Sri Mulyani: Realisasi Belanja Pegawai APBN Naik 8 Persen, Belanja Barang Turun

Menteri Keuangan menjabarkan rincian realisasi belanja pemerintah dalam APBN 2020 hingga Maret tumbuh 11 persen.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 17 Apr 2020, 14:15 WIB
Diterbitkan 17 Apr 2020, 14:15 WIB
Ilustrasi APBN
Ilustrasi APBN

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan, Sri Mulyani, menjabarkan rincian realisasi belanja pemerintah yang tumbuh 11 persen. Diantaranya, yang pertama adalah belanja pegawai yang mengalami kenaikan 8 persen.

"Namun disisi lain belanja barang mengalami kontraksi 6,6 persen, kita telah membelanjakan untuk pegawai Rp 48,6 triliun, belanja barang Rp 35,2 triliun, belanja modal Rp 12 triliun dan belanja bansos Rp 47,2 triliun, ini kenaikan hampir 27,6 persen dari belanja sosial," terangnya, Jumat (17/4/2020).

Belanja modal, lanjutnya, sebesar Rp 12 triliun dan naik 32 persen dari tahun lalu. Kenaikan tersebut memang direncanakan untuk belanja modal yang lebih tinggi dari tahun sebelumnya yang hanya Rp 189,3 triliun.

"Jadi dari sisi basisnya memang sudah meningkat," Kata Menkeu Sri Mulyani pada video konverensi APBN KiTa.

Dengan adanya covid-19, Sri Mulyani menjelaskan, prioritas belanja yang lebih ditujukan kepada kesehatan, bansos dan pemulihan ekonomi, Kemenkeu memperkirakan belanja modal akan mengalami perlambatan, karena nanti akan banyak dilakukan pemotongan atau bahkan melakukan apa yang disebut multi years dari kontrak yang tadinya single years.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Pemerintah Tarik Utang Rp 76,5 Triliun hingga Maret 2020

Sri Mulyani Mencatat, Defisit APBN pada Januari 2019 Capai Rp 45,8 T
Menteri Keuangan Sri Mulyani saat konferensi pers APBN KiTa Edisi Feb 2019 di Jakarta, Rabu (20/2). APBN 2019, penerimaan negara tumbuh 6,2 persen dan belanja negara tumbuh 10,3 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Menteri Keuangan Sri Mulyani mencatat hingga akhir Maret 2020 pembiayaan utang mencapai 21,7 persen atau sekitar Rp76,5 triliun dari Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN). Utang tersebut terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) dan pinjaman.

"Sampai Maret kita sudah merealisasikan penerbitan SBN neto sebesar Rp83,9 triliun atau 21,6 persen terhadap APBN. Pinjaman neto justru landai Rp 7,4 triliun atau 19,8 persen," ujar Sri Mulyani dalam Video Conference di Jakarta, Jumat (17/4/2020).

Jumlah utang diperkirakan masih akan mengalami peningkatan karena pasar keuangan mengalami guncangan yang cukup besar akibat pandemi Virus Corona. Berbagai negara juga melakukan hal yang sama untuk menekan dampak pandemi.

"Dari sisi pembiayaan akan mengalami peningkatan yang cukup besar. Ini terutama dalam sebuah situasi di mana pasar bonds baik dalam negeri atau dalam negeri mengalami guncangan akibat Covid-19 ini," jelas Sri Mulyani.

Sri Mulyani melanjutkan, pilihan menarik utang baru juga dipertimbangkan karena penerimaan negara yang terus tertekan sedangkan pemerintah harus menggelontorkan belanja yang cukup besar terutama untuk sektor kesehatan.

"Hari ini kita akan melihat postur pembiayaan akan mengalami perubahan seiring dengan tadi penerimaan negara yang mengalami tekanan dan belanja negara yang mengalami akselerasi terutama untuk membantu bidang kesehatan dan sosial dan membantu sektor ekonomi kita," tandasnya.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya