Sri Mulyani Beri Bank Indonesia Kewenangan Bailout Bank Sistemik

Dalam kondisi pandemi saat ini, pemerintah menilai perlu ada upaya luar biasa untuk mengantisipasi potensi pemburukan di sektor keuangan.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 01 Apr 2020, 12:16 WIB
Diterbitkan 01 Apr 2020, 12:16 WIB
Sri Mulyani pada rangkaian Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia 2018 di Bali
Menkeu Sri Mulyani. Dok: am2018bali.go.id

Liputan6.com, Jakarta Bank Indonesia (BI) akan kembali memiliki kewenangan untuk melakukan bailout ke bank-bank sistemik lewat Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Hal tersebut merujuk pada Perppu yang diteken Presiden Joko Widodo, Selasa (31/3/2020),  yaitu Perppu Nomor 1 tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Desease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.

Salah satu ketentuan dalam Perppu, menyebutkan Bank Indonesia (BI) diberikan kewenangan untuk melakukan pembelian surat utang konvensional maupun syariah yang diterbitkan oleh negara. Kewenangan ini diberikan dalam rangka penanganan permasalahan likuiditas dan stabilitas sistem keuangan di dalam negeri.

“Ini akan sangat hati hati untuk menjaga ketenangan market. BI bisa beli repo dari LPS apabila ada masalah di bank sistemik maupun nonsistemik. Sumber pendanaan LPS ada berbagai opsi dan fleksibilitas agar LPS bisa menangani apabila dampaknya meluas,” kata Sri Mulyani, Rabu (1/4/2020).

Namun, dalam kondisi pandemi saat ini, pemerintah menilai perlu ada upaya luar biasa untuk mengantisipasi potensi pemburukan di sektor keuangan.

“Dalam Perppu ini diatur bahwa BI diberikan kewenangan untuk membeli SUN dan SBSN di pasar perdana, bukan sebagai first lender tapi sebagai last lender. Dalam hal pasar tidak bisa memnyerap kebutuhan penerbitan SUN maupun SBSN baik karena jumlahnya ataupun karena suku bunga terlalu tinggi,” Ujar Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo dalam kesempatan yang sama.

Berdasarkan Pasal 16 Ayat 1 poin (c), disebutkan nantinya BI akan diberikan kesempatan untuk membeli Surat Utang Negara (SUN) maupun Surat Berharga Syariah Negara di pasar perdana. Hal ini dilakukan untuk penanganan permasalahan perekonomian nasional.

Adapun surat berharga yang dimaksud juga termasuk yang diterbitkan dengan tujuan tertentu khusus untuk penanganan pandemi seperti ini.

 

 

Bank Indonesia Tak Akan Biarkan Rupiah Sentuh 20 Ribu per Dolar AS

Cek Jadwal Kegiatan Operasional dan Layanan Publik BI Selama Mitigasi COVID-19
Ilustrasi Bank Indonesia.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan skenario terburuk pada perekonomian nasional akibat penyebaran virus corona (Covid-19). Salah satunya yakni nilai tukar rupiah diprediksi bisa mencapai Rp 20 ribu per dolar Amerika Serikat (AS).

Sri Mulyani pun menyampaikan, skenario buruk rupiah pada tahun ini bisa mencapai Rp 17.500 per dolar AS. Proyeksi tersebut masih lebih tinggi dari target APBN 2020 yang hanya Rp 14.400 per dolar AS.

Menanggapi omongan tersebut, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menghimbau masyarakat agar tak panik. Sebab pemerintah akan berjuang keras agar kurs rupiah tidak mencapai titik level tersebut.

"Skenario yang berat ataupun sangat berat sebagai suatu forward looking antisipatif supaya tidak terjadi. Agar skenario yang sangat berat tidak terjadi. Kurs Rp 20 ribu akan kita antisipasi supaya tidak terjadi," seru dia dalam sesi video conference, Rabu (1/4/2020).

Dia pun menegaskan bahwa tingkat nilai tukar rupiah saat ini sudah memadai. Sementara rupiah mencapai Rp 20 ribu per dolar AS hanyalah proyeksi terburuk yang akan sangat dihindari.

"Rupiah pada saat ini sudah memadai. Skenario adalah sebagai forward looking supaya tidak terjadi. BI akan terus menjaga nilai tukar rupiah," kata Perry.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya