Liputan6.com, Jakarta - Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Zulkifli Zaini menargetkan pendapatan mencapai Rp391,6 triliun pada 2021. PLN juga menargetkan beban mencapai Rp378,2 triliun tahun depan.
"Dalam rangka mencapai posisi kinerja keuangan tahun 2021 yang sehat sehingga keberlanjutan operasional terus berjalan yaitu dengan pendapatan Rp391,6 triliun dan beban Rp378,2 triliun," ujarnya, Jakarta, Selasa (25/8).
Baca Juga
PLN menyiapkan sejumlah strategi untuk mencapai target pendapatan tersebut. Pertama, di tengah pandemi Covid-19 PLN berupaya meningkatkan pendapatan dengan meningkatkan penjualan listrik untuk pelanggan besar.
Advertisement
"Kami berupaya meningkatkan pendapatan dengan meningkatkan penjualan listrik untuk pelanggan besar dengan harapan keinginan pelanggan terpenuhi dan melakukan kajian demand pelanggan besar," jelasnya.
Langkah kedua adalah, meningkatkan penjualan listrik untuk pelanggan melalui program promo pemasaran serta menjaga kecukupan pasokan listrik. Selanjutnya, PLN juga akan memberikan tarif kompetitif bagi pelanggan industri sehingga mendorong konsumsi listrik dan mendorong roda perekonomian.
"Sementara itu, upaya meningkatkan efisiensi yaitu dengan cara mengoptimalkan bauran energi melalui produksi listrik non BBM," tandasnya.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
PLN: Proyek 35.000 MW Baru Beroperasi 23 Persen
Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Zulkifli Zaini mengatakan progres pembangunan listrik 35.000 megawatt (MW) sudah beroperasi efektif sebanyak 23,6 persen.
Dia juga menyampaikan, hingga kini dari pengerjaan hingga tersambung secara keseluruhan telah mencapai 78,4 persen.
"Yang sudah dimulai pengerjaan fisik mulai dari konstruksi sampai dengan tersambung totalnya adalahh sebesar 78,4 persen, sedangkan dalam tahap pengadaan, perencaanaan dan PPA tetapi belum dimulai pengerjaan fisik adaah 27,6 persen," ujarnya di DPR, Jakarta, Selasa (25/8/2020).
"Artinya sudah lebih dari 3/4 dari program tersebut dimulai pembangunan fisiknya. Sementara yang sudah benar-benar beroperasi adalah sebesar 23,6 persen," sambung Dirut PLN itu.
Zulkifli mengatakan, program pengadaan listrik 35.000 MW sebagian besar mengandalkan bahan bakar batu bara. Untuk itu, perusahaan pelat merah tersebut membutuhkan harga batu bara yang kompetitif untuk penyediaan listrik.
"Program 35.000 MW yang sebagian berbasis bahan bakar batubara akan meningkatkan PLTU Indonesia. Setiap tahun masa produksi pembangit listrik adalah 30 sampai 40 tahun sehingga perlu dipastikan kesediaan batubara dengan harga terjangau dan jumlah yag memadai," jelasnya.
Dalam rangka pemenuhan kebutuhan listrik tersebut, PLN pun mengusulkan Indonesia harus memiliki tambang batubara dengan spesifikasi yang sesuai.
"Untuk mendukung ini, salah satunya memiliki tambang dengan spesifikasi yang dibutuhkan," tandasnya.
Merdeka.com
Advertisement
Proyek Listrik 35 Ribu MW Bikin PLN Terlilit Utang Rp 500 Triliun
PT PLN (Persero) terlilit utang hingga mencapai Rp 500 triliun pada akhir 2019. Perusahaan pelat merah tersebut terbebani utang dalam jumlah super besar lantaran sibuk mencari pinjaman untuk membiayai proyek kelistrikan 35 ribu megawatt (MW).
Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini mengatakan, kenaikan utang sebesar Rp 500 triliun tersebut terjadi dalam 5 tahun terakhir. Padahal, pada 2014 perseroan hanya berutang tidak sampai Rp 50 triliun.
"Lima tahun terakhir PLN membiayai investasinya dengan utang. Tapi karena tiap tahun utang Rp 100 triliun, ya maka utang PLN di 2019 kemarin mendekati Rp 500 triliun," kata Zulkifli dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI DPR RI di Jakarta, Kamis (25/6/2020).
Menurut dia, PLN terpaksa mencari pinjaman dana untuk proyek pengadaan listrik 35 ribu MW lantaran benar-benar tidak mampu membiayainya secara mandiri.
"Karena memang kita enggak ada kemampuan investasi yang terkait dengan 35 MW ini. Dari investasi itu, pinjaman Rp 100 triliun per tahun hampir enggak ada dana sendirinya dari PLN. Rp 100 triliun itu 100 persen pinjaman," tutur dia.
"Sebagai bankir saya paham ini enggak sehat. Kalau ada debitur datang ke bank, mau investasi Rp 100 triliun pasti saya tanya, dana sendirimu berapa? Saya minta 30 persen kan. Tapi case PLN, dana sendiri nol pinjaman 100 persen. Ini kondisinya," tandasnya.