12 Proyek PLTU Terhambat Imbas Penyebaran Corona Covid-19

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Perusahaan Listrik Negara (PLN) diminta untuk menyesuaikan Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL)

oleh Tira Santia diperbarui 30 Mar 2020, 17:00 WIB
Diterbitkan 30 Mar 2020, 17:00 WIB
PLTU Lontar
Aktivitas pembangunan proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Lontar unit 4 di Balaraja, Banten, Jumat (29/3/2019). Jika selesai, PLTU di atas tanah seluas 11 hektare persegi ini bisa memperkuat kapasitas listrik Jawa-Bali dan menghemat pengeluaran PLN. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Perusahaan Listrik Negara (PLN) diminta untuk menyesuaikan Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) dengan situasi pandemi virus corona Covid-19.

Karena pandemi tersebut akan berdampak pada kondisi perekonomian dan konsumsi listrik di Indonesia. Hal itu disampaikan oleh Peneliti Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia Adila Isfandiari, mengatakan terdapat beberapa hal yang harus dipertimbangkan pemerintah di tengah pandemic covid-19 dan krisis iklim di Indonesia.

“Di bulan Januari kita sudah menyaksikan langsung krisis iklim yang sangat nyata menerima curah hujan yang cukup tinggi setelah 154 tahun, jadi itu tanda-tanda krisis iklim itu memang sudah terjadi di Indonesia, dan kasus lainnya covid-19, ini ada beberapa hal yang harus kita perhatikan dalam menyusun RUPTL selanjutnya,” kata Adila dalam paparan Media Briefing Secara Daring, Jakarta, Senin (30/3/2020).

Berikut beberapa penyesuaian yang harus dilakukan pemerintah untuk perencanaan kelistrikannya, pertama, penyesuaian asumsi pertumbuhan ekonomi. Seperti yang kita ketahui sebelum adanya pandemic covid-19 ini, Bank Indonesia sendri memproyeksikan pertumbuhan ekonomi di 5 persen – 5,4 persen, namun kemudian diralat menjadi 4,2-4,6 persen karena ada pandemi ini.

“Bahkan kementrian keuangan kita meralat lagi bahwa pertumbuhan ekonomi bisa semakin buruk bisa mencapai 2,5 hingga 0 persen jika wabah pandemi virus corona ini berlangsung lama. Tentunya ini harus disesuaikan di dalam asumsi pertumbuhan ekonomi RUPTL,” ujarnya.

 

Selanjutnya

Setelah beroperasi, PLTU Batang akan menjadi pembangkit terbesar di ASEAN
Setelah beroperasi, PLTU Batang akan menjadi pembangkit terbesar di ASEAN

Kedua, penyesuaian dengan angka kebutuhan listrik. Karena saat ini kita sedang ditengah-tengah pandemic covid-19, jadi ada gerakan dirumah saja dan social distancing, tentunya ini menyebabkan penutupan sektor bisnis, perkantoran, perhotelan, perbelanjaan, dan juga pariwisata, penutupan sektor-sektor ini akan menyebabkan penurunan permintaan listrik di Indonesia.

Ketiga, penyesuaian kapasitas pembangkit. Yang dimaksud adalah pembangkit yang akan direncanakan dalam 10 tahun  ke depan, yaitu dalam jangka waktu RUPTL tersebut. Yang pertama adalah penundaan kontruksi batu bara baru yang sedang di bangun.

“Ini per tanggal 8 maret kemarin ada 12 PLTU yang sedang dibangun yang telah menyampaikan notifikasi post major atau indikasi akan terdampak covid-19 sendiri,” ujarnya.

Menurut Adila, global energi telah menghitung estimasi kerugian, yakni sekitar Rp 209,6 triliun akibat penundaan pembangunan PLTU itu. Selain itu, beberapa penyebab penundaan ini karena pembatasan perjalanan dan pergerakan sendiri antara negara-negara dunia, mislanya keterlambatan pengiriman impor bahan baku komponen PLTU dan tenaga ahli.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya