UU Cipta Kerja Beri Kepastian Hukum Rekrutmen Tenaga Kerja

Pengesahan UU Cipta Kerja dinilai mempunyai sejumlah sisi positif, khususnya bagi para pekerja.

oleh Liputan6.com diperbarui 07 Okt 2020, 12:45 WIB
Diterbitkan 07 Okt 2020, 12:45 WIB
Banner Infografis Pasal-Pasal Fokus UU Cipta Kerja. (Liputan6.com/Johan Tallo)
Banner Infografis Pasal-Pasal Fokus UU Cipta Kerja. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Ekonom Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Muhammad Handry Imansyah menilai pengesahan UU Cipta Kerja mempunyai sejumlah sisi positif.

Salah satunya kepastian hukum dalam rekrutmen tenaga kerja dan memberikan pengembangan produktivitas para tenaga kerja melalui berbagai pelatihan.

"Terdapat pasal mengenai jaminan pelatihan kerja bagi tenaga kerja yang kehilangan pekerjaan untuk pekerja yang ikut BPJS tenaga kerja yang membayar iuran," kata Handry, Rabu (7/10/2020).

Handry juga menyorot terkait informasi dalam UU Cipta Kerja yaitu menghapus ketentuan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK). Ketentuan UMK dan UMSK diatur di Pasal 89 UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Menurut Handry, upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota masih tetap ada. Regulasinya ditetapkan oleh gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dari dewan pengupahan provinsi/bupati/wali kota.

"Kenaikan upah tiap tahun juga berdasarkan pertumbuhan ekonomi dan inflasi, dan jika memang ada perbedaan angka dapat diselesaikan dengan negosiasi seperti yang sudah berlaku," ujar Handry.

Dalam UU Cipta Kerja yang disahkan pada Senin 5 Oktober kemarin, ketentuan soal pesangon juga diatur lebih rinci. Malah kata dia, kerja kurang dari satu tahun dapat satu bulan dan lebih dari satu tahun dapat dua bulan gaji.

"Pesangon juga masih ada kok," kata Handry.

Untuk itu Handry meminta DPR dan pemerintah agar lebih rinci dalam membuat aturan terkait tenaga kerja sehingga tidak mutitafsir. Apalagi hingga akan diatur dengan peraturan pemerintah.

"Ini akan lama bisa diimplementasikan dan membuat peluang akan adanya permainan yang bisa merugikan tenaga kerja," ujar Handry

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

DPR Akui Pesangon di UU Cipta Kerja Turun untuk Tarik Investor

FOTO: Tolak UU Cipta Kerja, Buruh di Cikarang Mogok Kerja
Sejumlah buruh melakukan aksi mogok kerja di kawasan MM 2100, Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Selasa (6/10/2020). Aksi mogok kerja dari tanggal 6-8 Oktober tersebut akibat pengesahan RUU Cipta Kerja oleh DPR dan Pemerintah RI. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

DPR RI telah meresmikan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU). Salah satu poin yang banyak disoroti yakni terkait pengurangan nilai pesangon dari 32 kali menjadi 25 kali.

Wakil Ketua DPR RI Aziz Syamsuddin mengatakan, UU Ketenagakerjaan telah mengatur besaran pesangon sebanyak 32 kali gaji. Namun pada pelaksanaannya, ia menambahkan, hanya 7 persen perusahaan yang patuh memberikan pesangon sesuai ketentuan tersebut.

Oleh karenanya, ia menilai, pekerja selama ini nyatanya tidak diberi kepastian mengenai besaran pesangon yang diterima. Selain itu, ia menyatakan, angka pesangon yang tinggi tersebut turut berdampak pada lemahnya minat investasi ke Indonesia.

"Jumlah besaran pesangon yang sangat tinggi dibandingkan dengan negara-negara lain menimbulkan keengganan investor untuk berinvestasi di Indonesia karena tingginya beban biaya perusahaan," jelasnya kepada Liputan6.com, Rabu (7/10/2020).

Aziz memaparkan, dalam RUU Cipta Kerja, jumlah maksimal pesangon menjadi 25 kali, dengan pembagian 19 kali ditanggung oleh pemberi kerja/pelaku usaha. Sementara 6 kalinya (cash benefit) diberikan melalui program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang dikelola pemerintah melalui BPJS Ketenagakerjaan atau BP Jamsostek.

Menurut dia, JKP merupakan skema baru terkait dengan jaminan ketenagakerjaan yang tidak mengurangi manfaat dari berbagai jaminan sosial lainnya. Seperti Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT), dan Jaminan Pensiun.

"JKP tidak menambah beban bagi pekerja/butuh. Program JKP selain memberikan manfaat cash benefit juga memberikan manfaat lainnya yaitu peningkatan skill dan keahlian melalui pelatihan serta akses informasi ketenagakerjaan," ujar dia. 

Pemerintah Pastikan UU Cipta Kerja Lindungi 2 Sisi, Pekerja dan Pengusaha

FOTO: Aksi Ratusan Buruh Jakarta Tolak UU Cipta Kerja
Massa dari berbagai serikat buruh menggelar aksi menolak UU Omnibus Law Cipta Kerja di kawasan JIEP, Jakarta, Selasa (6/10/2020). Ratusan buruh berpawai sambil berorasi mengajak pekerja turun ke jalan menolak UU Omnibus Lawa Cipta Kerja yang dinilai merugikan buruh. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja telah dinyatakan sah sebagai Undang-Undang (UU). Meski menuai banyak polemik, Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyatakan RUU tersebut telah menjadi UU pada 5 Oktober 2020 melalui rapat paripurna di DPR.

Pemerintah menilai, dengan diterbitkannya UU ini, akan dapat membantu pemulihan ekonomi dalam negeri. Utamanya pemilihan ekonomi nasional pasca covid-19. Dimana sasaran utamanya adalah untuk menarik investasi sebanyak-banyaknya.

Bukan hanya dari sisi usaha atau investor, Staf Khusus Menkeu Bidang Perumusan Kebijakan Fiskal Regional, Candra Fajri Ananda menjelaskan, UU ini mencoba melindungi keduanya, baik pengusaha maupun pekerja.

“Bisa dilihat dari berbagai aspek secara umum, UU Cipta Kerja berusaha melindungi dua sisi, pekerja dan pengusaha,” kata Staf Khusus Menkeu Bidang Perumusan Kebijakan Fiskal Regional, Candra Fajri Ananda kepada Liputan6.com, seperti ditulis Rabu (7/10/2020).

Untuk pengusaha atau investor, melalui UU ini dilakukan pemangkasan birokrasi. Sehingga perizinan pendirian usaha menjadi lebih efisien. Sementara untuk pekerja, Candra menyebutkan sejumlah manfaat yang dimuat dalam UU ini.

Diantaranya, pertama, Kepastian perlindungan bagi pekerja Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) melalui pemberian jaminan kompensasi.

Kedua, kepastian pemberian pesangon, dimana pemerintah menerapkan program JKP dengan tidak mengurangi manfaat JKK, JKm, JHT, dan JP, serta tidak menambah beban iuran dari pekerja atau pengusaha. Ketiga, pekerjaan alih daya (outsourcing) tetap diatur UU dengan tetap memperhatikan putusan MK.

Lalu program JKP dilaksanakan pemerintah melalui BPJS Ketenagakerjaan dengan tidak mengurangi manfaat JKK, JKM, JHT, dan JP, serta tidak menambah beban iuran dari pekerja atau pengusaha.

“Pengaturan jam kerja khusus untuk pekerjaan tertentu, yang sifatnya tidak dapat dilakukan pada jam kerja umum, yang telah diatur UU Ketenagakerjaan, dilaksanakan dengan memperhatikan tren pekerjaan yang mengarah kepada pemanfaatan digital. Termasuk industri 4.0 dan ekonomi digital,” kata Candra.

Enam, Candra juga menerangkan bahwa PHK tetap mengikuti persyaratan yang diatur UU Ketenagakerjaan. Kemudian, UU Cipta Kerja tidak menghilangkan hak cuti haid dan cuti hamil yang telah diatur UU Ketenagakerjaan. “Ini yang sudah dirumuskan dan perlu aturan operasionalnya,” kata Candra.  

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya