FinCEN Files: Skandal Keuangan yang Libatkan Bank Besar Dunia

Berikut deretan skandal keuangan yang terungkap dalam FinCEN Files.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 22 Sep 2020, 20:00 WIB
Diterbitkan 22 Sep 2020, 20:00 WIB
Ilustrasi pendanaan, investasi, dolar
Ilustrasi pendanaan, investasi, dolar. Kredit: pasja1000 from Pixabay

Liputan6.com, Jakarta - Financial Crimes Enforcement Network (FinCEN) baru-baru ini menguak data seputar aliran dana mencurigakan yang keluar masuk melalui perbankan besar di dunia, termasuk Indonesia. Khusus di dalam negeri disebutkan sebanyak 19 bank memiliki aliran dana yang janggal, dengan total nilai mencapai USD 504,65 juta atau sekitar Rp 7,41 triliun.

Melansir dari laman BBC, Selasa (22/9/2020), dokumen FinCEN telah menguak sekitar USD 2 triliun transaksi. Dokumen FinCen ini merupakan dokumen hasil penyelidikan internasional ekstensif atas pencucian uang dan kejahatan keuangan. Dokumen tersebut menunjukkan bagaimana uang kotor diacak di seluruh dunia dan bank gagal menghentikannya.

Dokumen FinCEN terdiri lebih dari 2.500 dokumen, sebagian besar adalah dokumen yang dikirim bank ke otoritas AS antara tahun 2000 dan 2017. Dimana bank merasa khawatir tentang apa yang mungkin dilakukan nasabah mereka. Dokumen-dokumen ini adalah beberapa rahasia sistem perbankan internasional yang paling dijaga ketat.

Hingga suatu ketika, media AS, BuzzFeed News memperoleh bocoran dokumen keuangan Departemen Keuangan AS (USDT) dan meneruskannya kepada Konsorsium Jurnalis Investigasi Internasional (ICIJ). Bocoran tersebut kemudian diketahui sebagai dokumen FinCEN.

FinCEN sendiri merupakan bagian di Departemen Keuangan AS yang memerangi kejahatan keuangan. Jika ada kekhawatiran tentang transaksi yang dilakukan dalam dolar AS, maka perlu dikirim ke FinCEN. Bahkan jika itu terjadi di luar AS.

Aktivitas yang dianggap mencurigakan dicatat dalam laporan aktivitas mencurigakan (Suspicious Activity Report/SAR). Ini adalah catatan pergerakan uang yang dikumpulkan dan diserahkan sendiri oleh bank-bank ke Departemen Keuangan AS, ketika mereka mencurigai adanya aktivitas mencurigakan, seperti uaya pencucian uang.

Pencucian uang adalah proses mengambil uang kotor, seperti hasil kejahatan dari perdagangan narkoba atau korupsi, dan memasukkannya ke rekening bank terkemuka. Dimana uang tersebut nantinya tidak akan dikaitkan dengan kejahatan.

Dalam hal ini, Bank seharusnya memastikan bahwa mereka tidak membantu nasabah untuk mencuci uang atau memindahkannya dengan cara yang melanggar aturan. Secara hukum, Bank harus tahu siapa nasabah mereka. Tidak cukup hanya mengajukan SAR kemudian mengambil uang kotor dari nasabah sambil mengharapkan pihak berwenang untuk menangani masalah tersebut. Jika bank memiliki bukti aktivitas kriminal, maka harus berhenti memindahkan uang tunai dari nasabah yang bersangkutan.

Fergus Shiel dari Konsorsium Jurnalis Investigasi Internasional (ICIJ) mengatakan dokumen yang bocor adalah ‘wawasan tentang apa yang bank ketahui tentang arus besar uang kotor di seluruh dunia’.

Dia mengatakan, dokumen itu juga menyoroti jumlah uang yang luar biasa besar yang terlibat. Dalam dokumen FinCEN, ada catatan yang mencakup sekitar USD 2 triliun transaksi. Adapun jumlah tersebut hanya sebagian kecil dari SAR yang diajukan selama periode tersebut.

Deretan Skandal

Pembayaran Cashless Jauh Lebih Aman
Ilustrasi Pencurian Uang Credit: pexels.com/pixabay

Deretan skandal yang berhasil ditelusuri dari dokumen FinCEN:

- HSBC yang telah mengizinkan penipu untuk memindahkan jutaan dolar uang curian ke seluruh dunia. Bahkan setelah mengetahui dari penyelidik AS bahwa skema tersebut adalah penipuan.

- JP Morgan, yang mengizinkan sebuah perusahaan untuk memindahkan lebih dari USD 1 miliar melalui rekening London tanpa mengetahui siapa yang memilikinya. Bank kemudian menemukan bahwa perusahaan itu mungkin dimiliki oleh mafia dalam daftar 10 Orang Paling Dicari FBI.

- Bukti bahwa salah satu rekan terdekat Presiden Rusia Vladimir Putin menggunakan bank Barclays di London untuk menghindari sanksi yang dimaksudkan untuk menghentikannya menggunakan layanan keuangan di Barat. Sebagian uang tunai digunakan untuk membeli karya seni.

- Suami dari seorang wanita yang telah menyumbangkan £ 1,7 juta kepada Partai Konservatif yang memerintah Inggris. Dimana diam-diam didanai oleh seorang oligarki Rusia yang memiliki hubungan dekat dengan Presiden Putin.

- Divisi intelijen FinCEN menyebut Inggris disebut sebagai ‘yurisdiksi berisiko lebih tingg’ dibandingkan dengan Cyprus. Itu karena banyaknya jumlah perusahaan yang terdaftar di Inggris muncul dalam aduan SAR. Lebih dari 3.000 perusahaan Inggris disebutkan dalam dokumen FinCEN, ini lebih banyak dari negara lain manapun.

- Pemilik Chelsea Roman Abramovich pernah mengadakan investasi rahasia pada pemain sepak bola yang tidak dimiliki oleh klubnya melalui perusahaan lepas pantai.

- Bank sentral Uni Emirat Arab gagal bertindak atas peringatan tentang sebuah perusahaan lokal yang membantu Iran menghindari sanksi.

- Deutsche Bank memindahkan uang kotor pencucian uang untuk kejahatan terorganisir, teroris, dan pengedar narkoba.

- Standard Chartered memindahkan uang tunai untuk Arab Bank selama lebih dari satu dekade setelah rekening nasabah di bank Yordania digunakan untuk mendanai terorisme.

- Paradise Papers (2017), dimana sejumlah besar dokumen bocor dari penyedia layanan hukum lepas pantai Appleby dan penyedia layanan perusahaan Estera. Keduanya beroperasi bersama di bawah nama Appleby sampai Estera merdeka pada 2016. Mereka mengungkapkan urusan keuangan luar negeri dari politisi, selebriti, dan pemimpin bisnis.

- Panama Papers (2016). Bocoran dokumen dari firma hukum Mossack Fonseca menunjukkan lebih banyak tentang bagaimana orang kaya menggunakan rezim pajak luar negeri untuk keuntungan mereka. Ada juga Kebocoran Swiss (2015), dimana dokumen dari bank swasta Swiss HSBC menunjukkan bagaimana HSBC menggunakan undang-undang kerahasiaan perbankan negara untuk membantu nasabah menghindari pembayaran pajak.

- LuxLeaks (2014), yang berisi dokumen dari firma akuntansi PricewaterhouseCoopers yang menunjukkan bahwa perusahaan besar menggunakan kesepakatan pajak di Luxembourg untuk mengurangi jumlah yang harus mereka bayarkan.

FinCEN Ungkap 496 Transaksi Janggal Senilai Rp 7,41 Triliun pada 19 Bank Indonesia

Ilustrasi Bank
Ilustrasi Bank

Financial Crimes Enforcement Network (FinCEN) melaporkan bocoran data seputar aliran dana mencurigakan yang keluar masuk melalui perbankan besar di dunia, termasuk Indonesia.

Khusus di dalam negeri disebutkan sebanyak 19 bank memiliki aliran dana yang janggal, dengan total nilai mencapai USD 504,65 juta atau sekitar Rp 7,41 triliun.

Jumlah dana tersebut terdiri dari uang masuk ke Indonesia senilai USD 218,49 juta, dan dana yang ditransfer ke luar Indonesia sebanyak USD 286,16 juta.

Mengutip laman International Consorsium of Investigative Journalism (ICIJ), Selasa (22/9/2020), FinCEN File mencatat ada sebanyak 496 transaksi mencurigakan yang mengalir ke dan keluar dari Indonesia, dilakukan 19 bank.

Seluruh transaksi tersebut diproses melalui 4 bank yang berbasis di Amerika Serikat, yakni The Bank of New York Mellon sebanyak 312 transaksi, Deutsche Bank AG (49 transaksi), Standard Chartered Plc (116 transaksi), dan JP Morgan Chase & Co (19 transaksi).

Keempat bank tersebut kemudian melaporkan aktivitas mencurigakan kepada FinCEN. Adapun dalam daftar 19 bank ini, ada sejumlah bank pelat merah seperti PT Bank Mandiri (Persero) Tbk dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk.

Kemudian ada juga sejumlah bank swasta besar seperti Bank Central Asia (BCA), Bank DBS Indonesia, Bank Windu Kentjana International, Hong Kong Shanghai Banking Corp (HSBC), dan Bank CIMB Niaga.

Kemudian Panin Bank, Bank Nusantara Parahyangan, Bank of India Indonesia, OCBC NISP, Bank Danamon, Bank Commonwealth, Bank UOB Indonesia, Bank ICBC Indonesia, Chinatrust Indonesia, Standard Chartered, Bank International Indonesia, hingga Citibank.

Daftar 19 Bank

Ilustrasi bank
Ilustrasi bank (Sumber: Istockphoto)

Berikut daftar lengkap 19 bank dengan aliran dana janggal beserta nominal transaksinya:

1. DBS Indonesia (8 transaksi)

Uang Keluar: USD 1,51 juta

Uang Diterima: USD 1,99 juta

2. Bank Mandiri (111 transaksi)

Uang Keluar: USD 250,39 juta

Uang Diterima: USD 42,33 juta

3. Bank Windu Kentjana (49 transaksi)

Uang Keluar: 0

Uang Diterima: USD 130,81 juta

4. BCA (19 transaksi)

Uang Keluar: 0

Uang Diterima: USD 753,760 juta

5. CIMB Niaga (7 transaksi)

Uang Keluar: 0

Uang Diterima: USD 4,88 juta

6. BNI (2 transaksi)

Uang Keluar: USD 10,21 juta

Uang Diterima: USD 428,052 juta

7. Panin Bank (19 transaksi)

Uang Keluar: USD 5,42 juta

Uang Diterima: 0

8. Bank Nusantara Parahyangan (10 transaksi)

Uang Keluar: USD 708,541Uang Diterima: 0

9. Bank of India Indonesia (5 transaksi)

Uang Keluar: 0

Uang Diterima: USD 20,76 juta

10. OCBC NISP (13 transaksi)

Uang Keluar: USD 2,65 juta

Uang Diterima: USD 44.095

11. Danamon (28 transaksi)

Uang Keluar: 0

Uang Diterima: USD 3,1 juta

12. Commonwealth Bank (152 transaksi)

Uang Keluar: USD 6,59 juta

Uang Diterima: USD 2,96 juta

13. UOB Indonesia (24 transaksi)

Uang Keluar: USD 2,39 juta

Uang Diterima: 0

14. ICBC Indonesia (1 transaksi)

Uang Keluar USD 49.990

Uang Diterima: 0

15. Chinatrust Indonesia (39 transaksi)

Uang Keluar: USD 57.440

Uang Diterima: USD 496.858

16. Standard Chartered Bank (3 transaksi)

Uang Keluar: USD 5,8 juta

Uang Diterima: USD 5.400

17. BII (34 transaksi)

Uang Keluar: USD 348.288

Uang Diterima: USD 4,88 juta

18. Citibank (1 transaksi)

Uang Keluar: 0Uang Diterima: USD 2 juta

19. HSBC

Uang Keluar: 0Uang Diterima: USD 2,99 juta

Terkait ini, Liputan6.com sedang berusaha meminta tanggapan dari manajemen perbankan yang dimaksud dalam daftar. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya