluarga-Sejahtera-Khofifah-Indar-Parawansa-Rini-Sumarno
Warga berbincang mengenai KKS di Cibubur, Jakarta, Kamis (23/2). Keluarga kurang mampu yang menerima Bantuan Pangan Non Tunai dapat langsung menggunakan KKS untuk berbelanja bahan pokok di e-warung di lingkungan mereka. (Liputan6.com/Angga Yunair)

Liputan6.com, Jakarta - Akademi Ilmuwan Muda Indonesia Sonny Mumbunan, mengusulkan penerapan Universal Basic Income (UBI) atau transfer payment untuk menangani dampak covid-19 terhadap masyarakat yang terdampak.

Menurut Sonny, Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada masyarakat berusia 20-40 tahun yang mencari nafkah, dengan jumlah nominal Rp 4 juta. Tanpa memandang status sosial, pekerjaan, dan posisi keluarga, dan lainnya.

Kendati begitu, mekanisme BLT yang misalnya diterima oleh masyarakat yang mampu atau kaya, uang tersebut akan digunakan lagi pada pembayaran pajak, yang tentunya akan mengalir kembali.

“Basic income, mereka yang kaya ada pendapatan perorang yang akan dikenakan pajak, sementara bagi mereka yang tidak mampu, semuanya dapat kita lihat dalam instrument fiskal, akan tetapi dengan memberikan kepada semua, akan memberikan kemudahan bagi semua orang, butuh beban yang biasa ekplisit untuk memastikan uang itu diterima oleh orang miskin atau tidak,” kata Sonny dalam dikusi Dampak ekonomi Sosial Bagi Kelompok Marginal Indonesia, di Jakarta, Senin (23/3/2020).

Namun, hal itu disanggah oleh Ekonom World Bank Vivi Alatas, yang dalam kesempatan yang sama mengatakan, bahwa mekanisme UBI bisa menimbulkan kesenjangan ditengah wabah covid-19 ini.

“kita inginkan adalah tujuan utamanya perubahan perilaku dan memastikan, bahwa saya pikir memberikan Rp 4 juta kepada  usia 20-40 tahun saat ini bagi saya mungkin pemerintah bisa melakukan mekanisme BLT lain,” ujarnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Data Siapa yang Layak Menerima

Kartu-Keluarga-Sejahtera-Khofifah-Indar-Parawansa-Rini-Sumarno
Warga menunjukkan KKS di Cibubur, Jakarta, Kamis (23/2). Keluarga kurang mampu yang menerima Bantuan Pangan Non Tunai dapat langsung menggunakan KKS untuk berbelanja bahan pokok di e-warung yang berada di lingkungan mereka. (Liputan6.com/Angga Yunair)

Lanjut Vivi, mekanisme BLT seperti itu pemerintah harus bisa mendata siapa saja yang layak mendapatkan BLT, agar BLT itu tepat sasaran. Jangan sampai orang-orang yang memiliki kedudukan dan pekerjaan yang cukup juga mendapatkan bantuan tersebut.

“Misalnya aku daftar kemudian kelihatan dari datanya dan sebagainya, aku pegawai Bank dunia atau apa dan sebagainya, harusnya tidak masuk di situ. Ada mekanisme yang paling utama yang paling gampang adalah melihat bahwa mau dapat bantuan sembako, padahal ternyata dia selama ini listriknya dan utilisasi teleponnya besar, itu dia tidak berhak,” jelasnya.

 Karena menurut Vivi dana yang disiapkan pemerintah itu terbatas, oleh karena itu perlu dilihat kembali siapa saja yang berhak menerima BLT, masih banyak hal yang harus dilakukan dan dipikirkan selain mekanisme tersebut.

“Saya pikir memikirkan bahwa targetin itu tetap butuh dilakukan, karena ada banyak hal yang perlu dilakukan dan karena untuk orang-orang tertentu perubahan perilakunya tidak harus didorong dengan uang,” ujar Vivi.

Meskipun dengan BLT itu tampaknya mungkin sudah mulai terasa, tetapi kalau dampak yang ingin dikaitkan itu bukan hanya dampak terhadap penurunan kemiskinan, tetapi kemampuan untuk menanggulangi covid ini dengan segera mungkin.   

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya