1.000 Kontainer Sampah Impor Menumpuk Berbulan-bulan di Pelabuhan

Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi mengeluhkan ketidakjelasan nasib sampah impor yang didatangkan dari luar negeri.

oleh Liputan6.com diperbarui 09 Jul 2020, 17:38 WIB
Diterbitkan 09 Jul 2020, 17:38 WIB
Bea Cukai Kirim Balik 135 Ton Sampah Plastik ke Australia
Dirjen Bea Cukai Heru Pambudi menunjukkan kontainer berisi sampah plastik di Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (18/9/2019). Bea Cukai bekerja sama dengan KLHK dan kepolisian memulangkan sembilan kontainer berisi 135 ton sampah plastik impor bercampur limbah B3 asal Australia. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi mengeluhkan ketidakjelasan nasib sampah impor yang didatangkan dari luar negeri.

Menurutnya, hingga kini ada 1.000 lebih kontainer limbah sampah yang masih tertahan di pelabuhan.

"Sekarang ini ada 1000 lebih yang masih ada di pelabuhan. Kami nahannya juga agak pening. Kalau cuma sehari dua hari oke, tetapi ini sudah berbulan-bulan. Dan mudah-mudahan ini segera selesai," ujar Heru saat rapat kerja dengan DPR, Jakarta, Kamis (9/7).

Ketidakjelasan nasib sampah untuk industri tersebut terjadi karena belum adanya putusan tetap dari kementerian terkait. Hal tersebut membuat sampah terus menumpuk tanpa digunakan oleh pengusaha.

"Pertama, kalau yang sudah harusnya direekspor kita harus reekspor. Kalau mau dimusnahkan ya dimusnahkan. Kalau memang mau di cek ulang, kita cek ulang. Tetapi jangan berputar-putar lagi," kata Heru.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Reekspor

Bea Cukai Kirim Balik 135 Ton Sampah Plastik ke Australia
Dirjen Bea Cukai Heru Pambudi memberi keterangan saat rilis kasus kontainer berisi sampah plastik di Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (18/9/2019). Sampah plastik bercampur limbah B3 asal Australia tersebut merupakan hasil penindakan terhadap PT HI, PT NHI, dan PT ART. (merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Dia menambahkan, untuk sampah yang memang tidak diperbolehkan digunakan seharusnya langsung diberikan putusan agar dikembalikan atau reekspor kembali ke negara asal. Apabila negara asal ternyata menolak, maka Direktorat Bea dan Cukai siap mengambil tindakan pemusnahan.

"Kalau sudah ada pengaturan seperti itu misalnya dia tidak memenuhi syarat opsinya reekspor atau pemusnahan, jangan minta dicek ulang lagi. Tapi kalau memang dia sudah memenuhi syarat kurang atau sama dengan 2 persen. Ya nggak perlu lagi dipermasalahkan supaya langsung dikeluarkan saja. Supaya apa? Supaya pelabuhan agak longgar," tandasnya.

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com

Menko Luhut: Penanganan Limbah Plastik Jadi Agenda Prioritas Nasional

Luhut Binsar Pandjaitan
Luhut Binsar Pandjaitan kini menjabat sebagai Menkopolhukam di pemerintahan era Presiden Joko Widodo

Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Invesatsi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, meski tengah menangani pandem Virus Corona, pemerintah tidak melupakan kebijakan lainnya, salah satunya mengenai penanganan limbah plastik.

Hal itu diungkapkan saat menjadi pembicara kunci dalam konferensi internasional yang dilakukan secara virtual bertajuk Radically Reducing Plastic Pollution: Digital Launch of Indonesia's Multi-Stakeholder Action Plan bersama Global Plastic Action Partnership.

“Indonesia berkomitmen penuh untuk mengimplementasikan program pembangunan berkelanjutan dan untuk memerangi limbah plastik dan menjadikannya sebagai salah satu agenda prioritas nasional kami,” ujar Menko Luhut di Jakarta, Rabu (22/04).

Dalam menangani sampah plastik ini, Menko Luhut menjelaskan, Presiden Joko Widodo telah mengambil langkah strategis dengan menetapkan Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, serta Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut, yang di dalamnya memuat Rencana Aksi Penanganan Sampah Plastik di Laut Tahun 2018-2025.

Upaya pengurangan sampah plastik di laut itu sendiri harus dilakukan secara terintegrasi dalam lingkup nasional, regional, dan global, terutama melalui pengurangan sampah yang berasal dari aktivitas di darat.

“Saya bangga mengumumkan bahwa Indonesia akan memilih bukan apa yang mudah, tetapi apa yang benar. Daripada bertahan dengan pendekatan business as usual, kami akan menerapkan pendekatan perubahan sistem penuh untuk memerangi limbah plastik dan polusi,” tegasnya. 

Global Plastic Action Partnership

Mengandung B3, 8 Kontainer Limbah Kertas Asal Australia Ditahan
Petugas Bea Cukai Tanjung Perak berjalan melewati kontainer berisi sampah asal Australia di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (9/7/2019). Delapan kontainer sampah seberat 210 ton tersebut diimpor PT MDI dari Australia. (JUNI KRISWANTO/AFP)

Tahun lalu, lanjut Menko Luhut, Indonesia bergabung dengan Global Plastic Action Partnership, sebuah platform kolaborasi publik-swasta baru yang diluncurkan di World Economic Forum.

Kemudian setelah itu, Indonesia menjadi negara pertama di dunia yang meluncurkan Kemitraan Aksi Plastik Nasional Indonesia (NPAP), ​​kemitraan inklusif dan digerakkan oleh solusi untuk mengatasi tantangan polusi plastik, dan kemitraan yang sama saat ini sedang dipersiapkan untuk Ghana, dan segera juga untuk Vietnam.

“Melalui NPAP Indonesia, kami telah menciptakan platform untuk menyatukan pemikiran-pemikiran terbaik Indonesia untuk menghadapi polusi plastik bersama-sama, dari peneliti ke bisnis dan masyarakat sipil,” ungkapnya.

Dia membeberkan lima intervensi perubahan sistem yang dapat mendukung Indonesia untuk mengurangi 70 persen polusi plastik pada 2025.

Intervensi tersebut antara lain mendesain ulang produk plastik dan kemasan dengan penggunaan kembali dan daur ulang bernilai tinggi, dan meningkatkan pengumpulan sampah plastik dengan meningkatkan sistem pengumpulan sektor yang didanai negara dan informal atau swasta.

“Kami berharap Rencana Aksi Indonesia menjadi inspirasi dalam masa-masa yang penuh tantangan ini, akan memicu kolaborasi dan komitmen yang lebih besar dari orang lain di panggung global. Visi ini melangkah lebih jauh, bahwa pada tahun 2040 kami bertujuan untuk mencapai Indonesia yang bebas polusi plastik yang mewujudkan prinsip circular economy, di mana plastik tidak lagi akan berakhir di lautan, saluran air, dan tempat pembuangan sampah kami, tetapi akan berlanjut untuk memiliki kehidupan baru,” paparnya.  

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya