Menaker Sebut RUU Cipta Kerja Sudah Libatkan Buruh dan Pengusaha

Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menegaskan pembahasan RUU Cipta Kerja telah dijalankan secara Tripartit dan sesuai dengan kesepakatan antar pihak yang terkait.

oleh Tira Santia diperbarui 06 Okt 2020, 14:40 WIB
Diterbitkan 06 Okt 2020, 14:40 WIB
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, menegaskan pembahasan RUU Cipta Kerja telah dijalankan secara Tripartit dan sesuai dengan kesepakatan antar pihak yang terkait.

“Rumusan klaster ketenagakerjaan yang ada dalam RUU Cipta Kerja saat ini merupakan intisari dari hasil kajian pakar/ahli, focus group discussion (FGD), Rembug Tripartit (pemerintah, pekerja/buruh dan pengusaha) yang sejak lama dilakukan atas beberapa materi ketenagakerjaan yang krusial,” kata Ida dalam keterangannya, di Jakarta, Selasa (6/10/2020).

Menurutnya Pemerintah menegaskan bahwa proses penyusunan RUU Cipta Kerja sejatinya telah melibatkan partisipasi publik, baik unsur pekerja/buruh yang diwakili serikat pekerja/serikat buruh, pengusaha, kementerian/lembaga, praktisi dan akademisi dari perguruan tinggi serta lembaga lainnya, seperti International Labour Organization (ILO).

Bahkan pada saat RUU Cipta Kerja telah masuk dalam tahap pembahasan di DPR. Sesuai arahan presiden pada tanggal 24 April 2020, Pemerintah melakukan kembali pendalaman rumusan klaster ketenagakerjaan yang melibatkan pengusaha (APINDO) dengan perwakilan Konfederasi Serikat Pekerja/Serikat Buruh.

“Dalam pertemuan tersebut, pemerintah banyak menerima masukan dari serikat pekerja/serikat buruh. Dengan proses yang telah dijalankan ini, pemerintah telah dengan seksama menyerap berbagai aspirasi, khususnya dari unsur pekerja/buruh,” ujarnya.

Kendati begitu, Pemerintah menyadari dalam proses penyusunan RUU Cipta Kerja, terdapat perbedaan pandangan pro-kontra. Perbedaan pandangan ini tentu saja merupakan hal yang wajar dalam dinamika sosial dan demokrasi.

Namun demikian, pada akhirnya Pemerintah harus memutuskan dan menyiapkan draf yang akan dibahas bersama DPR. Disisi lain, proses pembahasan RUU Cipta Kerja antara Pemerintah dan DPR berjalan secara transparan.

Kata Ida, ini untuk pertama kalinya pembahasan suatu RUU dilakukan secara terbuka dan disiarkan melalui kanal-kanal media sosial yang tersedia. Hal ini dimaksudkan agar publik dapat mengawal proses pembahasan RUU Cipta Kerja secara seksama.

“Kita telah menyaksikan bahwa proses pembahasan RUU Cipta Kerja di DPR berjalan dinamis, demokratis dan konstruktif. Pemerintah menerima banyak masukan dari Panja DPR sehingga menghasilkan perubahan rumusan ketentuan dalam klaster ketenagakerjaan,” pungkasnya.

    

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Bukan Tarik Investasi, Omnibus Law UU Cipta Kerja Justru Buka Peluang Eksploitasi

FOTO: Sejumlah Menteri Kabinet Indonesia Maju Hadiri Paripurna Pengesahan UU Ciptaker
Sejumlah menteri kabinet Indonesia Maju foto bersama Pimpinan DPR usai pengesahan UU Cipta Kerja pada Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Jakarta (5/10/2020). Rapat tersebut membahas berbagai agenda, salah satunya mengesahkan RUU Omnibus Law Cipta Kerja menjadi UU. (Liputan6.com/JohanTallo)

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja menjadi Undang-Undang pada Senin kemarin. Omnibus Law UU Cipta Kerja ini dimaksudkan untuk menopang ekonomi Indonesia melalui investasi.

Namun, Sejumlah ekonom justru mengatakan sebaliknya. Alih-alih menjadi ladang investasi untuk menimba untung sebesar-besarnya, Executive Director at Indonesia Economic Action Institution, Ronny P. Sasmita menilai Indonesia hanya akan menjadi sasaran eksploitasi bagi negara besar.

“Bagi China, melalui UU ini Indonesia akan dengan mudah menjadi lahan eksploitasi segala jenis sumber daya alam yang akan menopang semakin meraknya industrialisasi di China. Mulai dari batu bara, bijih besi, sampai Nikel. Jadi investor yang akan datang dari China, akan sangat terkait dengan kepentingan untuk menjaga kedigdayaan China dalam supply chain dunia, bukan untuk membuat Indonesia menerima manfaat sebesar-besarnya,” kata dia kepada Liputan6.com, Selasa (6/10/2020).

Hal ini, lanjut Ronny, diperparah dengan kondisi politik Indonesia yang menurutnya tidak jelas. Sementara investor dari negara besar lainnya seperti AS, sangat sensitif terhadap isu politik dan geopolitik negara di mana mereka akan berinvestasi.

“Nah, terkait posisi Indonesia yang kurang jelas dalam konstelasi perang dagang, baik soal Huawei, Tiktok, dan Wechat, soal Uighur, soal Hong Kong, soal Taiwan, soal Laut China Selatan, dan lainya. Maka sudah bisa diperkirakan bahwa Indonesia belum akan menjadi prioritas dalam perpindahan investasi Amerika dari China,” kata dia.

Dalam kesempatan yang berbeda, Ekonom Indef, Bhima Yudhistira Adhinegara mengutarakan hal serupa. Ia menilai, Omnibus Law UU Cipta Kerja ini tidak lantas membuat tren investasi meningkat secara signifikan. Terlebih saat ini Indonesia berada dalam ambang resesi. Dimana situasi ekonomi mengalami ketidakpastian, baik dari dalam maupun luar negeri.

Juga pencabutan sejumlah hak pekerja dalam Omnibus Law UU Cipta Kerja ini, dapat mempengaruhi persepsi investor khususnya dari negara maju, terhadap Indonesia. Sebab, di negara maju sangat menjujung tinggi hak pekerja.

“Bahkan dengan dicabutnya hak hak pekerja dalam omnibus law, tidak menutup kemungkinan persepsi investor khususnya negara maju jadi negatif terhadap indonesia. Investor di negara maju sangat menjunjung fair labour practice dan decent work dimana hak hak buruh sangat dihargai bukan sebaliknya menurunkan hak buruh berarti bertentangan dengan prinsip negara maju,” jelas Bhima. 

RUU Cipta Kerja Jadi Undang-Undang, Serikat Buruh Kecewa

Ribuan Buruh Geruduk Gedung DPR Tolak Omnibus Law
Ribuan buruh melakukan aksi di depan Gedung DPR RI, Jakrta, Selasa (25/8/2020). Aksi tersebut menolak draft omnibus law RUU Cipta Kerja yang diserahkan pemerintah kepada DPR. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Wakil Ketua Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), Jumisih, mengutarakan sikap kekecewanya kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang telah mengesahkan RUU Cipta Kerja menjadi Undang-Undang. Pengesahan tersebut, dianggal terlalu cepat dan sangat merugikan buruh di tengah kondisi terjadi sekarang ini.

"Pasti kami sangat kecewa sekali, kita marah, ingin nangis, ini kekecewaan yang luar biasa buat buruh dan pekerja yang masih bekerja di pabrik," kata dia saat dihubungi, Senin (5/10/2020).

Dia menuturkan, dengan disahkannya UU Cipta Kerja semakin menunjukan keyakinan bahwa sebetulnya pemerintah dan DPR tidak berpihak kepada rakyat. Keduanya, justru berpihak kepada pihak-pihak tertentu seperti korporasi dan pemilik modal.

"Mereka yang punya uang punya kuasa, jadi sbgai negara yang punya cita-cita tetapi secara hukum tidak mendapatkan itu denga diberlakunya ominus law," kata dia.

Menurutnya, sikap DPR hari ini betul-betul tidak mendengarkan aspriasi dari rakyat yang setiap menit melakaukan upaya untuk menggunakan ruang demokrasi untuk menyampaikan aspirasi. "Tetapi betul-betul mengecewakan," singkat dia.

Dalam pandangannya, kehadiran UU Cipta Kerja akan sangat mengerikan. Sebab UU ini akan memberikan ruang yang sangat panjang untuk mengekspoitasi rakyar dan alam.

"Jadi sebetulnya pemerintah sedang mewariskan kehancuran untuk generasi kita dan genrasi akan datang. Jadi pemeritnah mewariskan bukan kebaikan tapi kehancuran untuk rakyatnya sendiri, per har ini," tandas dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya