Bikin Pendapatan Negara Tergerus, Penurunan Harga Gas Industri Harus Ditunda

Pemerintah telah menetapka kebijakan penurunan harga gas industri menjadi USD 6 per MMBTU.

oleh Liputan6.com diperbarui 09 Apr 2020, 19:51 WIB
Diterbitkan 09 Apr 2020, 13:36 WIB
20151028-PGN Siap Salurkan Gas Ke Sektor Industri
Petugas mengecek instalasi pipa metering regulating station PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGN) di PT Lion Metal Works di Jakarta, (28/10/2015). PGN berkomitmen memperluas pemanfaatan gas bumi di sektor Industri. (Liputan6.com/Angga Yuniar)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Keputusan pemerintah untuk tetap menjalankan kebijakan harga gas industri USD 6 per MMBTU di plant gate masih menuai banyak tanggapan. Apalagi kebijakan yang mulai berlaku 1 April 2020 ini dilakukan disaat perekonomian Indonesia terancam kolaps akibat pandemi virus corona (Covid-19).

Pengamat Energi Center For Energy Policy, Kholid Syeirazi menilai penetapan harga gas industri tertentu itu membuat penerimaan negara sudah pasti akan tergerus. Karena seperti disampaikan oleh Menteri ESDM Arifin Tasrif usai rapat terbatas dengan presiden pada Rabu (18/3/2020) lalu, insentif harga gas industri tertentu itu akan diambil dari hak pemerintah di hulu minyak dan gas (migas).

Dengan situasi ekonomi yang tidak pasti, dan kemungkinan pertumbuhan ekonomi bisa dibawah nol persen, sumber pendapatan pemerintah tentu akan semakin terbatas.

Kholid mengatakan apabila kemudian pendapatan pemerintah dari hulu migas juga dipakai untuk memberikan subsidi kepada sektor industri tertentu, maka kantong pemerintah juga akan makin menipis.

"Padahal industri tertentu penerima subsidi harga gas itu belum jelas kontribusi ekonominya, baik dari sisi pajak maupun dari pembukaan lapangan kerja. Seharusnya pemerintah melakukan evaluasi ulang pelaksanaan harga gas subsidi untuk industri tertentu ini," tegas Kholid, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis (9/4/2020).

Kholid juga meminta pemerintah untuk transparan terkait industri penerima subsidi harga gas sesuai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40 Tahun 2016. Kementerian Perindustrian sebagai pihak yang terkait langsung dengan penetapan industri tertentu penerima subsidi, harus secara terbuka mengumumkannya ke publik.

"Perusahaan mana saja yang mendapatkan subsidi negara harus dirilis. Jangan sampai subsidi diberikan kepada perusahaan yang tidak jelas rekam jejaknya. Setiap uang negara yang dikeluarkan pemerintah harus jelas pertanggungjawabannya," tambah Kholid.

 

**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.

Dampak Corona

Petugas di RSHS Bandung
Petugas ruangan isolasi penyakit infeksi menular khusus Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, tengah memeriksa kelengkapan alat medis untuk merawat pasien terduga novan corona virus 2019 Wuhan Cina, Jumat, 24 Januari 2020.... Selengkapnya

Akibat Covid-19, Indonesia bersiap dengan ekonomi yang memburuk. Awal pekan ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan perubahan outlook dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 akibat pandemi Covid-19 kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RepubIik Indonesia.

"Outlook hari ini pertumbuhan ekonomi 2,3 persen, maka pendapatan hanya mencapai RP1.760,9 triliun turun 10 persen. Sementara belanja akan melebihi APBN 2020 dari Rp2.540, menjadi outlook Rp2.613 triliun, katanya dalam konferensi video, di Jakarta, Senin (6/4/2020).

Sebelumnya, Anggota Komisi VII DPR RI Falah Amru meminta pemerintah untuk berhati-hati dalam menerapkan Perpres 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi.

Ia juga menegaskan agar setiap keputusan yang diambil pemerintah dampak ekonomi terukur. Apalagi kondisi ekonomi Indonesia sedang terancam seperti yang kini terjadi.

“Implementasi Perpres 40/2016 sangat tergantung kepada seberapa besar keuangan negara atau APBN dapat dikurangi penerimaan bagiannya dari hulu,” kata Falah Amru, (11/2/2020).

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya